Oleh:
Alpiadi Prawiraningrat
Negara
adalah suatu organisasi yang mengatur keseluruhan hubungan antara individu satu
dengan individu lain dalam masyarakat.
Kranenburg berpendapat bahwa negara adalah suatu organisasi kekuasaan
yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa, dengan tujuan
untuk menyelenggarakan kepentingan bersama.
Sedangkan menurut Roger Soltau,
negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan
bersama, atas nama masyarakat.
Uraian
singkat di atas memperlihatkan dua unsur penting dalam negara yaitu kekuasaan
yang berorientasi kepada usaha mewujudkan suatu tujuan dan kesejahteraan
bersama. Kekuasaan adalah kemampuan
seseorang atau kelompok tertentu dalam mempengaruhi individu atau kelompok lain
sehingga sesuai dengan apa yang dikehendakinnya.[1]
Sehingga diperlukan individu atau kelompok yang berkompeten dalam “memainkan”
peran kekuasaan yang dimiliki, sehingga mampu merealisasikannya dalam sebuah
tindakan positif dan berpihak terhadap kepentingan rakyat. Salah satu bentuk dari penerapan kekuasaan
tersebut adalah parlemen.
Indonesia sebagai negara demokrasi
memilki struktur kekuasaan yang berbeda.
Sebagaimana diungkapkan dalam asas trias
politica berupa anggapan
bahwa kekuasaan negara terdiri dari
tiga macam kekuasaan, yaitu kekuasaan membuat
UU, kekuasaan melaksanakan UU, dan kekuasaan
mengadili atas pelanggaran UU. Dalam prakteknya terdiri dari badan
eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Adapaun untuk anggota
parlemen di Indonesia sendiri terdiri atas DPR-RI (Dewan Perwakilan Rakyat),
DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah).
Pembagian kekuasaan
tersebut diharapkan menumbuhkan suatu kesadaran untuk setiap cabang kekuasaan
agar dapat mengawasi dan mengimbangi cabang kekuasaan lain (check and balances). Selain itu, Andrew
Heywood mengungkapkan: “Assembly plays an important role in providing a relationship between the government and people.”[2] Dapat
diartikan bahwa majelis yang didalamnya
terdapat DPR-RI, DPRD dan DPD memegang peranan penting dalam hubungan antara
pemerintah dan rakyat. Hubungan
di sini adalah bahwa setiap keputusan yang diambil oleh majelis harus selalu
berorientasi dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat.
Namun masih jelas dalam ingatan kita
ironi yang muncul berkaitan dengan parlemen, diantaranya korupsi
yang semakin merajalela, ricuh pada saat pengambilan keputusan (kasus Bank
Century), menonton film porno ketika rapat berlangsung (anggota dari fraksi
PKS, Arifinto) dan kebiasaan tidur tatkala sidang berlangsung serta
tindakan-tindakan memalukan lainya.
Ironi memang, mengingat besarnya harapan terhadap anggota dewan untuk dapat mengemban dan
menyampaikan amanah rakyat, tetapi dalam kinerjanya mereka justru mengecewakan
rakyat. Padahal bila mengingat-ingat
asal usulnya, mereka (anggota parlemen) dapat duduk dan menikmati kursi empuk
di parlemen, dikarenakan dukungan rakyat, mendapatkan gajipun dari rakyat
melalui pajak meskipun sebagian pajak “dilipat” dalam kantong pejabat negara,
serta menikmati berbagai fasilitas negara lainya itupun dikarenakan
“belaskasihan rakyat” ketika mereka (anggota parlemen) “mengemis-ngemis”
meminta dukungan rakyat pada saat kampanye dengan mengobral janji yang
diungkapkanya. Namun seolah kacang lupa
pada kulitnya, kenikmatan yang diberikan oleh empuknya kursi dewan membuat mereka telah lupa akan janji yang
diucapkanya tatkala kampanye.
Hal
lainya adalah sekitar bulan Mei 2011.
Ketika anggota Komisi VIII DPR berrencana untuk melakukan lawatan ke
Australia guna mempelajari penanganan fakir miskin. Kunjungan
tersebut menyedot dana sebesar Rp. 811 juta dengan masing-masing
dianggarkan Rp 56 juta per anggota per tujuh hari. Hal ini dilaksanakan ketika jutaan anak
Indonesia tidak bisa sekolah karena
kemiskinan dan penyakit busung lapar yang semakin merajalela, mereka malah
asyik berkunjung ke luar negeri tanpa menelaah terlebih dahulu kondisi
negerinya sendiri. Ironi memang melihat
anggota parlemen Indonesia, tatkala ratusan juta rakyat Indonesia dengan ribuan
masyarakat miskin didalamnya berharap besar bahwa kebijakan yang dibuat oleh
anggota dewan berpihak kepada upaya mensejahterakan rakyat. Namun dalam kenyataanya, anggota dewan yang
“terhormat” malah asyik memainkan monopoli kekuasaan dengan saling sikut demi
kepentingan pribadi dan partai politik yang menjadi kendaraanya menuju parlemen,
serta sibuk bagi-bagi “hasil panen” dari dana proyek.
Parlemen
pada dasarnya merupakan wakil dari rakyat sehingga seharusnya setiap keputusan
serta kebijakan yang ditentukan haruslah berorientasi terhadap kepentingan
rakyat. Namun, dalam prakteknya hal
tersebut sulit diwujudkan di hampir semua negara di dunia termasuk di
Indonesia. Anggota parlemen sering
membawa-bawa kalimat demi kepentingan rakyat, akan tetapi pada kenyataanya
justru hanya tuntutan kepentingan pribadi dan partai politiknya sebagai yang lebih diutamkan.
Menyoroti
kinerja parlemen Indonesia yang dari tahun ke tahun selalu mendapatkan kritik
dari masyarakat atas tingkah laku anggotanya yang ‘aneh-aneh’ turut membuat
penulis memikirkan hal ini. Bisa
dikatakan bahwa sistem pemerintahan negera kita cukup representatif,
dikarenakan anggota
parlemen (DPRD, DPD, DPR-RI) dan presidennya dipilih secara langsung.
Tetapi, mengapa parlemen Indonesia dalam mengambil maupun merancang sebuah UU
terkadang tidak sesuai dengan tuntutan rakyat.
Dalam kesempatan ini, penulis mencoba menuangakan ide-ide terhadap
perkembangan parlemen di Indonesia, setidaknya sebagai bahan renungan dan
refernsi agar format parlemen Indonesia menjadi lebih baik serta arif dan
bijaksana dalam setiap tindaknya.
Penulis mengungkapkan ide tersebut berupa saran-saran yang terangkum
dalam “Idealnya Sebuah Parlemen untuk Indonesia Lebih Baik”, adalah sebagai
berikut:
1. Memiliki visi dan misi yang jelas
1. Memiliki visi dan misi yang jelas
Parlemen harus memiliki sebuah visi dan
misi yang jelas. Visi dan misi ini
adalah prinsip dasar dan merupakan pemandu dalam menjalankan tugas sebagai
wakil rakyat. Bila diibaratkan, visi dan
misi ini laksana cahaya bulan purnama yang terang benderang menerangi dan
menuntun setiap langkah dalam menemukan tujuan dalam keadaan tersesat, yaitu
jalan keluar di tengah gelap gulitanya hutan tatkala malam. Dalam realisasinya, visi dan misi tersebut hendaknya
berorintasi kepada kepentingan rakyat. Sehingga dalam perakteknya membuat atau
menentukan suatu kebijakan sangat berguna bagi masyarakat.
2. Memahami
pekerjaan dasar
Parlemen hakikatnya adalah wakil dari
rakyat, sehingga hendaknya para anggota
parlemen memahami hal tersebut dengan bekerja dan menentukan suatau kebijakan
yang berorientasi terhadap kepentingan rakyat guna mensejahterakkan
rakyat. Parlemen seharusnya sebagai
bagian yang independen dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Suarakan apa yang seharusnya diutarakan
selama itu berpihak kepada kepentingan rakyat dan katakana tidak secara tegas
tatkala suatu kebijakan tidak berpihak sama sekali terhadap rakyat. Sehingga tidak mengutarakan ungkapan yang
seolah-olah berorintasi pada rakyat namun hanya untuk kepentingan partai dan
pribadi semata.
3. Jujur
dan terbuka
Kejujuran
mutlak diperlukan oleh parlemen selaku wakil rakyat. Selain sebagai pengemban amanah dari rakyat,
dalam menentukan kebijakan kejujuran dan keterbukkan harus tetap dijunjung
tinggi. Terutama berkaitan dengan pengajuan
proyek-proyek yang sering dilakukan oleh para parlemen yang terkadang tidak
masuk diakal. Diharapkan untuk ke
depanya lebih agar lebih jujur dan terbuka sehingga masyarakat tidak
menebak-nebak sesuatu yang tidak akurat kebenarannya.
4. Bertanggungjawab
Jelas sekali bahwa sebagai seorang wakil
rakyat harus bertanggungjawab. Hal tersebut sangatlah penting karena mereka
(anggota parlemen) adalah wakil rakyat yang merupakan penyambung lidah rakyat
serta mewakili rakyat Indonesia yang di pundaknya tersimpan amanah dari
masyarakat. Namun, penulis berpendapat
bahwa diantara mereka masih banyak sekali yang kurang bertanggungjawab. Sebagai contoh tatkala sidang yang didalamnya
akan dibahas mengenai kepentingan dan tuntutan rakyat, sangat jarang sekali
kursi anggota dewan terisi penuh. Sekalipun
mereka hadir, mereka hanya tertidur pada saat sidang berlangsung atau bahkan
menonton film porno. Sehingga parlemen
yang bertanggungjawab sangat penting dan mutlak diperlukan dalam usaha mewujudkan
pemerintahan Indonesia yang lebih baik.
5. Sistem
Dua Hak Menentukan
Pada saat pemilu, biasanya rakyat hanya
diberi kesempatan untuk memilih wakilnya dengan cara mencontreng atau mencoblos
wakil rakyat yang dia pilih untuk beberapa tahun kedepan menjadi wakil dalam
meyampaikan aspirasnya di kursi senayan.
Namun tidak diberikan kesempatan untuk menurunkan wakil rakyatnya
tatkala mereka anggota parlemen bertindak dari jalur dan kebijaknya tidak
berorientasi kepada kepentingan rakyat. Yang dimaksudkan sistem dua hak
menentukan disini adalah bahwa rakyat selain bisa menentukan untuk memilih
anggota parlemen yang mewakili aspirasinya, seharusnya juga memiliki hak untuk
menurunkan anggota parlemen yang dinilai kinerjanya merosot dan selalu
“bertingkah” ketika melaksanakan pekerjaan.
Jadi, tidak perlu menunggu masa jabatan selama 5 tahun untuk
menggantikan posisi mereka. Selain bisa memilih dan menaikkan , rakyat juga
bisa menurunkan mereka secara langsung.
6. Lembaga
Independen
Selain asas check and balances dalam pembagian kekuassan yang di anut oleh
negara indonesia, diperlukan juga lembaga independen dalam mengawasi parlemen. Lembaga independen ini bebas dari keterikatan
kepentingan politik dan interpensi pihak manapun. Lembaga ini
bebas bertugas dalam mengawasai kinerja dari parlemen Indonesia namun
tetap dalam peraturan UU yang berlaku.
Beberapa poin di atas merupakan hasil
pemikiran penulis untuk memberikan sedikit saran dalam membentuk format
parlemen ideal di indonesia. Sebagai bentuk kepedulian penulis terhadap nasib
perpolitikan Indonesia dan sebagai bentuk ungkapan cinta seorang generasi muda
Indonesia terhadap tanah airnya yang merindukan kejayaan “sang Garuda” laksana
Majapahit dan Sriwijaya dimasa silam.
Serta untuk para anggota dewan, emban
tugasmu dengan baik dan penuh tanggungjawab serta profesionalisme. Karena dirimu adalah representasi dari rakyat
dan amanah rakyat berada di pundakmu. SEMANGAT
PARLEMEN INDONESIA BISA!
Referensi
Miriam, B.
(2004). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Heywood, Andrew, 1997, Politics, London: Macmillan Press Ltc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar