Terdapat
dua artikel yang akan menjadi pemicu dalam tulisan ini, yaitu The Brief History of Neo-liberalism dan The Condition of Post-Modernity yang mana
kedua artikel tersebut ditulis oleh David Harvey. Menarik dari kedua artikel tersebut karena
selain menjelaskan kepada pembaca mengenai sejarah singkat Neoliberalisme dalam
keterkaitannya dengan ekonomi politik juga memberikan pemahaman mengenai
kontradiksi sekarang globalisme dari segi ekonomi, politik bahkan sudut pandang
moral, ditambah korelasi antara kapitalisme dan postmodernisme.
Dalam
The Brief History of Neo-liberalism, Harvey
mencoba memaparkan aspek modal global internasional ke dalam studi kasus
negara-negara yang telah mencoba mengiplementasikan neoliberalisme dari mulai
Inggris, Chile, Argentina, Meksiko, China dan juga Amerika Serikat. Menurutnya,
dalam memahami neoliberalisme dibutuhkan pengenalan prinsip dasar '”kebebasan”
karena hal tersbut merupakan dari dasar neoliberalisme yang menunjukkan
ketidakpercayaan intervensi pemerintah seperti kontrol terpusat ekonomi.
Selain itu, neoliberalisme juga memiliki kecenderungan untuk bebas terhadap kekuasaan dalam sistem pengaturan negara, karena adanya regulasi negara mengakibatkan hilangnya esesni dari kebebasan tersebut. Sebagaimana diungkapkan bahwa:
Selain itu, neoliberalisme juga memiliki kecenderungan untuk bebas terhadap kekuasaan dalam sistem pengaturan negara, karena adanya regulasi negara mengakibatkan hilangnya esesni dari kebebasan tersebut. Sebagaimana diungkapkan bahwa:
“Planning and control are being attacked as a
denial of freedom. Free enterprise and private ownership are declared to
be essentials of freedom. No society built on other foundations is
said to deserve to be called free. The freedom that regulation creates is
denounced as unfreedom; the justice liberty and welfare it offers are described
as a camouflage of slavery.”[1]
Untuk
Harvey neoliberalisme pada dasarnya adalah tentang pemulihan kekuasaan oleh
elit kelas ekonomi global. Jadi neoliberalisme dalam prakteknya belum “utopian project to realize a
theoretical design for the reorganization of international capitalism."[2]
tetapi proyek politik praktis dimaksudkan untuk mengembalikan kekuatan elit
ekonomi. Oleh karena itu, saya sependapat dengan perspektif Harvey ini, karena
relita menunjukan bagaimana neoliberalisme melalui kapitalisme yang terjadi
saat ini terutama di negara-negara berkembang lebih terfokus kepada upaya
penguatan elit-elit ekonomi lokal dibandingkan dengan usaha meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Dalam literatur lain, perpektif
Harvey ini memiliki korelasi dengan hipotesis Martin S. Lipset yang menjadi
salah satu acuan orde baru dalam membangun fondasi ekonominya mengalami
pembusukan dikarenakan keserakahan dan kebrandalan jalinan
kelompok oligarki yang hidup di masa itu. Ia menilai, negara yang berhasil mencapai
kehidupan demokrasi liberal yang stabil adalah bangsa-bangsa yang sudah
menimati tingkat pertumbuhan tinggi seperti negara-negara Barat.[3] Negara Indonesia di bawah orde baru mencoba mengdopsi
teori tersebut, namun ketika pembangunan ekonomi telah mencapai pada
pertumbuhannya yang tinggi, logika kekuasaan yang sebelumnya tidak dibayangkan
mulai muncul, seperti sebuah ungkapan terkenal oleh Amien Rais bahwa seseorang
yang telah memimpin terlalu lama ia akan mudah mengalami ketumpulan visi, dan
ini dialami oleh Soeharto. Juga munculnya elit-elit lokal yang menguasai sektor
ekonomi. Akhirnya demokrasi liberal dan kesejahteraan yang diidam-idamkan tidak
kunjung datang.
Namun
demikian, apakah neoliberalisme tidak memerlukan peran pemerintah dalam negara?
Harvey mengungkapkan bahwa neoliberal telah menjadi ide yang memungkinkan pasar
bebas untuk mengambil alih peran pemerintah.
Akan tetapi, intervensi pemerintah dalam perekonmian tetap digunakan hanya
ketika hal itu akan menguntungkan para elit ekonomi, di mana intervensi
pemerintah buruk jika itu akan melindungi tenaga kerja atau lingkungan, tetapi
intervensi pemerintah baik jika itu akan membantu elit ekonomi.
Dalam
memberikan sejarah singkat tentang neoliberalisme, Harvey menyentuh beberapa
poin menarik, di antaranya adalah bagaiamana neoliberal mampu menemukan basis
elektoral dengan menyelaraskan diri dengan kelompok agama konservatif,
khususnya Christian Right di Amerika Serikat.
Dia juga menyebutkan Partai Nasionalis Hindu di India yang menggunakan sentimen
agama dan nasionalis untuk memenangkan pemilu, setelah itu melakukan reformasi
ekonomi neoliberal. Berdasarkan kasus tersebut, Harvey menunjukan simetri
menarik antara pendekatan ekonomi, negara neoliberal dan pendekatan sosial. Bagimana neoliberalisme dapat masuk dengan
memanfaatkan situasi dan kondisi lingkungan yang ditempatinya.
Lalu
bagaimana pandangan Harvey mengenai postmodernisme? Dalam
artikelnya The Condition of
Post-Modernity bahwa menurut Harvey hal pertama yang harus dilakukan apabila
ingin memahami postmodernitas adalah harus memahami modernitas terleih dahulu, dan
dibandingkan dengan menolak perkembangan postmodernitas, Harvey percaya mereka
mewakili paradigma baru pemikiran dan budaya praktek yang membutuhkan perhatian
serius. Harvey tidak terlalu kritis atau perayaan terhadap postmodernisme. Dia
mengkritik postmodernisme karena terlalu nihilistik. Akan tetapi, saya kurang dapat menangkap
maksud Harvey berkaiatan dengan nihilistik tersebut.
Di
sisi lain, aspek yang paling menarik dan penting dari buku Harvey adalah
usahanya untuk menempatkan postmodernisme dalam logika kapitalisme. Postmodernisme
merupakan salah satu aspek kunci dari rezim kapitalisme karena meningkatkan
inovasi komersial, teknologi, dan organisasi. Dalam hal inilah dapat kita lihat korelasi
antara kedua artikel tersebut. Bagaimana
Harvey menunjukan bahwa terdapat korelasi dari kelahiran neoliberalisme dan
postmodernisme.
Secara
keseluruhan, artikel kedua dari Harvey ini mencangkup
ruang lingkup interdisipliner berbagai bidang, termasuk seni, arsitektur,
perencanaan kota, filsafat, teori sosial , dan ekonomi politik. Akan
tetapi saya melihat terdapat kekurangan dalam tulisan Harvey yang kedua ini
yaitu terkait implikasi postmodernisme dengan ekologi dan politik . Setelah mengembangkan
analisis yang mengungkap tujuan modernis dari penaklukan rasional alam dan
ruang sosial, sangat disayangkan bahwa Harvey tidak mengeksplorasi implikasi
ekologis dari modernisme, juga tidak mempertimbangkan hubungan praktek teoritis
dan budaya postmodern terhadap lingkungan.
Dua tulisan
karya Harvey ini secara keseluruhan sudah
mendeskripsikan unsur-unsur penting dari neoliberalisme dan
postmodernisme. Nilai lebih dari tulisan ini menjadi stimulan yang menarik bagi pembaca untuk memahami lebih
mendalam mengenai sejarah neoliberalisme, postmodernisme dan korelasi di antara
keduanya. Sedangkan di sisi lain, akan
jauh lebih baik jika tulisan tersebut juga memuat analisis terhadap contoh kasus yang dipaparkan, dan memuat
informasi rinci yang dapat dipergunakan bagi praktisi. Informasi-informasi
tersebut berupa komparasi kelebihan dan kelemahan masing-masing
ideologi. Informasi tersebut tentunya sangat berguna
bagi pembaca untuk lebih memahami lebih mendalam mengenai kompleksitas neoliberalisme dan post-moderenitas, serta korelasi di
antara keduanya.
Referensi:
Harvey, David. The Brief History of
Neo-liberalism. New York: Oxford
University Press, 2005.
Harvey,
David.
The Condition of Post-Modernity. Cambridge:
Blackwell Publisher, 1989.
Mas’oed, Mohtar. Negara,
Kapital dan Demokrasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,
1994.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar