Dalam tulisan
Imelda Whelehan yang berjudul “Identity
Crisis?: Post-feminism, the Media and Feminist Superstars” diungkapkan
mengenai Posfeminisme yang merupakan istilah yang digunakan sebagai reaksi
buruk (back lash) dari media massa
terhadap perlawanan kepada perjuangan feminism. Selama ini secara tradisional,
kehidupan masyarakat masih bersifat patriarchal
dan memarginalkan peranan kaum perempuan. Namun seiring dengan berjalannya
waktu, wanita sudah melakukan pergerakan dan mulai meninggalkan kesan bahwa
wanita itu lemah dan hanya bisa “nurut” kepada keputusan pria. Beberapa Gerakan
Perempuan yang muncul pada tahun 1960-an sampai 1970-an memungkinkan para
penulis perempuan dan feminis untuk mengungkapkan ide-ide dan gagasan mereka
untuk wacana yang berbau politik, ekonomi dan budaya. Peran perempuan yang
muncul ini sekaligus untuk “mematahkan” anggapan bahwa wanita hanya bisa bisu
dan mengikuti apa saja yang diungkapkan oleh para penulis pria. Kemudian
bagaimana posfeminisme bisa mempresentasikan unsur-unsur dari budaya pop?
Banyak para penulis atau peneliti yang menggunakan Madonna sebagai contoh kasus
dalam hal posfeminisme dan budaya. Madonna sebagai seorang public figure dikenal sebagai seorang wanita yang maju,
berani, dan banyak membawa perubahan pandangan khalayak terhadap wanita.
Dari berbagai
perspektif yang diungkapakan penulis berkaitan dengan postfeminist, terdapat kalimat
menarik yang diungkapkan, bahwa:
“.....todays successful woman is still tyrannized
by Western standards of female...”[1]
Berdasarkan kalimat
tersebut menarik bagaimana standar yang dimiliki negara Barat tetap menjadi
suatu tolak ukur terhadap berbagai aspek dalam kehidupan wanita di seluruh
belahan dunia, baik dalam hal kecantikan, sosial, ekonomi dan budaya. Sehingga melahirkan sebuah pertanyaan, apakah
perjuangan kesetaraan hak yang dilakukan oleh kaum wanita hingga saat ini tidak
lain adalah sebagai suatu indikator kesetaraan hak-hak perempuan yang didasarkan
atas standar Barat? Di sisi lain saya sependapat dengan perspektif di atas, sebagai
contoh kecantikan, kerap kali selalu didasarkan atas kriteria wanita-wanita
Barat yang berkulit putih; rambut lurus dan pirang serta menggunakan
barang-barang merek terkenal dari Barat. Sepertinya hal tersebut memiliki keterkaitan
dengan perkembangan globalisasi saat ini. Sebagaiamana diungkapkan bahwa:
“Globalization is the direct consequence of
the expansion of European culture across the planet via settlement,
colonization and cultural replication......”[2]
Dari definisi tersebut
terlihat bagaimana realisasi globalisasi,
dibandingkan dengan pengintegrasian budaya dunia yang heterogen, justru mereduksi
budaya-budaya lain dan memfasilitasi ekspansi budaya
barat Eropa, kolonisasi dan replikasi budaya. Begitupun dengan berbagai hal atau aspek yang
berkaitan dengan kesuksesan wanita dari berbagai aspek hari ini tidak lain
adalah sebagai ekspansi dari Barat, sehingga tidak mengherankan bahwa berbagai
aspek yang diperjuangkan kaum wanita di berbagai belahan dunia didasarkan atas
indikator Barat.
Sumber:
Imelda Whelehan.
Chapter 10: “Identity Crisis?: Post-feminism, the Media and Feminist
Superstars”. Hlm., 216-237.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar