Kuliah
dengan Mr. Kevin Evans[1]
selaku dosen tamu mata kuliah politik di Australia sangat memberikan gambaran
menarik mengenai politik di Australia.
Secara keseluruhan Mr. Kevin telah menjelaskan secara sistematis segala
hal yang berkaitan dengan Australia mulai dari sejarah terbentuknya negara,
dasar negara, sistem pemerintahan, partai politik hingga perspektifnya terhadap
politik luar negeri Australia dengan Indonesia terutama dengan kasus penyadapan
Australia terhadap Indonesia beberapa waktu belakang ini. Namun, ada hal yang menarik dan luput dari
pembahasan secara mendalam berkaitan dengan peran media massa sebagai bagian
dari pilar negara-negara demokrasi di dunia, termasuk Australia.
Pada
dasarnya peran media masa di Australia dalam perspektif Mr. Kevin secara
keseluruhan tidak berbeda jauh dengan apa yang terdapat dalam artikel yang
berjudul Mass Media in Australia Politics
karya Dean Janesch[2].
Media masa dalam politik Australia, selain
sebagai sumber informasi, juga terkait dengan kemampuan untuk menggiring dan
menciptakan opini publik terhadap isu politik tertentu. Namun, perlu dicatat bahwa terdapat hal menarik dari
media massa di Australia yaitu korelasi antara media massa terhadap politik dan
pemerintahan lebih erat lagi bahwa terdapat praktek oligopoli yang berlangsung
di sana. Beberapa kritikus berargumen bahwa dalam konteks Australia kekuatan
media berkorelasi erat dengan siapa pemilik media tersebut. Media massa di
Australia hanya dikuasai oleh seglintir pengusaha kaya sehingga dapat dikatakan
bahwa dalam konteks kepemilikan media massa berlaku sistem yang sangat
oligopoli. Oleh karen itu, tidak dapat
disangkal bahwa sebanyak 12 koran
terbesar di Australia 11 dari jumlah tersebut milik satu orang konglomerat
Rupert Murdoch. Jadi masyarakat makin kekurangan untuk mendapatkan berita
beda dari media utama.[3]
Lantas
tidak adakah peran dari masyarakat yang tergabung sebagai kelompok kepentingan
atau kelompok penekan? Meskipun jumlah kelompok kepentingan dan penekan di Australia
sangatlah banyak dibanding
partai politik, demikian pula dengan jumlah anggotanya, serta aktif baik di tingkat nasional, negara
bagian, maupun lokal dan dapat dibedakan dalam
dua kelompok besar, yaitu[4]
yang bersifat sectional dimana mewakili salah satu golongan atau kepentingan tertentu dalam masyarakat dan yang sifatnya promosional yang mewakilli salah satu golongan,
namun terbentuk hanya untuk memajukan dan memperjuangkan satu isu tertentu.
Kelompok ini tidak dibatasi oleh kepentingan tertentu dan anggota-anggotanya
melandasi organisasinya dengan adanya kepercayaan mengenai
tujuan khusus. Namun, Perlu dipahaminya bahwa media di Australia
berkembang selain karena faktor ekonomi, juga karena faktor politik
mengakibatkan upaya kelompok kepentingan dan penekan di Australia cukup sulit
merubuhkan kokohnya tembok oligopoli media massa di Australia. Oligopoli ini
semakin berkembang karena faktor-faktor politik yang ada seperti pemberian izin
membuat televisi ke beberapa perusahaan tertentu saja. Lagipula, sebagai pemain
lama raja-raja media di Australia sudah mendapatkan kemapanan yang sangat sulit
diganggu, baik dalam konteks ekonomi maupun dalam konteks politik. Contohnya adalah dua penguasa media yang
paling besar dan terkenal yaitu Rupert Murdoch dan Kerry Packer. Tidak hanya
raja media di Australia, mereka berdua termasuk penguasa-penguasa media di
dunia ini. Praktek oligopoli dalam kepemilikan media massa di Australia
tersebut tentu memberikan dampak bagi masyarakat Australia, yaitu bahwa pemilik
media dan manajer-manajernya memiliki kesempatan untuk mengintervensi berita
yang diturunkan oleh media tersebut.
Peran
media massa di Australia semakin terasa ketika masa-masa pemilihan umum, bahwa
mayoritas media massa di Australia berkonsentrasi pada masalah politik. Dalam
masa-masa ini dapat dikatakan mereka memainkan peran yang begitu krusial,
walaupun bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi suara masyarakat dalam
pemilu. Akibatnya peserta kampanye betul-betul berusaha memanfaatkan media
massa semaksimal mungkin. Dalam membangun citra mereka di depan masyarakat,
sehingga mampu menarik simpati publik akan semakin besar, terutama yang ada di
daerah pemilihannya. Menyadari urgensi media itulah mereka kemudian membanjiri
media dengan iklan-iklan kampanye mereka semasa kampanye.
Lantas
ketika media massa justru dikuasai oleh segelintir orang, daptakah media massa
dikatakan sebagai pilar dari implementasi demokrasi di Australia? Monopoli
memang musuh besar utama demokrasi. Meski kehidupan demokrasi masyarakat
Australia telah membudaya, namun jika pilihan bebas yang dilakukan terbatas,
maka demokrasi tersebut sebenarnya bukanlah wujud demokrasi sesungguhnya.
Demokrasi yang kelangsungan dan produknya diarahkan oleh pemegang modal dan
kekuasaan. Sementara di Indonesia, meski kehidupan demokrasi belum membudaya
namun pilihan-pilihan berita masih beragam dan monopoly perusahaan berita belum
menggejala. Namun perlu diteliti kandungan beritanya, apakah sumber
berita tersebut sebagian besar berisi berita terpaket dari pemerintah dan
seberapa besar berita yang benar-benar hasil liputan independen para
wartawannya.
Suatu
refleksi bagi Indoneisa bahwa sepertinya keadaan media massa di Indonesia lebih
baik dalam hal penjagaan nilai objektif dan kenetralannya. Belum terasa
vulgar sebagaimana koran di Sydney dalam membela kepentingan penguasa atau
pemilik modal. Sehingga kita patut
bersyukur bahwa media massa Indoensia masih memiliki nilai independensi dalam
menyampaikan informasi. Masyarakat
Indonesia masih dapat diberikan kebebasan memilih opini dalam melihat prefrensi
politik negerinya. Suatu pembelajaran
berharga dari Australia, bahwa media massa adalah pilar dari demokrasi, maka
dari itu kesucian media massa dari sentuhan monopoli sangat perlu untuk
dihindari, karena apabila medi telah dikuasai kita selaku masyarakat tidak akan
pernah tahu dan hanya digiring opini yang berisi kepentingan untuk siapa dia
(media) beridiri.
Daftar Pustaka
Narasumber:
Mr. Kevin Evans adalah seorang akademisi, beliau
adalah pendiri dan pengelola website pemiluasia.com.
Sumber
Buku:
Janesch, Dean. An
Introduction to Australia Politics Second Edition: Mass Media in Australia Politics.
Melbourne: Longman Cheshie, 1984. Chapter 6.
Sumber Website:
Sancoko, Herry B. Demokrasi Australia Hanya Euphoria Digiring Media
http://luar-negeri.kompasiana.com/2013/09/09/demokrasi-australia-hanya-euphoria-digiring-media-590951.html diakses pada Sabtu, 29 November 2013; Pukul
19.27 WIB.
Hamid, Z. Sistem Politik
Australia. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 1999.
[1] Mr. Kevin Evans adalah seorang
akademisi, beliau adalah pendiri dan pengelola website pemiluasia.com
[2]
Dean Janesch. An Introduction to Australia Politics Second Edition: Mass Media in Australia Politics (Melbourne:
Longman Cheshie, 1984. Chapter 6), hlm. 160-181.
[3] Herry B sancoko. Demokrasi Australia Hanya Euphoria Digiring Media
http://luar-negeri.kompasiana.com/2013/09/09/demokrasi-australia-hanya-euphoria-digiring-media-590951.html
diakses pada Sabtu, 29 November 2013; Pukul 19.27 WIB.
[4]
Z. Hamid. Sistem
Politik Australia. (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
1999), hlm. 299.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar