Jumat, 27 Desember 2013

“Demokrasi untuk Kesetaraan Perempuan, Mungkinkah?”



Dalam artikel yang berjudul Multiculturalism, Universalism and the Claims of Democracy karya Anne Philips membahas mengenai pertentangan antara universalisme dan relativisme budaya, serta peran demokrasi dalam menyelesaikan pertentangan tersebut. Penulis mengungkakan bahwa relativisme budaya bukanlah cara yang memberikan manfaat untuk  feminisme. Hal ini didasarkan pada distribusi hak dan kewajiban yang dirasakan tidak adil, terutama yang diterima oleh perempuan.  Karena prinsip keadilan dan kesetaraan selalu terbentuk dalam konteks sosial masyarakat tertentu, dan sering mencerminkan dominasi kelompok yang lebih kuat.  
Tesis yang menarik adalah munculya demokrai sebagai solusi untuk mengatasi pertentangan antara universalisme dan relativisme budaya, sehingga harapan terciptanya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Pertanyaan kemudian muncul, kenapa harus demokrasi? Apakah munculnya demokrasi dapat menjamin terpenuhinya hak perempuan?
Cukup menarik untuk mengetahui bahwa demokrasi yang dinilai sebagai suatu sistem politik terbaik saat ini, dengan keyakinan dapat menjamin kebebasan setiap individu untuk menyampaikan aspirasinya ternyata sejak awal mula kelahiranya di masa Yunani kuno merupakan suatu sistem politik yang “cacat”, pengimplementaian demokrasi ternyata tidak demikian, bahkan perempuan tidak diakui sebagai warga negara dan hak politiknya.  Lantas bagaimana mungkin kita meyakini bahwa demokrasi sebagai solusi untuk kesetaraan perempuan, padahal ketika awal lahirnyapun demokrasi tidak mengakui keberadaan perempuan?
Demokrasi memang belum sepenuhnya menjamain tepenuhinya kesetaraan dan pemenuhan hak perempuan.  Parlemen Indonesia sebagai contoh, masih didominasi oleh laki-laki dan kerap kali kepentingan-kepentingan kaum perempuan masih belum menjadi prioritas utama.  Oleh karena itu, demokrasi saat ini masih dipahami secara prosedural, yang hanya menekankan adanya pemilihan umum dan partai politik dan belum secara substansial mampu menyalurkan aspirasi masyarakat secara benar dan diimplementasikan dengan kebijakan yang nyata berpihak kepada rakyat,
Meskipun demikian, demokrasi tidak dapat disalahkan sepenuhnya, kita tidak dapat menampik bahwa demokrasi masih memiliki kekurangan namun di sisi lain demokrasi memberikan manfaat positif.  Demokrasi saat ini berbeda dengan masa lalu, demokrasi saat ini telah menjamjn setiap individu berhak untuk bererikat, menyampaikan pendapat dan berorganisasi tanpa melihat jenis kelamin, warna kulit, suku dan ras. Perempuan pun kini telah diberikan akses untuk ikut serta berpartisipasi aktif dalam ranah publik, diberikan kesempatan dalam pengambilan keputusan dan menyampaikan aspirasinya.  Oleh karena itu, demokrasi bukan satu-satunya dan segalanya dan bukan pula sistem politik yang sempurna. Akan tetapi untuk saat ini demokrasi adalah sistem politk terbaik yang kita miliki.
Sumber: Anne Philips. Multiculturalism, Universalism and the Claims of Democracy.  Hlm. 115-138.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar