oleh Alpiadi Prawiraningrat
I. Latar Belakang
Memahami
perkembangan politik di Inggris tidak dapat dilepaskan dengan konteks partai
politik sebagai institusi yang ikut serta memberikan pengaruh dengan kebijakan
yang dihasilkannya. Salah satu partai politik yang memiliki peran penting dan
memberikan pengaruh terhadap perkembangan politik di Inggris adalah Partai
Buruh dengan kebijakan luar negeri Inggris terhadap Penyatuan Moneter Eropa pada
masa pemerintahanya tahun 1997-1998.
Kebijakan
tersebut, tidak terlepas dari sintesa antara aliran ideologi yang dimiliki partai
buruh, yang disebut Anthony Giddens dengan the
third way.[1] Giddens
mengatakan bahwa usaha untuk mengimplikasikan konsep the third way ini adalah to
develop a frameowrk that could be contrasted point by point with the two rival
doctrine.[2] Konsep tersebut merupakan penjabaran dari
prinsip Persamaan (equality) yang
dimiliki Partai Buruh. Perubahan pendekatan ini dibentuk atas modifikasi
kebijakan yang terjadi di masa pemerintahan Partai Buruh sebelumnya. Dimana dilakukan pendekatan korporatisme
ala Wilson dan Callagan di tahun 1964
sampai 1969 dan melakukan filsofi ala pemerintahan Partai Buruh di Inggris di
tahun 1945, di bawah pemerintahan Atlee.
Konsep the third way dari
Giddens ini juga dilakukan dalam berbagai bidang pemerintahan, seperti politik,
state and government, civil society,
kehidupan kebangsaan, perekonomian, konsep welfare
state, dan the global order.[3]
Tulisan ini akan membahas bagiamana implementasi konsep the third way yang dimiliki oleh Partai
Buruh dalam penetapan kebijakan luar luar negeri Inggris terhadap
penyatuan moneter Eropa pada masa pemerintahanya tahun 1997-1998. Dipilihnya kasus ini dinilai
oleh penulis sebagai suatu hal yang menarik, karena kita dapat memahami
bagaimana pengimplementasian konsep the
third way memberikan pengaruh
terhadap kehidupan perpolitikan Inggris melalui kebijakan yang dihasilkan oleh
Partai Buruh.
“Implementasi Konsep The Third Way Partai Buruh Inggris dalam Penetapan Kebijakan Luar Negeri Inggris terhadap Penyatuan
Moneter Eropa tahun 1997-1998”
II. 1 Sejarah Partai Buruh Inggris[4]
Partai Buruh Inggris telah terbentuk
sejak tahun 1900, dalam keadaan perkembangan pesat pemikiran sosialime dan
buruh menjadi pusat perhatian karena dinilai mudah menjadi sasaran ekslpoitai
pemilik modal. Sehingga, dibentuklah
suatu kelompok dengan nama Labour
Representation Committe (LRC) yang diharapkan dapat memberikan perhatian kepada
buruh dan mampu menyampaikan aspirasi kaum buruh dalam pemerintahan, kemudian
beberapa kelompok masyarakat, seperti the
Fabians, the Independent Labour Party, serta Social Democratic Federation ikut serta dalam komite tersebut dan
pada tahun 1900 barulah LRC berubah menjadi Partai Buruh (Labour Party).[5]
Tujuan awal Partai Buruh Inggris bukanlah
untuk membentuk pemerintahan, tetap sebagai kelompok penekan pemerintahan,
sehingga diharapkan mampu melahirkan kebijakan yang mendukung kepentingan kaum
pekerja. Namun setelah perkembanganya
pada tahun 1918 partai buruh lahir sebagai partai nasional dengan anggaran dan
menekankan tujuan-tujuan sosialisme dengan dukungan berbagai serikat buruh
Inggris, kemudian lahirlah istilah labourism.
Mengawali perkembangannya,
terdapat perbedaan pandangan di dalam tubuh Parti Buruh. Golongan Labourism
bertujuan memperbaikai standar hidup kelas pekerja, serta hanya mengutamakan
kepentingan kelas tersebut, sedangkan Labour Socialisme memiliki harapan
menciptakan suatu masyarakat yang baru, dan pemerintahan yang didirikan
kelompok sosialis bekerja demi kepentingan semua golongan masyarakat, tanpa
mengutamakan kepentingan kelas tertentu.
Dalam perkembanganya, Labourism
tidak banyak memberikan pengaruh dalam kebijakan-kebijkaan yang dikeluarkan
Partai Buruh, karena tidak memberikan program kerja yang spesifik.[6] Sehingga, pada perjalananya menimbulkan
beberapa konflik kepentingan. Tahun 1924
partai buruh menolak untuk mendukung aksi mogok pekerja transportasi. Demikian juga ketika terjadi mogok
besar-besaran pada tahun 1926, Pemerintah Partai Buruh terlihat tidak membantu
para buruh. Partai Buruh lebih mementingkan
kepentingan nasional dibandingkan dengan kepentingan buruh sehingga dalam
perjalananya menimbulkan konflik internal partai yang menyebabkan kekalahan
partai dalam pemilihan berikutnya.
Terdapat beberapa ciri penting dari Partai Buruh Inggris, yaitu:[7]
1. Menempuh
cara-cara parlementer dalam mencapai tujuannya, sehingga tindakan ekstra
parlementer dianggap tidak sah dan tidak dibenarkan.
2. Sosialisme
yang dibuat Partai Buruh tidak mengandung doktrin tanpa kelas (classless doctrine), dan tidak ditujukan
bagi suatu kelas atau suatu golongan tertentu dalam masyarakat. Sosialisme Partai Buruh juga tidak mengenal
perjuangan kelas yang pada akhirnya dimenangkan oleh kelas buruh.
3. Cara
utama dalam mencapai tujuan Partai Buruh adalah melalaui pemilikan publik dan tindakan
pemerintah (state action) secara
umum.
Anggaran Dasar partai Buruh disusun
pada tahun 1918, dengan dua ketetapan utama,
yaitu:
1. Membuka
keanggotaan individual di daerah pemilihan lokal untuk menambah keanggotaan
organisasi yang sudah ada.
2. Tujuan
utama Partai Buruh sebagai partai sosialis, tercantum dalam Klausal IV, Bagian
V dari Anggran Dasar Partai, isinya:[8]
“to secure for the producers by hand and by brain the full fruits of
their industry, and the most equitable distribution there of that may be
possible, upon the basis of the common ownership of the means of production and
the best obtainable system of popular administration and control of each
industry and service.”
“Mengamankan
segala hasil industri bagi para produsennya, baik dengan tangan maupun dnegan
akal pikiran, dan distribusi yang dianggap paling adil, atas dasar kepemilikan
bersama alat-alat produksi, dan sistem administrasi masyarakat yang paling baik
yang dapat dilaksanakan serta kendali atas industri dan jasa.”
Tahun 1945, pemerintahan Partai Buruh
yang terpilih dan berhasil menguasi mayoritas parlemen. Dengan bekal ini, partai buruh menasionalisai
beberapa sektor industri, sehingga mampu menyediakan lapangan kerja penuh (full employment) dengan menggunakan
teknik manajemen pemerintah (demand
managment tachniques) dari Keynes. Kelak pola kebijakan seperti ini akan
dipertahankan oleh Partai Buruh lainnya.
Selanjutnya, pada tahun 1951, muncul
perdebatan ideologi dalam Partai Buruh. Satu sisi terdapat golongan revisionis
dipimpin oleh Hugh Gaiskell dan Tony Crosland yang menginginkan adanya prinsip
ekonomi campuran. Di sisi lain, terdapat golongan fundamentalis yang tokohnya
adalah Aneurin Bevan yang mana akhirnya pemikiran dari golongan revisionis
menjadi gagasan partai Buruh pada tahun 1960 terutama dalam hal perencanaan
ekonomi campuran.
Program Partai Buruh di era 1970-an
menunjukan kecenderungan soialisme radikal, di antaranya adanya tuntutan untuk
aksi kela (class-baed action) dan
mendukung aktivita ekstra-perlementer. Tokohnya adalah Tony Benn dan
kecenderungan Partai Buruh untuk menjadi semakin ke-kiri-an didukung dengan
dikeluarkanya Program Partai Buruh Tahun 1973 (Labour’s Programme 1973) yang intinya adalah perluaan nasionalisasi
segala jenis industri.
Kemenangan pada Pemilu 1997 dan munculnya Tony Blair menjadi pembaharuan
tidak hanya dalam tubuh partai Buruh tapi juga perpolitikan Inggris. Untuk selanjutnya beberapa dasar pemikiran
yang dijadikan pedoman untuk mengambil kebijakan oleh Partai Buruh, yaitu:[9]
1. Berkaitan
dengan sektor swasta, menolak
perspektif bahwa kekuasaan terpusat oleh negara merupakan cara menuju
keberhailan ekonomi Inggris, sehingga perlu adanya partisipasi aktif dari
masyarakat dan sektor swasta.
2. Berkaitan
dengan masalah insentif. Perkembangan pasar yang dinamis harus diikuti
dengan pemberian insentif dan penghargaan pribadi untuk mendorong keberanian
dan jiwa kepemimpinan dalam diri Buruh.
3. Berkiatan
dengan kepemilikan modal, buruh umum
tidak melihat kepemilikan umum sebagai satu-satunya hal paling penting dalam
perekonomian.
4. Berkaitan
dengan Serikat Buruh, bagi Partai
Buruh bBru eknomi modern dan tenaga kerja efisien haru dimotivasi,
berpendidikan dan diperlakukan sebagai mitra kerja dalam perusahaan.
5. Dalam
kaitanya dengan Pengeluaran Negara,
Partai Buruh Baru menginginkan pengeluaran yang produktif secara eknomi dan
sosial. Hal terpenting adalah bukan
seberapa besar pengeluaran digunakan tapi bagaimana pengeluaran itu digunakan.
6. Dalam
hal Peran Negara, tidak ingin
timbulnya sentraliasi negara dalam hal penyelesaian masalah ekonomi dan sosial
tetapi warga negara harus berperan aktif, dengan cara pembentukan organisasi
masa yang berifat sukarela dan partisipasi massa yang lebih aktif, serta kerja
pemerintah lokal yang lebih efektif.
7. Berkaitan
dengan masalah Uni Eropa terutama Penyatuan Ekonomi Moneter Eropa. Partai
Buruh Baru meyakini bahwa dengan bergabung dalam Uni Eropa, pemerintah dapat
menambah kemampuan politisnya untuk menangani masalah-masalah kepentingan umum
yang melampaui kemampuan negaranya, seperti pemansan global, pencegahan perang
dan sebagainya.
Point yang ke-7 (tujuh) inilah yang akan
menjadi pembahasan utama dalam makalah. Keputusan bergabungnya Partai Buruh
kedalam Penyatuan Ekonomi Moneter Eropa adalah implementasi dari konsep The Third Way sebagaai cabang dari salah
satu prinsip Partai Buruh yaitu Persamaan (equality)[10]
yang berarti bahwa memberikan kesempatan pemerataan sosial dan ekonomi kepada
masyarakat Inggris melalui penggabungan Inggris dalam Penyatuan Ekonomi Moneter
Eropa.
Berdasarkan
bagan struktur organisasi di atas dapat dijelaskan bahwa Partai Buruh Baru di
Inggris, terdiri dari:[12]
1) Cabang Partai (The Branch), yang
mana anggota cabang terlibat dalam asosiasi warga, karang taruna, klub
olahraga, serikat buruh dan badan-badan lainnya. Sebagian besar waktu pertemuan
digunakan untuk membahas masalah-masalah lokal dan politik nasional; 2) Dewan
Konstituen (Constituency Council)
yang memiliki tanggungjawab menyatukan perwakilan dari seluruh cabang di
konstituen, mengkoordinasikan kerja Partai, menyelenggarakan kampanye di
wilayah pemilihan, menjelaskan kebijakan Partai dan mempromosikan kandidat dari
Partai Buruh; 3) Dewan Eksekutif (Excecutive Board), mengawasi,
mengarahkan dan mengkoordinasikan organisasi dan urusan Partai Buruh; 4) Dewan
Pusat (Central Council) bertanggung
jawab dalam pengembangan, perumusan dan penerbitan kebijakan Partai yang
berorientasi pada hasil musyawarah seluruh Partai mengenai masalah-masalah
kebijakan Partai; 5) Pemimpin Partai dan Wakil Pemimpin (The Party Leader and Deputy Leader) memagang jabatan selama enam
tahun; 6) Partai Parlemen (The
Parliamentary Labour Party) Parlemen
Partai Buruh terdiri dari TDs, Senator, dan anggota parlemen, Partai Pemimpin
dan Wakil Pemimpin dipilih oleh anggota setiap enam tahun. Mereka memiliki tanggung
jawab untuk mengawai implementasi kebijakan dan menentukan poisisi apakah
sebagai Partai dalam oposisi atau menjadi koalisi pemerintah; 7) Konferensi
Nasional (National Conference), Konferensi
adalah unit pembuatan kebijakan partai dan memilih anggota Komite Eksekutif
Nasional, termasuk Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Keuangan dan merupakan
saran laporan pertanggungjawaban; 8) Pemuda Buruh (Labour Youth), terbuka untuk semua anggota berusia 15-25 tahun dan memiliki
konstitusi sendiri dan diatur oleh konferensi pemuda yang bertemu setiap bulan
November; 9) Perempuan Buruh (Labour
Women), Perempuan Buruh aktif mengkampanyekan pencapaian hak-hak perempuan
dan kesetaraan dalam masyarakat; 10) Kesetaraan Buruh (Labour Equality),memiliki tujuan
untuk mengkoordinasikan pihak-pihak yang mengalami ketimpangan dan
diskriminasi; 10) Serikat Buruh Perdagangan (The
Labour Trade Union Group), memiliki tujuan bahwa hak setiap orang untuk
menikmati standar kehidupan dan keadilan yang sama, baik dalam hal hukum,
sosial dan ekonomi dan politik; 11) Kelompok Lain (Other Groups) di antaranya, Partai Buruh adalah Pengacara Partai
Buruh Group , Asosiasi Guru Buruh, dan asosiasi Buruh Pelayanan Sosial.
II. 2.Implementasi
Konsep The Third Way Partai Buruh
Inggris dalam Penetapan Kebijakan Luar Negeri
Inggris terhadap Penyatuan Moneter Eropa tahun 1997-1998.
Implementasi konep the third way tidak dapat terlepas dari pengaruh kemenangan
Partai Buruh Baru yang pada dasarnya merupakan pertimbangan waktu.[13] Keinginan masyarakat untuk merasakan
pemerintahan Inggris yang baru, yang sebelumnya dikuasai oleh pemerintahan Partai
Konservatif selama 18 tahun, menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat
akhirnya memilih parati oposisi ini, yaitu Partai Buruh dalam Pemilu. Hal ini
dapat dilihat dari menurunya dukungan masyarakat terhadapa partai konservatif
dalam kurun waktu 1979-1997. Bahkan
dukungan terhadap Perdana Menteri Thatcer pun menurun yang semula 43% diawal
pemerintahanya menjadi hanya 29% pada tahun 1990. Begitupun dukungan Perdana Menteri John Major yang mengalami penurunan,
yaitu 52% di tahun 1991 menjadi 34% di tahun 1997.[14] Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.1
Persentase Dukungan Masyarakat
Terhadap Pemerintahan Partai Konservatif pada 1979-1997[15]
Tahun
|
Persentase
Dukungan
|
|
Pemerintahan
Konservatif
|
Perdana
Menteri Thatcher
|
|
1979
|
35
|
43
|
1980
|
32
|
39
|
1981
|
25
|
31
|
1982
|
37
|
42
|
1983
|
42
|
49
|
1984
|
38
|
44
|
1985
|
30
|
36
|
1986
|
29
|
32
|
1987
|
39
|
44
|
1988
|
40
|
44
|
1989
|
32
|
37
|
1990
|
27
|
29
|
Tahun
|
Konservatif
|
Major
|
1991
|
33
|
52
|
1992
|
26
|
42
|
1993
|
14
|
23
|
1994
|
12
|
21
|
1995
|
13
|
23
|
1996
|
15
|
26
|
1997
|
25
|
34
|
Menurunya dukungan tersebut
tidak dapat dipisahkan dari peristiwa 16 September 1992 yang lebih dikenal
dengan Black Wednesday yang merupakan
titik point yang menghancurkan
reputasi Partai Konservatif.[16] Di mana pada saat itu
telah menjadikan perekonomian Inggris kacau. Resesi berlanjut dengan penggangguran
meningkat, naiknya pajak masyarakat, melonjaknya suku bunga dan hancurnya pasar
properti di Inggris. Tentu saja hal
tersebut mempermudah Partai Buruh untuk mengambil tempat dalam kampanye 1997
dan aktor penentu kebijakan di Inggris, termasuk kebijakan luar negeri di
tahun-tahun berikutnya.
II. 3
Kebijakan Luar Negeri Inggris terhadap Penyatuan Moneter Eropa Tahun 1997
Pada awal
mula pemerintahanya, Partai Buruh Baru dengan Tony Blair sebagai aktor utama
melakukan kebijakan luar negeri Inggris yang salah satunya adalah Penyatuan
Moneter Eropa. Kebijakan
tersebut, tidak terlepas dari sintesa antara aliran ideologi yang dimiliki
Partai Buruh, yang disebut Anthony Giddens dengan the third way.[17]
Giddens mengatakan bahwa usaha untuk mengimplikasikan konsep the third way ini adalah to develop a frameowrk that could be
contrasted point by point with the two rival doctrine.[18] Robin Cook sebagai Menteri Luar Negeri dan
Gordon Brown sebagai Menteri Keuangan saat itu juga menerapkan konsep the third way dalam pengaplikasian
Kebijakan Luar Negeri Inggris pada tahun 1997.
Maksud dari konsep the third way
adalah upaya Partai Buruh Baru untuk tidak memberlakukan pemisahan yang ketat
antara ideolgi kiri (the left) yang
dianut oleh partai buruh dengan ideologi kanan (the right) yang dijalankan partai konservatif.
Dalam kebijakan
luar negeri Inggris di bawah pemerintahan Partai Buruh pada saat itu sendiri
terdapat 5 (lima) hal yang menandai perubahan kebijakan luar negeri Inggris,
yaitu:[19]
pengembangan identitas internasional baru, menerapkan bahasa diplomat yang
baru, dimensi etis, mengedepankan persoalan hak asasi manusia, dan proses
kebijakan luar negeri yang berpijak dalam konsep widening dan opening. Pemerintahan Partai Buruh Baru berusaha untuk menerapkan kebijakan luar
negei Inggris terhadap Penyatuan Moneter Eropa menjadi lebih kooperatif. Hal tersebut ditunjukan dengan pidato Gordon
Brown sebagai Menteri Keuangan Inggris pada 27 Oktober 1997 mengenai sikap
Inggris terhadap Euro. [20]
“the decision on a single currency is
probably the most important this country is likely to face in our
generation. Yet until now, there has
been no detailed examination by goverment of the practical economic issues of
EMU. There has been no proper
preparation for a decision, because no previous Goverment could agree on
whether they supported it in principle, nor whether there was an overriding
constitutional objection on grounds of sovereignity or not; nor whether, even
if a single currency worked and worked well, the goverment would wish to be
part of it. Forms of words like ‘keeping the option open’ while no preparations
were ever made to render the option practicable have similarly served as
pretest for postponing the hard choice.
So, we conclude that the determining factor as to whether Britain joins a single currency is the
national economic interest and whether
the economic case for doing so is
clear and unambigous”
Dari pernyataan politik Brown tersebut, jelas bahwa posisi pemerintah yang
baru ini, adalah secara prinsipil menyetujui penyatuan Moneter Eropa, karena
adanya satu currency bersama yang sukses adalah hal baik yang patut
dialami oleh Inggris maupun Uni Eropa.[21] Pernyataan politik Brown
ini didasari oleh pemikiran-pemikiran strategisnya menanggapi isu Penyatuan Moneter
Eropa. Pemikiran-pemikiran inilah yang
mejadi landasan bagi Kebijakan Luar Negeri Inggris terhadap penyatuan mata uang
Eropa.[22]
1.
Keuntungan yang diperoleh Inggris
dari keikutsertaanya dalam Penyatuan Moneter Eropa sudah jelas, oleh karena itu
Inggris akan mendukung setiap kesuksesan yang diperoleh oleh sistem yang baru
ini bagi Uni Eropa, maupun bagi Inggris.
2.
Dengan menerapkan kebijakan ekonomi
yang sama antara negara-negara anggota Uni Eropa, berarti sudah terjadi
penyatuan kedaulatan eknomi masing-masing negara. Kendala Inggris adalah berkaitan dengan
konstitusional, karena hal tersebut tidak diperbolehkan, akan tetapi menurut
Gordon Brown hal tersebut bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan, oleh
karena itu Partai Buruh memutuskan dengan terbuka, dan apabila sukses Inggris
akan ikut bergabung.
3.
Prinsip ketiga berkaitan dengan
masyarakat Inggris sendiri, karena dampak yang dirasakan oleh masyarakat
Inggris akan sangat besar, maka putusan pemerintah harus didasarkan referendum
dan masyarakat harus setuju dalam hal ini.
Berdasarkan
ketiga prinsip yang menjadi dasar kebijakan luar negeri Inggris terhadap
penyatuan mata uang maka pemerintah Partai Buruh Ingris memberlakukan kebijakan
wait and see. Di mana pemerintahan
Tony Blair mengajukan satu kondisi yang harus dipenuhi apabila Inggris
bergabung dengan penyatuan Moneter Eropa ini, yaitu jika keuntungan ekonomis
diadaptasinya Euro sudah jelas dan tidak meragukan lagi[23] terhadap beberapa aspek,
di antaranya: 1) Konvergensi yang stabil antara mata uang Inggri dan mata uang
bersama tersebut; 2) Terjadinya fleksibilitas untuk menangani
perubahan-perubahan yang terjadi dalam ekonomi dometik; 3) Dampaknya kepada
investasi negara, industri jasa keungan dan ketenagakerjaan.
Jika kriteria terebut
terpenuhi dalam kurun waktu 1999-2000, maka Inggris bersedia untuk ikut serta dalam
penerapan mata uang tersebut. Hal tersebut juga didasarkan pada referendum di
tingkat pemerintah, parlemen dan masyarakat diterima, sehingga dalam konteks
fenomena di atas, Pemerintahan Partai Buruh Baru Inggris secara diplomatis mengungkapan
bahwa peluncuran Euro diawal tahun 1999 bukanlah prioritas utama, akan tetapi
pada pemilihan selanjutnya pada tahun 2002, sehingga pemerintah akan bekerja
keras untuk memajukan sektor binis dan merubah opini publik yang menentang
penyatuan mata uang tersebut.
II.4 Implementasi
Kebijakan
Luar Negeri Inggris
terhadap Penyatuan Moneter Eropa pada Masa Pemerintahan Partai Buruh tahun
1997-1998.
Dalam mengimplementaikan
kebijakan luar negeri Inggris terhadap Penyatuan Moneter Eropa, Inggris pada
Masa Pemerintahan Partai Buruh melakukan beberapa persiapan yang dilakukan,
yaitu:[24]
1.
Mulai melakukan sosialisasi kepada
mayarakat tentang penerapan Euro di Inggris dengan menginformasikan perjanjian
transisi yang dilakukan dan bentuk erta jenis mata uang euro.
2.
Seluruh kalangan bisnis ikut serta
melakukan persiapan dan memberlakukan Euro, dengan cara menghitung omset dagang
dalam Euro.
3.
Pemerintah bekerjasama dengan
pembisnis dalam megimplementasikan kebijakan tersebut dan mengikutsertakan
kalangan bisnis dalam parlemen.
Pada prakteknya, Pemerintah
bekerjasama dengan Governor of the Bank
of England dan Presiden Confederation of Britih Industry (CBI), serta President Board of Trade, President of
Asociation of British Chamber of Comerce, membentuk Komite Bersama sebagai
upaya penyatuan mata tersebut, yang dikenal dnegan European Business Preparation,[25] serta institusi lain
dengan tujuan yang tidak jauh berbeda, yaitu Euro Preparation Unit (EPU).[26] Meskipun demikian,
mengingat durasi singkat yang dialami pemeirntahan Partai Buruh Inggris, wajar
jika implementai kebijakan luar negeri terebut pada masa itu masih belum
maksimal. Karena perlu dipahami pula bahwa perkembangan perekonmian di
negara-negara Uni Eropa tidak merata dan hal tersebut juga menjadi kendala
bagai Inggris di masa pemerintahan Partai Buruh tersebut.
III.
Kesimpulan
Keputusan bergabungnya Partai Buruh kedalam
Penyatuan Ekonomi Moneter Eropa adalah implementasi dari konsep The Third Way sebagaai cabang dari salah
satu prinsip Partai Buruh yaitu Persamaan (equality)[27]
yang berarti bahwa memberikan kesempatan pemerataan sosial dan ekonomi kepada
masyarakat Inggris melalui penggabungan Inggris dalam Penyatuan Ekonomi Moneter
Eropa. Melalui kebijakan ini, Partai
Buruh yang memegang kendali pemerintahan saat itu berharap bahwa setiap
individu memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh penghidupan yang layak,
baik dari segi ekonomi maupun sosial.
Daftar Pustaka
Sumber Buku:
King,
Anthony. Why Labour Won-at last. New
Labour Tiumphs: Brittain the Polis.
New Jearsy: Chantam House Pub. Inc., 1997.
Norton,
Philip. The British Politiy Third Edition.
Longman Publishing Group: University of
Hull, 1994.
Pamudji,
S. Prof. Drs. MPA. Perbandingan `Pemerintahan. Jakarta:Bumi Aksara, 1994.
Masoed,
Mohtar dan Colin McAnrews. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2001.
Sumber Skripsi (tidak dipublikasikan)
Pandjaitan,
Yolanda. Faktor-Faktor yang Mendorong Kemenangan Partai Buruh Inggris pada
Pemilu 1997. Depok: Universitas Indonesia, 1999.
Setianingsih,
Irene. Kebijakan luar negeri Inggris
terhadap penyatuan moneter eropa (pada masa pemerintahan partai Buruh, Juni
1997-Juni 1998. Depok: Universitas
Indonesia, 2000.
Sumber Website:
Collins,
Ray. Labour Party Rule Book 2010. http://www.leftfutures.org/wp-content/uploads/2011/02/Labour-Party-Rule-Book-2010.pdf diakses pada Sabtu, 28 September
2013; Pukul 14.18 WIB.
Labour Party. History of Labour Party. http://www.labour.org.uk/history_of_the_labour_party. Diakses pada Jumat, 27 September 2013; Pukul
12.59 WIB
Labour Party. Our Party Principles http://www.labour.ie/principles/. Diakses
pada Sabtu, 28 September 2013; Pukul 09.14 WIB.
Labour Party. Party structure. http://www.labour.ie/party/structure/.
Diakses pada Jumat, 27 September 2013; Pukul 05.05 WIB.
Sumber Journal:
Nicholas J. Wheeler and Tim Dunne. Good
International Citizenship a Third Way for British Foeign Policy,
International Affairs, Vol. 14. No. 4.
Anneony Vlair and the New Left dalam
Foreign Affair vol. 76, No. 2 March/April 1997, hlm. 55-56.
Beyond Left and
Right. The Economist, 2 Mei 1998.
Survey of Current
Affairs, vol. 32, no. 11, November 1997.
[1] Beyond Left and Right. The
Economist, 2 Mei 1998. Hlm 26 dalam skripsi Irene Setianingsih. Kebijakan luar negeri Inggris terhadap
penyatuan moneter eropa (pada masa pemerintahan partai Buruh, Juni 1997-Juni
1998). Hlm. 110.
[2] Nicholas J. Wheeler and Tim
Dunne. Good International Citizenship a Third Way for British Foeign Policy,
International Affairs, Vol. 14. No. 4 dalam skripsi Irene Setianingsih. Ibid.,
[3] Ibid.,
[4] Skripsi Yolanda Pandjaitan. Faktor-Faktor
yang Mendorong Kemenangan Partai Buruh Inggris pada Pemilu 1997 dan History of Labour Party. http://www.labour.org.uk/history_of_the_labour_party. Diakses pada Jumat, 27 September 2013; Pukul
12.59 WIB
[5] Garner and Kelly. hlm. 133 dalam
skripsi Yolanda Pandjaitan. Ibid., hlm. 28
[6]
Ibid.,
[7] Garner and Kelly, hlm. 113 dalam
skripsi Yolanda Pandjaitan. Ibid., hlm. 29.
[8] Ibid., hlm. 31.
[9] Anneony Vlair and the New Left
dalam Foreign Affair vol. 76, No. 2 March/April 1997, hlm. 55-56. Dalam skripsi
Irene Setianingsih. Op. Cit., hlm.
122.
[10] Labour Party. Our Party Principles http://www.labour.ie/principles/.
Diakses pada Sabtu, 28 September 2013; Pukul 09.14 WIB.
[11] Philip Norton. The British Politiy Third Edition
(Longman Publishing Group: University of Hull, 1994), 131.
[12] Party structure. http://www.labour.ie/party/structure/. Diakses pada Jumat, 27 Septembe3 2013; Pukul 05.05 WIB.
[13] Anthony King. Why Labour Won-at last. New Labour Tiumphs:
Brittain the Polis (New Jearsy: Chantam House Pub. Inc., 1997), hlm. 178.
[15] Anthony King. Ibid., hlm. 182
[16] Anthony King. Ibid., hlm. 183.
[17] Beyond Left and Right. The
Economist, 2 Mei 1998. Hlm 26 dalam skripsi Irene Setianingsih. Kebijakan luar negeri Inggris terhadap
penyatuan moneter eropa (pada masa pemerintahan partai Buruh, Juni 1997-Juni
1998). Hlm. 110.
[18] Nicholas J. Wheeler and Tim
Dunne. Good International Citizenship a Third Way for British Foeign Policy,
International Affairs, Vol. 14. No. 4 dalam skripsi Irene Setianingsih. Ibid.,
[19] Dalam skripsi Irene Setianingsih. Kebijakan luar negeri Inggris terhadap
penyatuan moneter eropa (pada masa pemerintahan partai Buruh, Juni 1997-Juni
1998). Hlm. 112.
[20] Survey of Current Affairs, vol.
32, no. 11, November 1997, hlm. 417-418 dalam skripsi Irene Setianingsih. Ibid., hlm. 122.
[21] Peter Mandelson. Op. Cit., hlm. 57 dalam Skripsi Irene
Setianingsih., hlm. 124.
[22] Lihat Survey of Current Affairs,
vol. 32, no. 11, hlm.419 dalam Ibid.,
hlm. 122-123.
[23] Kriaty Hughes dan Edward Smith. Ibid., hlm. 123-124.
[24] Peter Mandelson. hlm. 169 dalam
Skripsi Irene Setianingsih. Ibid., hlm. 127.
[25] Ibid., hlm. 420.
[26] Ibid., hlm. 421.
[27] Labour Party. Our Party Principles http://www.labour.ie/principles/.
Diakses pada Sabtu, 28 September 2013; Pukul 09.14 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar