Pages

Jumat, 27 Desember 2013

“Media Australia, Media yang Dimonopoli”



Kuliah dengan Mr. Kevin Evans[1] selaku dosen tamu mata kuliah politik di Australia sangat memberikan gambaran menarik mengenai politik di Australia.  Secara keseluruhan Mr. Kevin telah menjelaskan secara sistematis segala hal yang berkaitan dengan Australia mulai dari sejarah terbentuknya negara, dasar negara, sistem pemerintahan, partai politik hingga perspektifnya terhadap politik luar negeri Australia dengan Indonesia terutama dengan kasus penyadapan Australia terhadap Indonesia beberapa waktu belakang ini.  Namun, ada hal yang menarik dan luput dari pembahasan secara mendalam berkaitan dengan peran media massa sebagai bagian dari pilar negara-negara demokrasi di dunia, termasuk Australia.
Pada dasarnya peran media masa di Australia dalam perspektif Mr. Kevin secara keseluruhan tidak berbeda jauh dengan apa yang terdapat dalam artikel yang berjudul Mass Media in Australia Politics karya Dean Janesch[2].   Media masa dalam politik Australia, selain sebagai sumber informasi, juga terkait dengan kemampuan untuk menggiring dan menciptakan opini publik terhadap isu politik tertentu. Namun,  perlu dicatat bahwa terdapat hal menarik dari media massa di Australia yaitu korelasi antara media massa terhadap politik dan pemerintahan lebih erat lagi bahwa terdapat praktek oligopoli yang berlangsung di sana. Beberapa kritikus berargumen bahwa dalam konteks Australia kekuatan media berkorelasi erat dengan siapa pemilik media tersebut. Media massa di Australia hanya dikuasai oleh seglintir pengusaha kaya sehingga dapat dikatakan bahwa dalam konteks kepemilikan media massa berlaku sistem yang sangat oligopoli.  Oleh karen itu, tidak dapat disangkal bahwa sebanyak 12 koran terbesar di Australia 11 dari jumlah tersebut milik satu orang konglomerat Rupert Murdoch.  Jadi masyarakat makin kekurangan untuk mendapatkan berita beda dari media utama.[3]
Lantas tidak adakah peran dari masyarakat yang tergabung sebagai kelompok kepentingan atau kelompok penekan?  Meskipun jumlah kelompok kepentingan dan penekan di Australia sangatlah banyak dibanding partai politik, demikian pula dengan jumlah anggotanya, serta aktif baik di tingkat nasional, negara bagian, maupun lokal dan dapat dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu[4] yang bersifat sectional dimana mewakili salah satu golongan atau kepentingan tertentu dalam masyarakat dan yang sifatnya promosional yang mewakilli salah satu golongan, namun terbentuk hanya untuk memajukan dan memperjuangkan satu isu tertentu. Kelompok ini tidak dibatasi oleh kepentingan tertentu dan anggota-anggotanya melandasi organisasinya dengan adanya kepercayaan mengenai tujuan khusus. Namun,  Perlu dipahaminya bahwa media di Australia berkembang selain karena faktor ekonomi, juga karena faktor politik mengakibatkan upaya kelompok kepentingan dan penekan di Australia cukup sulit merubuhkan kokohnya tembok oligopoli media massa di Australia. Oligopoli ini semakin berkembang karena faktor-faktor politik yang ada seperti pemberian izin membuat televisi ke beberapa perusahaan tertentu saja. Lagipula, sebagai pemain lama raja-raja media di Australia sudah mendapatkan kemapanan yang sangat sulit diganggu, baik dalam konteks ekonomi maupun dalam konteks politik.  Contohnya adalah dua penguasa media yang paling besar dan terkenal yaitu Rupert Murdoch dan Kerry Packer. Tidak hanya raja media di Australia, mereka berdua termasuk penguasa-penguasa media di dunia ini. Praktek oligopoli dalam kepemilikan media massa di Australia tersebut tentu memberikan dampak bagi masyarakat Australia, yaitu bahwa pemilik media dan manajer-manajernya memiliki kesempatan untuk mengintervensi berita yang diturunkan oleh media tersebut.
Peran media massa di Australia semakin terasa ketika masa-masa pemilihan umum, bahwa mayoritas media massa di Australia berkonsentrasi pada masalah politik. Dalam masa-masa ini dapat dikatakan mereka memainkan peran yang begitu krusial, walaupun bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi suara masyarakat dalam pemilu. Akibatnya peserta kampanye betul-betul berusaha memanfaatkan media massa semaksimal mungkin. Dalam membangun citra mereka di depan masyarakat, sehingga mampu menarik simpati publik akan semakin besar, terutama yang ada di daerah pemilihannya. Menyadari urgensi media itulah mereka kemudian membanjiri media dengan iklan-iklan kampanye mereka semasa kampanye.
Lantas ketika media massa justru dikuasai oleh segelintir orang, daptakah media massa dikatakan sebagai pilar dari implementasi demokrasi di Australia?  Monopoli memang musuh besar utama demokrasi.  Meski kehidupan demokrasi masyarakat Australia telah membudaya, namun jika pilihan bebas yang dilakukan terbatas, maka demokrasi tersebut sebenarnya bukanlah wujud demokrasi sesungguhnya.  Demokrasi yang kelangsungan dan produknya diarahkan oleh pemegang modal dan kekuasaan. Sementara di Indonesia, meski kehidupan demokrasi belum membudaya namun pilihan-pilihan berita masih beragam dan monopoly perusahaan berita belum menggejala.  Namun perlu diteliti kandungan beritanya, apakah sumber berita tersebut sebagian besar berisi berita terpaket dari pemerintah dan seberapa besar berita yang benar-benar hasil liputan independen para wartawannya.
Suatu refleksi bagi Indoneisa bahwa sepertinya keadaan media massa di Indonesia lebih baik dalam hal penjagaan nilai objektif dan kenetralannya.  Belum terasa vulgar sebagaimana koran di Sydney dalam membela kepentingan penguasa atau pemilik modal.  Sehingga kita patut bersyukur bahwa media massa Indoensia masih memiliki nilai independensi dalam menyampaikan informasi.  Masyarakat Indonesia masih dapat diberikan kebebasan memilih opini dalam melihat prefrensi politik negerinya.  Suatu pembelajaran berharga dari Australia, bahwa media massa adalah pilar dari demokrasi, maka dari itu kesucian media massa dari sentuhan monopoli sangat perlu untuk dihindari, karena apabila medi telah dikuasai kita selaku masyarakat tidak akan pernah tahu dan hanya digiring opini yang berisi kepentingan untuk siapa dia (media) beridiri.

Daftar Pustaka
Narasumber:
Mr. Kevin Evans adalah seorang akademisi, beliau adalah pendiri dan pengelola website pemiluasia.com.

Sumber Buku:
Janesch,  Dean. An Introduction to Australia Politics Second Edition: Mass Media in Australia Politics.  Melbourne: Longman Cheshie, 1984. Chapter 6.

Sumber Website:

Sancoko, Herry B. Demokrasi Australia Hanya Euphoria Digiring Media

Hamid, Z.  Sistem Politik Australia.  Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1999.




[1] Mr. Kevin Evans adalah seorang akademisi, beliau adalah pendiri dan pengelola website pemiluasia.com
[2] Dean Janesch.  An Introduction to Australia Politics Second Edition: Mass Media in Australia Politics (Melbourne: Longman Cheshie, 1984. Chapter 6), hlm. 160-181.

[3] Herry B sancoko. Demokrasi Australia Hanya Euphoria Digiring Media

[4] Z. Hamid.  Sistem Politik Australia.  (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1999), hlm. 299.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar