oleh Alpiadi Prawiraningrat
Back
to Lembur
Back
to Lembur yang dalam Bahasa Indonesia berarti ‘Kembali ke
Desa’ adalah kegiatan travelling ke
desa-desa di Purwakarta yang diprakarsai oleh Urang Purwakarta dengan fokus tidak
hanya pada penjelajahan (explore),
tapi juga menjalankan aktivitas layaknya warga desa dan ‘ngobrol pariwisata’ bersama
komunitas pemuda setempat.
Back
to Lembur pertama ini (24/09/2016), saya dan tim Urang
Purwakarta berkunjung ke kampung Tanjak Nangsi, Desa Raharja, Kecamatan
Wanayasa, Purwakarta dengan berbagai kegiatan seru bersama pemuda-pemudi Karang
Taruna kampung Tanjak Nangsi.
Potensi
Wisata Sungai Cikondang
Kampung Tanjak Nangsi
berada sekitar 500 meter dari Situ Wanayasa. Di kampung ini terdapat potensi
wisata sungai Cikondang. Dinamakan demikian karena dahulu di pinggir sungai
tersebut terdapat pohon kondang yang besar, sehingga dinamakanlah sungai
Cikondang.
Pesona sungai Cikondang
yang tersembunyi di perkampungan dan sawah warga dengan sumber air dari situ
Wanayasa tentunya menarik minat kita untuk menceburkan diri ditambah lagi
nuansa hutan Wanayasa. Sehingga tidak mengherankan jika kita menghabiskan waktu
berjam-jam hanya untuk sekedar bermain air dan foto-foto.
Tidak hanya hutan dengan
udara yang masih asri. Daya Tarik sungai Cikondang juga terdapat pada tebing
batu yang mengelilinginya dengan beberapa sumber mata air alami yang bisa
langsung diminum yang muncul dari sela-sela tebing batu tersebut. Sumpah airnya
seger pisan!
Nasi
Liwet, Sambel dan Papahare
Keseruan dari Back to Lembur tidak selesai sampai di
situ. Setelah puas guyang (berenang)
kitapun diajak untuk membuat Nasi Liwet dengan cara yang ‘khas lembur’. Disebut
khas lembur karena proses memasaknya tidak menggunakan rice cooker ataupun kompor gas seperti halnya di rumah makan. Tapi
ini asli membuat tungku pembakaran sendiri dengan sumber api dari kayu bakar.
Kita juga belajar
memasak lauk dengan menu sederhana, seperti ikan asin, tahu, tempe, kerupuk,
jengkol goreng ditambah dengan membuat sambel dadakan sendiri. Awalnya proses
membuat sambel ini keliatanya mudah, tapi ketika dipraktekan ternyata membuat
berkeringat dan pegel tangan juga.
Nah, setelah nasi liwet
dan lauk-pauk siap, kitapun menikmatinya bersama-sama di atas daun pisang. Masyarakat
setempat menyebut kegiatan makan bersama tersebut sebagai ‘papahare’ yang tentunya menambah keseruan dan keakraban.
Sebari makan, ngobrol
seru pariwisatapun dilakukan bareng pemuda/i Karang Taruna lembur Tanjak
Nangsi. Mulai dari program-program Karang Taruna, potensi produk lokal
setempat, hingga rencana pengembangan potensi wisata sungai Cikondang dengan
peran pemuda sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.
Karang
Taruna dan Potensi Wisata Sungai Cikondang
Jika kita mengkaitkan
dengan konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) partisipasi dan peran aktif dari Karang Taruna
Tanjak Nangsi yang mampu melihat potensi pariwisata sungai Cikondang dan berupaya
memelihara kelestariannya dengan melakukan kerja bakti bersama membersihkan
sungai adalah salah satu bentuk prakteknya.
Selain itu,
adanya strategi-strategi untuk pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata
sungai Cikondang, seperti rencana ‘paket liwet’ di mana pengunjung yang datang diajak
untuk membuat nasi liwet secara tradisional juga merupakan penjabaran dari
indikator partisipasi masyarakat dalam segi strategi-strategi pemasaran
pariwisata dalam konteks sustainable
tourism development.
Diharapkan
apabila partisipasi Karang Taruna dalam perencanaan pengembangan potensi wisata
Cikondang dapat terealisasi dan berjalan dengan baik, maka menimbulkan rasa
kepemilikan dan kebangaan terhadap potensi wisata Cikondang. Sehingga dalam
proses pengembangnya dilakukan dengan penuh tanggungjawab. Sebagai pencapaian
jangka panjang, konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) dapat
dilaksanakan dengan baik dengan Karang Taruna sebagai institusi pemuda dan aktor
penting yang berperan dalam proses pengembangan pariwisata lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar