kelompok kepentingan dipahami sebagai kelompok-kelompok yang dibentuk atas dasar persamaan
kepentingan. Dalam
penjelasan Gabriel Almond, kelompok kepentingan adalah suatu organisasi yang
bertujuan dan berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah, tanpa menghendaki
untuk duduk di jabatan publik. Kelompok kepentingan ini berbeda dengan partai
politik, karena tujuan partai politik adalah menduduki jabatan publik.[1]
Sistem politik Australia memungkinkan banyaknya kelompok kepentingan, jumlah organisasinya lebih banyak dibanding partai
politik, demikian pula dengan jumlah anggotanya. Satu orang di Australia dapat
tergabung di lebih dari satu kelompok kepentingan. Mereka berada dalam berbagai
tingkatan sosial ekonomi masyarakat, dalam berbagai spektrum warna kehidupan
masyarakat Australia.
Kelompok
kepentingan di Australia dapat dibedakan dalam dua kelompok besar.[2] yaitu: a) Bersifat sectional. Kelompok ini mewakili salah satu golongan dan
atau kepentingan-kepentingan
tertentu dalam masyarakat; b) Bersifat
promosional. Kelompok ini tidak mewakilli salah satu golongan, namun terbentuk
hanya untuk memajukan dan memperjuangkan satu isu tertentu dan tidak dibatasi oleh kepentingan tertentu dan anggota-anggotanya melandasi
organisasinya dengan adanya kepercayaan mengenai tujuan
khusus.
Masalah yang
diperjuangkan kelompok kepentingan semakin beragam mengingat kompleksnya
isu-isu yang berkembang di Austalia. Terdapat beberapa contoh kepentingan di
Asutralia, salah satu kelompok kepentingan yang aktif memperjuangkan isu hak
hidup manusia adalah Right to Life Australia (RLTA).[3]
RLTA memperjuangankan penolakan terhadap kebijakan aborsi, euthanasia,
pembunuhan bayi, dan penelitian embryonic stem cell.
Right to
Life Australia merupakan organisasi nonprofit, independen, dan
mencakup level nasional. Pada tahun 1973 Right to Life Victoria
didirikan di Melbourne, kemudian bulan September 2001 Right to Life Victoria
melakukan merger dengan Right to Life Australia menjadi The Right to
Life Australia Inc. Saat ini RLTA giat melakukan kampanye menentang
Undang-Undang Aborsi Victoria yang disahkan tahun 2008. Pada 9 Oktober 2010,
RLTA mengadakan pawai besar di Treasury Garden, Melbourne.[4]
Dalam
memperjuangkan kepentingannya, RLTA menggunakan metode secara langsung dan
tidak langsung sesuai dengan kemampuan masyarakat yang pro pada RLTA. Secara
langsung, staf profesional RLTA melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar
menjadikan pro-life sebagai isu penting dan menekan pemerintahan yang
berkuasa untuk menciptakan undang-undang pro-life. RLTA juga berkampanye
menentang anggota legislatif yang mendukung Undang-Undang Aborsi serta
mempengaruhi masyarakat agar tidak memilih mereka lagi. Secara tidak
langsung, RLTA memberikan informasi kepada masyarakat melalui leaflet dan
literatur. RLTA juga secara rutin merilis kegiatan-kegiatan mereka ke media,
sehingga masyarakat Austalia dapat mengakses perkembangan organisasi tersebut secara transparan.[5]
Sebagai
sebuah kelompok kepentingan yang tergolong besar, RLTA memiliki berbagai
kemampuan yang dapat dimanfaatkan dengan baik guna mencapai kepentingannya.
Beberapa faktor yang dapat digunakan untuk menilai efektivitas RLTA antara lain
adalah bentuk organisasi, keanggotaan dan staf profesional, serta sumber
pendanaan.[6]
Organisasi RTLA dapat dikatakan terstruktur rapi dengan visi dan misi yang
jelas. Sebagai sebuah organisasi tingkat nasional, otoritas RTLA tidak
diragukan lagi. Keanggotaan RLTA juga sangat luas. Selain anggota tetap
ditingkat nasional dan negara bagian, RLTA memberikan kesempatan kepada para
voluntir untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. RLTA juga memiliki staf
profesional, terutama untuk memberi pelayanan konseling dan melakukan lobi pemerintah.
Dana yang digunakan untuk kegiatan RLTA berasal dari iuran wajib anggota tetap,
donatur, serta kegiatan fund raising. Dengan sumber dana tersebut, RLTA
mampu menyediakan Pregnancy Counselling Australia (PCA) yang bertugas
memberikan konseling mengenai aborsi dan pascaaborsi.
Mengenai isu
Undang-Undang Aborsi Victoria 2008, sebenarnya RLTA mampu melakukan upaya lebih
besar guna mencabut undang-undang tersebut karena RLTA mempunyai beberapa
faktor pendukung. Hanya saja RLTA mengalami hambatan pada bidang keterwakilan.
Pada tahun 2008, lebih banyak anggota legislatif yang berasal dari Australian
Labor Party (ALP) yang menyetujui undang-undang tersebut. Untuk benar-benar
dapat mewujudkan tujuannya, RLTA harus mampu meningkatkan kualitas lobi
pemerintah.
Di samping
itu, ada juga kelompok kepentingan yang berfokus pada isu lintas negara,
seperti Lembaga
Swadaya Masyarakat yang berpusat di Sydney, Asosiasi Australia Papua Barat
(Australian West Papua Association/AWPA) melayangkan surat resmi kepada Perdana
Menteri Australia, Julia Gillard terkait permintaan kepada pemerintah Australia
untuk menghentikan bantuan dana bagi Densus 88. Permintaan ini disampaikan
karena ada indikasi bahwa Densus 88 telah melakukan pelanggaran hak asasi
manusia terhadap aktivis asal Maluku. Pemerintah Australia mengeluarkan
anggaran USD 16 juta setiap tahun untuk mendukung Densus 88. Dugaan penyiksaan
yang dilakukan Densus 88 kepada para aktivis Republik Maluku Selatan
menimbulkan kecaman publik mengenai penyalahgunaan dana tersebut. Pendanaan
Australia atas Densus 88 bertujuan untuk memerangi terorisme.[7]
Berdasarkan
pemaparan di atas dapat disimpulkan bahawa kelompok kepentingan dan penekan di Australia
melakukan perannya sebagai alat untuk memajukan kepentingan-kepentingan kelompok
yang diwakilinya, oleh sebab itu pula mereka selalu melibatkan diri ke dalam
politik dengan tujuan mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang diputuskan
pemerintah. Sejak seluruh proses pembuatan kebijakan publik dipindahkan menjadi
satu di Canberra pada akhir 1950-an, berbagai kelompok kepentingan dipandang
sebagai organisasi yang mampu dijadikan sebagai penasihat dan pemberi masukan
bagi perencanaan kebijakan pemerintah.
Daftar Pustaka
Sumber Buku:
Almond, Gabriel A. Studi
Perbandingan Sistem Politik dalam Mohtar Mas’oed dan Colin MacAndrews, ed.,
Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2001.
Hamid, Zulkifli. Sistem politik Australia. Bandung: Laboratorium
Ilmu politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia dan
Penerbit Remaja Rosdakarya, 1999.
Jaensch, D. An Introduction to Australian
Politics. Australia: Longman Cheshire, 1988.
Sumber Website:
Right to Life Australia. Campaigns, 2010,
http://www.righttolife.com.au/campaigns.html diakses pada Selasa, 19 November 2013; Pukul 09.56 WIB.
Nn. http://klikp21.com/politiknews/11431-lsm-desak-pm-australia-stop-danai-densus-88 diakses pada
Selasa, 19 November 2013; Pukul 09.59 WIB.
[1]
Gabriel A. Almond. Studi Perbandingan
Sistem Politik dalam Mohtar Mas’oed dan Colin MacAndrews, ed., Perbandingan
Sistem Politik (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001), hlm. 53.
[2]
Zulkifli Hamid. Sistem politik Australia. (Bandung: Laboratorium Ilmu
politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia dan
Penerbit Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 299.
[3]
Right to Life Australia. Campaigns, 2010, http://www.righttolife.com.au/campaigns.html diakses pada Selasa, 19 November 2013; Pukul
09.56 WIB.
[4]
Ibid.,
[5]
Ibid.,
[6]
D. Jaensch,. An Introduction to Australian
Politics (Australia: Longman
Cheshire, 1988), hlm. 149.
[7]
http://klikp21.com/politiknews/11431-lsm-desak-pm-australia-stop-danai-densus-88
diakses pada Selasa, 19 November 2013; Pukul 09.59 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar