Jumat, 27 Desember 2013

“Tirani Barat terhadap Kesuksesan Wanita Hari Ini”



Dalam tulisan Imelda Whelehan yang berjudul “Identity Crisis?: Post-feminism, the Media and Feminist Superstars” diungkapkan mengenai Posfeminisme yang merupakan istilah yang digunakan sebagai reaksi buruk (back lash) dari media massa terhadap perlawanan kepada perjuangan feminism. Selama ini secara tradisional, kehidupan masyarakat masih bersifat patriarchal dan memarginalkan peranan kaum perempuan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, wanita sudah melakukan pergerakan dan mulai meninggalkan kesan bahwa wanita itu lemah dan hanya bisa “nurut” kepada keputusan pria. Beberapa Gerakan Perempuan yang muncul pada tahun 1960-an sampai 1970-an memungkinkan para penulis perempuan dan feminis untuk mengungkapkan ide-ide dan gagasan mereka untuk wacana yang berbau politik, ekonomi dan budaya. Peran perempuan yang muncul ini sekaligus untuk “mematahkan” anggapan bahwa wanita hanya bisa bisu dan mengikuti apa saja yang diungkapkan oleh para penulis pria. Kemudian bagaimana posfeminisme bisa mempresentasikan unsur-unsur dari budaya pop? Banyak para penulis atau peneliti yang menggunakan Madonna sebagai contoh kasus dalam hal posfeminisme dan budaya. Madonna sebagai seorang public figure dikenal  sebagai seorang wanita yang maju, berani, dan banyak membawa perubahan pandangan khalayak terhadap wanita.
Dari berbagai perspektif yang diungkapakan penulis berkaitan dengan postfeminist, terdapat kalimat menarik yang diungkapkan, bahwa:
“.....todays successful woman is still tyrannized by Western standards of female...[1]
Berdasarkan kalimat tersebut menarik bagaimana standar yang dimiliki negara Barat tetap menjadi suatu tolak ukur terhadap berbagai aspek dalam kehidupan wanita di seluruh belahan dunia, baik dalam hal kecantikan, sosial, ekonomi dan budaya.  Sehingga melahirkan sebuah pertanyaan, apakah perjuangan kesetaraan hak yang dilakukan oleh kaum wanita hingga saat ini tidak lain adalah sebagai suatu indikator kesetaraan hak-hak perempuan yang didasarkan atas standar Barat? Di sisi lain saya sependapat dengan perspektif di atas, sebagai contoh kecantikan, kerap kali selalu didasarkan atas kriteria wanita-wanita Barat yang berkulit putih; rambut lurus dan pirang serta menggunakan barang-barang merek terkenal dari Barat.  Sepertinya hal tersebut memiliki keterkaitan dengan perkembangan globalisasi saat ini. Sebagaiamana diungkapkan bahwa:
Globalization is the direct consequence of the expansion of European culture across the planet via settlement, colonization and cultural replication......”[2]
Dari definisi tersebut terlihat bagaimana realisasi globalisasi, dibandingkan dengan pengintegrasian budaya dunia yang heterogen, justru mereduksi budaya-budaya lain dan memfasilitasi ekspansi budaya barat Eropa, kolonisasi dan replikasi budaya.  Begitupun dengan berbagai hal atau aspek yang berkaitan dengan kesuksesan wanita dari berbagai aspek hari ini tidak lain adalah sebagai ekspansi dari Barat, sehingga tidak mengherankan bahwa berbagai aspek yang diperjuangkan kaum wanita di berbagai belahan dunia didasarkan atas indikator Barat.

Sumber:
Imelda Whelehan.  Chapter 10: “Identity Crisis?: Post-feminism, the Media and Feminist Superstars”. Hlm., 216-237.


[1]Imelda Whelehan.  Chapter 10: “Identity Crisis?: Post-feminism, the Media and Feminist Superstars”. Hlm. 217.
[2] Malcolm Waters, Globalization, 2nd ed. (London: Routledge, 2001), p. 6 dalam Dr. Nayef R.F. Ibid., p. 15.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar