PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepulauan Diaoyu
atau Senkaku adalah gugusan kepulauan tidak berpenghuni di Laut Cina Timur,
letaknya sekitar timur-laut Taiwan dan barat-daya Okinawa. Kepulauan ini
terdiri dari delapan pulau yang terdiri atas lima pulau kecil dan tiga pulau
batu karang.[1] Nama
Kepulauan Senkaku atau kepulauan Diaoyu sudah tercatat dalam literatur Cina
semenjak abad ke 15, saat itu nama kepulauan ini adalah Daiyou dalam bahasa
Cina atau Uotsuri dalam bahasa Jepang yang sama-sama memiliki arti
"memancing". Dalam
perkembanganya, kepulauan Diayou atau Senkaku ini kemudian menjadi perebutan antara
negara Jepang dan Cina.
Semula, dalam
periode 1895-1967 tidak ada permasalahan terkait kepulauan Senkaku dari negara
Cina. Akan tetapi, kemudian pada tahun 1971 Cina mengklaim bahwa secara fakta
historis, kepulauan Senkaku adalah milik Cina sejak abad ke 15 pada masa
Dinasti Qing, setelah dipublikasikanya sumber daya alam di kepulauan Senkaku
oleh PBB pada tahun 1969. Yang mana hasil
penelitian UNECAFE (United Nations
Economic and Social Comission Asia and Far East) sebagai bagian dari badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1968 Selain UNCAFE dan beberapa
penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Jepang, Korea, dan Taiwan, di
dasar laut dekat Kepulauan Senkaku diketahui terdapat kandungan minyak yang
besar dan kandungan Sumber daya hidrokarbon. Hidrokarbon berasal dari bahan
bakar fosil atau batu bara, minyak bumi, dan gas [2] yang dapat menghasilkan bensin,
bahan bakar diesel, minyak pemanasan, minyak pelumas, lilin, aspal, plastik,
tekstil, bahkan bahan kebutuhan farmasi. Dalam tingkat pengolahan yang berbeda,
unsur ini mampu menghasilkan berbagai komoditi kebutuhan penting bagi manusia.[3]
Persengketaan
perebutan Pulau Senkaku atau Daiayo berkembang menjadi isu internasional.
Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda, dalam pertemuan dengan Obama sepakat
untuk mengajak Cina ke mahkamah internasional guna memecahkan sengketa Pulau
Senkaku tersebut. Namun Cina untuk kesekian kalinya menolak ajakan tersebut karena
menurut Cina Pulau Senkaku adalah milik Cina, sehingga tidak perlu membawa
masalah tersebut ke Mahkamah Internasional. Hal tersebut menimbulkan ketegangan
diantara kedua negara.[4] Konflik persengkataan perebutan Pulau Senkaku atau Diaoyo hingga saat ini
belum selesai dan semakin menegang antara kedua negara, terutama di Cina. Ketegangan
terlihat dengan adanya unjuk rasa anti-Jepang secara terus menerus lebih dari
10 hari degan sedikitnya 125.000 partisipan unjuk rasa dan menjadi kerusuhan
anti Jepang terbesar dengan melakukan aksi turun ke jalan umum di lebih 100
kota di Cina. Mereka merusak berbagai tempat serta barang yang berbau Jepang.[5] Sedangkan
masyarakat Jepang cenderung sangat meyakini bahwa hakikatnya kepulauan Senkaku
adalah milik Jepang tanpa perlu diperdebatkan[6] atas dasar perjanjian San Francisco Peace Treaty bahwa Pasca
kemenangan Amerika atas Jepang di Perang Dunia II dinyatakan bahwa Kepulauan
Senkaku dan Okinawa dikembalikan ke Jepang, oleh karenanya Jepang berhak atas
Kepulauan Senkaku.
Oleh
karena itu, berdasarkan pemafaran di atas, dengan menggunakan teori
geostrategi, konsep kepentingan nasional dan game teori, menarik bagi penulis
untuk mengidentifiksi bagaimanakah kepentingan nasional Jepang dalam kasus
sengketa kepulauan Senkaku dengan Cina pada tahun 1971-2013.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang akan menjadi
pembahasan dalam makalah ini adalah:
“Bagaimanakah kepentingan nasional Negara
Jepang dalam kasus sengketa Kepulauan Senkaku dengan Cina (Periode 1971-2013)?
1.3 Kerangka teori
Dalam membahas persoalan di atas,
digunakan beberapa teori yan digunakan untuk menganalisa terjadinya sengketa teritorial
antara Jepang dan Cina di Kepulauan Senkaku.
Adapun teori yang digunakan adalah teori Geopolitik dan
Konsep Kepentingan Nasional.[7]
Dimana teori yang digunakan memiliki keterkaitan untuk menjelaskan
bagaimana konflik di Kepulauan Senkaku yang menyebabkan perselisihan antara Jepang
dan Cina diantara batas kedua negara tepatnya di sekitar Laut Cina Timur yang
kaya akan sumber daya alam sehingga menguntungkan bagi kepentingan nasional
kedua negara.
1.3.1 Geostrategi
Geostrategi merupakan bagian dari
geopolitik dan kebijakan luar negeri yang didasarkan pada faktor geografi.
Lebih jelasnya, segala kegiatan politik dan perencanaan militer dalam
geostrategi lebih mengedepankan faktor-faktor geografi. Sama seperti konsep
kebijaksanaan luar negeri lainnya, Geostrategi adalah sebuah konsep yang
terkait dengan SDA suatu negara (baik secara luas maupun terbatas) dan juga dengan
objek geopolitik (baik itu lokal, regional maupun global).
Menurut Karl Haushofer teori Geostrategi
merupakan strategi dalam memanfaatkan kondisi geografi negara untuk menentukan
tujuan serta kebijakan. Geostrategi merupakan pemanfaatan lingkungan untuk
mencapai tujuan politik.[8]
Geostrategi dapat berfungsi berdasarkan
norma, mendukung kebijakan luar negeri yang berdasarkan pada faktor geografi,
analitis, dan juga menggambarkan bagaimana kebijakan asing dapat ditentukan
oleh geografi. Selain itu, geostrategi juga dapat memprediksi tentang kebijakan
politik luar negeri suatu negara, yang berdasarkan pada faktor-faktor geografi.
Geostrategi merupakan cabang dari Geopolitik, namun keduanya memiliki
pendekatan yang berbeda walaupun dasar yang digunakan itu sama yaitu geografi.
Dan perlu untuk diketahui bahwa geopolitik menggambarkan kombinasi antara
faktor-faktor geografi dan faktor-faktor politik untuk menentukan serta
menetapkan kondisi suatu wilayah ataupun suatu negara, dan mengetahui pengaruh
geografi pada politik, sedangkan geostrategi adalah teori yang menggabungkan
antara pertimbangan dan perhatian strategis dengan geopolitik. Geostrategi juga
sangat relevan untuk dipakai disemua hal atau masalah yang membutuhkan
pendekatan dari geostrategi, seperti tujuan nasional suatu negara, kekuatan
Sumber Daya Alam, faktor-faktor teknologi yang dapat mempengaruhi semua bidang
seperti dibidang ekonomi, politik, militer, budaya, termasuk juga masalah
sengketa yang terjadi pada kepulauan Senkaku antara Jepang dan China.
Selain itu geostrategi juga merupakan
kebijakan luar negeri suatu negara yang mengarah pada geografi. Lebih tepatnya
lagi, geostrategi memberikan gambaran tentang konsentrasi suatu negara atas
usahanya untuk merancang kekuatan militer dan mengarahkan aktivitas diplomatik.
Dan dasar asumsi ini adalah bahwa setiap negara memiliki keterbatasan sumber
daya dan juga kemampuan, sekalipun mereka rela, untuk melakukan suatu kebijakan
luar negeri. Namun, sebagai gantinya mereka harus memusatkannya pada segi politik
dan dari segi militer pada suatu area yang spesifik di dunia ini.
Seperti yang dikatakan oleh Napoleon
menegaskan bahwa, "politik dari negara-negara melekat dengan geografi
mereka." Dan menurut Bismarck yang mengatakan bahwa, "yang tidak
pernah berubah dalam politik negara-negara adalah geografi." Sedangkan
Spykman juga menyimpulkan bahwa, "para diktator berlalu, namun gunung-gunung
selalu berada di tempatnya yang sama."[9]
Dala konteks persengketaan yang terjadi
antara Jepang dan Cina yang disebabkan oleh perebutan sebuah kepulauan yaitu
Kepulauan Senkaku, itu merupakan hal yang wajar karena kita ketahui bahwa
terkadang dalam melakukan suatu persengketaan untuk mewujudkan suatu tujuan
nasional suatu negara tidak selalu terpatok pada kekuatan militer saja atau
hal-hal yang lainnya tetapi bisa juga unsur-unsur geografis seperti kandungan
yang ada didalam suatu daerah disekitar wilayah Kepulauan Senkaku menjadi penyebabnya.
Oleh karena itu segala kebijakan politik luar negeri keduanya tidak akan
terlepas begitu saja dari bayang-bayang faktor geografi seperti ukuran, lokasi,
iklim, dan topografi dan termasuk pula di dalamnya pengaruh Kepulauan Senkaku.
1.3.2 Konsep Kepentingan
Nasional
Selanjutnya untuk lebih memperjelas konflik
antara Jepang dan Cina yang sama-sama mengklaim bahwa Kepulauan Senkaku atau
Diaoyutai merupakan bagian dari wilayah mereka, maka akan digunakan konsep
kepentingan nasional dari Hans J. Morgenthau. Pemikiran Morgentahu di dasarkan
pada premis bahwa strategi diplomasi harus didasarkan pada kepentingan
nasional, bukan pada alasan-alasan moral, legal dan ideologi yang dianggapnya
utopis bahkan berbahaya. Morgentau menyatakan
bahwa kepentingan setiap negara adalah mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang
bisa membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain.
Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini bisa diciptakan melalui teknik-teknik
paksaan maupun kerjasama.[10] Menurut
Morgenthau, dari tujuan-tujuan umum ini para pemimpin suatu negara bisa
menurunkan kebijaksanaan-kebijakasanaan spesifik terhadap negara lain, baik
bersifat kerjasama maupun konflik.[11]
Sedangkan menurut Roy Olton dan Jack C.
Plano, untuk mencapai tujuan nasional luar negeri, perlu dipertimbangkan juga
kekuatan nasional yang dimiliki. Adapun elemen-elemen dari kepentingan nasional
mencakup pertahanan diri (self preservation), kemandirian (independence),
integritas teritorial (territorial integrity), keamanan militer, dan kemakmuran
ekonomi (economic wellbeing).[12]
Setiap negara bangsa mempunyai cara-cara
yang berbeda untuk mewujudkan kemampuan minimal negaranya dan masing-masing
memiliki prioritas yang berbeda-beda dalam beberapa hal fisik, politik dan
kulturalnya, sehingga salah satu kepentingannya akan menonjol dari yang lain.
Baik dalam segi pertahanan maupun ekonomi.
Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa
kepentingan nasional dari seluruh sistem nilai yang digeneralisasikan pada
keseluruhan kondisi yang dihadapi oleh suatu negara terhadap negara lain.
Kepentingan nasional juga merupakan faktor penting bagi setiap negara dalam
melaksanakan politik luar negeri, dimana tidak hanya menentukan pilihan dalam
pengambilan keputusan bagi pertimbangan strategis untuk menghadapi adanya
ancaman tetapi juga akan menentukan pilihan skala prioritas politik luar negeri
suatu negara.[13]
Setiap pemerintahan di dunia pada umumnya
mempunyai tujuan untuk memajukan dan mengembangkan kepentingan ekonomi negaranya.
Tujuan yang meliputi upaya peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat
merupakan hal utama dalam politik luar negerinya.
Kepulauan Senkaku memiliki sumber daya
alam yang sangat banyak,dan hal itulah yang menyebabkan mengapa kedua negara Jepang
dan Cina sama-sama bersikeras untuk mempertahankannya. Hal ini terbukti ketika
belum diadakannya dan dipublikasikannya penelitian tentang kandungan sumber daya
alam di kepulauan Senkaku, kepulauan tersebut tidak pernah sekalipun disorot
baik oleh berita maupun negara-negara disekitarnya, termasuk juga AS.
Kepulauan Senkaku dianggap sebagai sebuah
kepulauan yang tidak berpenghuni dan tidak mempunyai makna apa-apa. Namun
setelah dipublikasikannya sebuah penelitian tentang adanya sumber daya alam
yang sangat banyak terutama minyak bumi yang ada di kepulauan Senkaku pada tahun
1970, maka pada saat itulah awal terjadinya sengketa antara negara-negara yang
ada disekitar kepulauan Senkaku, negara-negara itu adalah China dan Jepang.
1.4
Metode Penulisan
Metode penelitian yang dilakukan
adalah penelitian kualitatif yang bertujuan mengambarkan atau melukiskan
keadaan subjek dan objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan
lain-lain).[14]
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang datanya adalah data-data kualitatif,
umumnya dalam bentuk narasi.[15]
Menurut Lofland dan Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif
adalah seperti dokumen dan lain-lain.[16]
Adapun dalam penyusunan makalah
ini menggunakan studi kasus atau penelitian kasus yang merupakan penelitian
yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan
personalitas.[17] Studi
kasus dari lokasi penyusunan makalah ini berkaitan dengan permasalahan
kepulauan Senkaku antara Jepang dan Cina.
Keterbatasan dari makalah ini, adalah terbatasanya data dan informan sebagai
sumber data primer dalam analisa masalah.
Sehingga kesulurahan data dan informasi yang terdapat dalam makalah ini
didasarkan pada sumber sekunder, berupa buku teks, journal, skripsi dan website.
PEMBAHASAN
II.1 Periodisasi
Klam terhadap Pulau Senkaku
Berikut ini ialah
alur sejarah serta peristiwa mengenai Pulau Senkaku yang coba ditampilkan oleh
penulis, berkaitan dengan perseteruan antara Jepang dengan Cina mengenai
kepemilikan dari Pulau Senkaku itu sendiri.
Diawali pada tahun
1885, saat zaman Restorasi Meiji, Pemerintahan Jepang melakukan survei terkait
Pulau Senkaku. Hasil dari penelitian tersebut menytakan bahwa Pulau Senkaku
tidak ada pemiliknya. Menteri dalam negeri Jepang kemudian mengajukan
permintaan resmi, agar pulau tersebut dimasukkan ke Jepang.
Pada awal tahun
1894 sampai awal tahun 1895, Pulau
Senkaku masih merupakan pulau yang tidak bertuan dan berpenghuni. Selain itu,
semua orang pun tidak ada yang tertarik terhadap Pulau Senkaku. Atas kondisi tersebut,
Jepang pun menganggap Pulau Senkaku sebagai miliknya dan mengumumkan secara
resmi kepemilikan Pulau Senkaku pada saat Perang Cina-Jepang dan kemenangan
Jepang atas Cina pada 14 Januari 1895. Tiga bulan kemudian, terdapat
penandatanganan Pakta Shimonoseki, pakta perdamaian penghentian perang dan
pengakuan Cina kalah terhadap Jepang. Jepang pun membuat tanda di Kubajima
(Pulau Kuba) dan Uotsurijima (Pulau Uotsuri) sebagai tanda pulau tersebut milik
Jepang. Namun keputusan politik ini sendiri barulah terungkap pada tahun 1950.[18]
Sejak tahun 1930,
Pemerintah Jepang memperkenankan swasta yaitu keluarga Jepang bernama Tatsuhiro
Koga untuk membeli dan mengelola pulau tersebut serta membayar pajak sekitar 24
juta yen kepada pemerintah Jepang setiap tahunnya. Setelah berakhirnya Perang
Dunia II (1945), Pulau Senkaku beserta Pulau Okinawa diambil alih oleh pihak
Amerika Serikat.
Selanjutnya pada
tahun 1969, PBB mengumumkan bahwa di Kepulauan Senkaku banyak sumber alam mineral
dengan nilai sekitar satu triliun dolar AS jika dikelola dengan baik. Karena pengumuman dari PBB inilah, pulau yang
tadinya tidak menjadi daya tarisk siapapaun,
kecuali tentunya Jepang, akhirnya menjadi perhatian dunia terutama Cina yang sangat
berambisi untuk menguasai kepualaun Senkaku hingga kini. Survei tersebut
menunjukkan bahwa daerah itu ternyata kaya akan sumber daya hidrokarbon.
Hidrokarbon berasal dari bahan bakar fosil atau batu bara, minyak bumi, dan
gas. Dalam tingkat pengolahan yang berbeda unsur ini mampu menghasilkan
berbagai komoditi kebutuhan penting bagi manusia. Seperti bensin, bahan bakar
diesel, minyak pemanasan, minyak pelumas, lilin, aspal, plastik, tekstil,
bahkan kebutuhan farmasi sekalipun.[19]
Lalu pada tahun
1971, Okinawa termasuk Pulau Senkaku dikembalikan kepada Pemerintahan Jepang.
Kemudian pada tahun 1970-an, kepemilikan Pulau Senkaku berganti dari Keluarga
Koga, dibeli oleh Keluarga Kurihara. Keluarga Koga sendiri sebelumnya membuat
usaha (perikanan) Katsuobushi di pulau tersebut sehingga jumlah penduduk
menjadi sekitar 200 orang. Sidang Keamanan PBB tanggal 20 Mei 1972 memutuskan
Amerika Serikat mengembalikan Okinawa termasuk Pulau Senkaku kepada Jepang.
Sejak lepas dari Amerika Serikat, hingga kini banyak kasus terjadi
persengketaan antara Cina dan Jepang. Cina tidak mengakui bahwa Kepulauan
Senkaku ialah milik Jepang. Persengketaan internasional pun tak terhindari,
muncul penembakan kapal laut antar kedua negara berulang kali. [20]
Senin, 16 April
2012, Gubernur Tokyo, Shintaro Ishihara mengumumkan pada konferensi persnya di
Washington bahwa Pemerintah Daerah Tokyo akan membeli Pulau Senkaku milik Keluarga
Kurihara. Hal ini memicu amarah Cina. Ishihara berhasil mengumpulkan uang
sumbangan suka rela dari masyarakat Jepang dalam empat bulan terakhir sebanyak
1,45 miliar yen. Tapi akhirnya persoalan diambil alih pemerintah pusat Jepang
dan pada 11 September 2012 menandatangani jual beli kontrak dengan Kurihara
dengan harga 2,05 miliyar yen.[21] Dimana
hal ini pun sejalan dengan akan berakhirnya Waktu sewa Pulau ini kepada
pemerintah Jepang Maret 2013.
Hubungan antara
Jepang dan Cina jelaslah memanas akibat sengketa Pulau Senkaku tersebut.
Berbagai tindakan yang dilakukan khususnya oleh Cina semakin menyulutkan
ketegangan yang ada. Terbukti pada 7 September 2010, kapal nelayan Cina
bertabrakan dengan kapal penjaga pantai Jepang di dekat kepulauan Senkaku.
Jepang menangkap kapten kapal nelayan Cina, tapi kemudian membebaskannya. Lalu
ketika pertengahan September 2012, muncul unjuk rasa anti-Jepang di Cina, terus
menerus lebih dari 10 hari. Setidaknya 125.000 partisipan unjuk rasa bahkan
menjadi kerusuhan anti Jepang terbesar, turun ke jalan umum di lebih 100 kota
di Cina. Mereka merusak berbagai tempat serta barang yang berbau Jepang. Unjuk
rasa ini sendiri merupakan reaksi dari masyarakat cina terkait keterangan yang
diberikan oleh Wakil Perdana Menteri Cina terkait Pulau Senkaku yang
dinasionalisasikan oleh Jepang.
Pada 20 November
2012, Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda, dalam pertemuan dengan Presiden
Obama di KTT ASEAN untuk kesekian kalinya mengajak Cina ke Mahkamah
Internasional guna memecahkan permasalahan sengketa Pulau Senkaku. Obama
menyambut baik usulan tersebut. Meskipun demikian, Cina terus menolak ajakan
tersebut dan memnganggap tidak perlu ke Mahkamah Internasional karena
menurutnya pulau itu jelas-jelas milik Cina dan direbut oleh Jepang.
Perseteruan antara
Jepang dan Cina mengenai kepemilikan Pulau Senkaku ini terus berlanjut hingga
tahun 2013. Sebagiamna peristiwa yang terjadi pada Mei 2013, di mana terdapat
laporan dari aparat pantai Jepang yang melaporkan terdapat tiga kapal milik
Pemerintah Cina mamasuki wilayah yang dipersengketakan (Pulau Senkaku).
Meskipun demikian, Jepang tidak mengerahkan aparat keamanannya untuk menghadang
kapal-kapal tersebut. Penyusupan ini menjadi penyusupan terakhir yang dilakukan
kapal Cina ke Jepang. Sebagai reaksi terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh Pemerintahan Cina. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengunjungi pasukan
penjaga pantai yang sedang bertugas di daerah perairan yang menjadi pusat
pertikaian dengan Pemerintah Cina, Juli 2013. Kunjungan ini seperti menegaskan
kembali hak Jepang atas Pulau Senkaku tersebut.
II. 2
Dasar-dasar Klaim Jepang dan Cina atas Kepulauan Senkaku[22]
Jepang dan Cina memiliki klaim yang berbeda atas Kepulauan Senkaku.
Perbedaan klaim-klaim tersebut didasarkan pada pendekatan-pendekatan yang
berfungsi untuk mendukung klaim keduanya atas Kepulauan Senkaku. Adapaun Klaim dari masing-masing negara
dijelaskan sebagai berikut.
II. 2. 1
Klaim Cina
Secara umum klaim China atas Kepulauan Senkaku berdasar pada sejumlah
teori dan beberapa UU yang sah. Dalam klaimnya Cina mengambil pendekatan dari
dua dasar utama, yaitu: a) Pendekatan
pertama adalah pendekatan dengan cara mendapatkan dan menggunakan data-data
agar Cina dapat menunjukkan sejarah kedaulatan Cina yang mengacu pada data-data
dan fakta-fakta sejarah tempo dulu, yaitu pada masa dinasti Ming dan Qing masih
berkuasa disebutkan bahwa Keplauan Senkaku masuk dalam wilayah China; b) Pendekatan kedua adalah sebuah bentuk
pendekatan yang mencoba untuk mencari kelemahan klaim Jepang atas Kepulauan
Senkaku, dan China menggambarkannya dalam dua poin; (1) Jepang lebih dulu
mengakui kedaulatan China, (2) Pengembalian wilayah-wilayah China oleh Jepang
pada akhir Perang Dunia II, wilayah-wilayah China tersebut diperoleh Jepang
sebab kemenangan Jepang pada perang China-Jepang.
Selain itu, terdapat juga sebuah pendekatan yang ditujukan untuk
membalas klaim Jepang atas Kepulauan Senkaku, yaitu bahwa di masa lalu Jepang
secara diam-diam pernah mengakui kedaulatan Cina atas Kepulauan Senkaku, dan
hal itu terjadi sampai dengan abad ke-19. Mengarah pada peta Jepang, dan
didalam peta tersebut Jepang tidak memasukkan Kepulauan Senkaku sebagai bagian
dari wilayah Kerajaan Ryukyu, yang telah dikuasai oleh Jepang. Sedangkan,
didalam sebuah peta yang bernama Sangoku Tsuran Zusetsu, yang dibuat oleh
Hayashi Shihei tahun 1785, pada waktu pemerintahan Tokugawa Shogunatu, masih
berlangsung, dijelaskan juga bahwa Kepulauan Senkaku bukan bagian dari Kerajaan
Ryukyu. Selain itu didalam peta yang diterbitkan oleh Pemerintah Jepang secara
berturut-turut pada tahun 1874 dan 1877, tidak ada satupun yang memasukkan
Kepulauan Senkaku kedalam wilayah Jepang.
Disamping itu, terdapat juga empat poin lainnya sebagai dasar klaim
Cina atas Kepulauan Senkaku, yaitu: pertama,
Cina mengklaim bahwa Ciina telah memiiki data-data yang berupa beberapa
arsip-arsip sejarah dizaman Kerajaan Cina, yang mana arsip-arsip tersebut
menyatakan bahwa sejak tahun 1373 China telah menduduki dan juga menggunakan
serta memanfaatkan Kepulauan Senkaku; Kedua,
Cina menyatakan bahwa pada abad keenambelas disaat Dinasti Ming menguasai
daratan Cina, Kepulauan Senkaku telah dimasukkan kedalam wilayah Cina sebagai
salah satu daerah pertahanan pantai Cina. Ketiga, berkaitan dengan masuknya
Pulau Taiwan kedalam Cina dimasa Dinasti Qing, dan banyaknya nelayan Taiwan
yang memanfaatkan Kepulauan Senkaku, maka Cina menganggap bahwa Cina telah
memanfaatkan Kepulauan Senkaku dengan semaksimal mungkin, sebab Taiwan
merupakan bagian dari wilayah China; Keempat,
Cina menyatakan bahwa Kepulauan Senkaku oleh Kekaisaran Qing telah diberikan
kepada penduduk Cina untuk digunakan sebagai lahan untuk menanam tanaman
obat-obatan. Bagi Cina hal tersebut merupakan suatu tindakan nyata untuk
mempertahankan kedaulatan Cina atas Kepulauan Senkaku.[23]
II. 2. 2 Klaim Jepang
Berbeda dengan Cina, klaim Jepang atas Kepulauan Senkaku tidak
menggunakan pendekatan sejarah masa lalu, Jepang lebih menekankan pada hal yang
terjadi di masa Perang Dunia II dan setelahnya. Meskipun begitu, tidak menutup
kemungkinan akan adanya sedikit hal yang berkaitan dengan sejarah masa lalu.
Pada 8 Maret 1972, Menteri Luar Negei Jepang menyatakan sebuah argumen
yang berisi tentang hak-hak atas kepemilikan Kepulauan Senkaku, yang mana
pendapat tersebut berisi tentang (6) enam poin utama, antara lain:[24] 1)
Kepulauan Senkaku adalah sebuah Kepulauan yang tidak berkepemilikan sejak tahun
1885-1895; 2) pada Keputusan Pemerintah Jepang 14 Januari 1895, Kepulauan
Senkaku dimasukkan dan dinyatakan sebagai wilayah territorial Jepang; 3)
Kepulauan Senkaku tidak termasuk kedalam Perjanjian Shimonoseki pasal 2 (dua);
4) Kepulauan Senkaku menjadi sebuah wilayah yang ada dibawah kekuasaan Okinawa,
dan itu dilakukan secara sah sesuai dengan Perjanjian Okinawa 1971. Dan yang
terakhir; 5) Cina telah memberikan persetujuan atas status Kepulauan Senkaku
sebagai bagian dari wilayah territorial Jepang, hal itu terjadi pada tahun
1952-1970.
Jepang berusaha untuk menggunakan kedaulatannya pada Kepulauan
Senkaku. Jepang juga melihat bahwa Cina melakukan klaim terhadap Kepulauan
Senkaku hanya setelah ditemukannya potensi kandungan SDA yang ada di Kepulauan
Senkaku. Maka, fakta inilah yang mendasari klaim Jepang terhadap Kepulauan
Senkaku beserta tiga pendukung lainnya, dan tiga pendukung itu adalah sebagai
berikut:[25]
1.
Jepang
menyatakan bahwa telah terdapat banyak fakta yang menyebutkan bahwa Jepang-lah
negara yang pertama kali mengklaim Kepulauan Senkaku sebagai salah satu bagian
dari wilayah Jepang.
2.
Jepang memberi penegasan bahwa Jepang
memperlakukan Kepulauan Senkaku dan Taiwan sebagai suatu kesatuan yang
terpisah, Karena Jepang tidak menganggap Kepulauan Senkaku sebagai bagian dari
wilayah Taiwan, dan sampai pada akhir Perang Dunia ke II, Jepang tidak pernah
berniat mengembalikan Kepulauan Senkaku ke tangan China.
3.
Telah
lebih dari satu abad lamanya Jepang memiliki kendali atas Kepulauan Senkaku,
oleh karena itu, Jepang telah memiliki dan menetapkan UU atas Kepulauan
Senkaku.
Akhirnya secara ringkas, dapat dikatakan bahwa klaim Jepang atas
Kepulauan Senkaku itu berdasarkan atas emapat hal, yang antara lain adalah:[26] 1)
Menurut Jepang, secara hukum Jepang memiliki hak untuk menganggap dan
menyatakan Kepulauan Senkaku sebagai bagian dari wilayahnya, karena Kepulauan
Senkaku merupakan Kepulauan yang tidak bertuan; 2) Karena Jepang telah meyakini
bahwa secara hukum dia memiliki hak atas Kepulauan Senkaku, sehingga, bagi
Jepang Kepulauan Senkaku telah menjadi bagian dari wilayah Jepang dan bukan
bagian dari wilayah Taiwan seperti yang dikatakan oleh China. Maka, Jepang
akhirnya menganggap bahwa Kepulauan Senkaku tidak pernah menjadi bagian dari
perjanjian Shimonoseki maupun perjanjian San Francisco; 3) Jepang juga meyakini
bahwa dia telah menduduki dan mempunyai kedaulatan atas Kepulauan Senkaku dalam
waktu yang lama, dan hal tersebut bagi Jepang merupakan suatu alasan yang kuat
untuk menyatakan bahwa Jepang telah memiliki kekuasaan dan kedaulatan yang sah
terhadap Kepulauan Senkaku; 4) Bagi Jepang, perjanjian San Francisco tidak
secara spesifik menerangkan tentang keterlibatan Kepulauan Senkaku sebagai
salah satu bagian dari beberapa wilayah Jepang yang akan diserahkan kepada
China.
II. 3 Kepentingan Nasional Negara Jepang
dan dalam Sengketa Kepulaun Senkaku tahun 1971-2013
Dalam
perkembanganya, klaim kepulauan Sinkaku oleh Jepang dan Cina juga tidak dapat
dipisahkan dari Kepentingan Nasional masing-masing Negara. Kepentingan Nasional
ini menurut Roy Olton
dan Jack C. Plano, terdiri dari beberapa elemen-elemen yang mencakup pertahanan diri (self
preservation), kemandirian (independence), integritas teritorial (territorial
integrity), keamanan militer (military security), dan kemakmuran
ekonomi (economic wellbeing).[27] Alasan diatas itulah
yang mendorong kedua negara untuk bersaing memperebutkan Kepulauan Senkaku. Dan
pada poin ini akan dijelaskan nilai strategis Kepulauan Senkaku bagi Cina dan
khususnya bagi Jepang.
Dalam hal Pertahanan Diri (Self
Preservation), tidak dapat
dipisahkan keterkaitanya dengan Keamanan Militer bagi Jepang tindakan
nasionalisasi Kepulauan Senkaku sejak awal telah dirasakan akan menimbulkan
reaksi negatif dari Cina. Keberanian Jepang dalam mengambil keputusan tersebut
tidak terlepas dari posisi strategis kepulauan Senkaku.
Berdasarkan peta di atas dapat dikatakan bahwa Kepulauan Senkaku tidak
memiliki jarak yang cukup jauh dari China, Jepang dan juga Taiwan. Dan ini
dapat menandakan sesuatu hal yang sangat penting, karena selain Sumber Daya
Alam yamg melimpah yang ada di Kepulauan Senkaku, dengan posisi wilayah yang
tergambar di peta diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai strategis
Kepulauan Senkaku itu nyata. Dengan melihat letak geografi Kepulauan Senkaku,
kepulauan Senkaku juga dapat menjadi geostrategi bagi Jepang. Apalagi dengan
meningkatnya kekuatan militer China saat ini, Kepulauan Senkaku akan menjadi
arti yang sangat penting bagi Jepang.
Kepulauan Senkaku dapat menjadi basis pertahanan militer bagi Jepang, demi
untuk melindungi Jepang dari segala macam bahaya yang menghadang, khususnya
dari China. Dan walaupun, hubungan keduanya saat ini dalam keadaan baik,
melihat pasang surut hubungan keduanya, Jepang tidak bisa menjamin hal tersebut.
Maka dari itu, jelaslah sudah bahwa Kepulauan Senkaku memiliki arti yang
penting bagi keduanya, karena potensi-potensi yang ada didalamnya, baik dari
SDA yang terkandung didalamnya dan juga nilai strategis yang tersimpan.
Bukti nyata dari persepsi di atas
adalah fakta yang sekarang terjadi di lapangan, ketegangan antara Jepang dan
Cina semakin meningkat. Mike Green, ahli kajian Asia di Center for Strategic
and International Studies, mengatakan bahwa:
“Kemungkinan
untuk terjadinya konfrontasi aksidental di dekat Senkaku, yang Cina sebut
sebagai Diaoyu, adalah lebih tinggi dari yang terjadi sebelumnya..” [28]
Letak strategis
kepulauan Senkaku juga menjadi lokasi bagi pangkalan militer Amerika Serikat
sebagai aliansi Jepang, di mana setelah
kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, terdapat konsesi-konsesi antara Amerika
Serikat dengan Jepang yang dimaksudkan untuk mengurangi kekuatan militer
Jepang. Sesuai dengan tujuan itu, maka dalam pengaturan organisasinya, militer
di Jepang ditempatkan semata-mata sebagai alat negara yang hanya menjalankan
apa yang menjadi tugas negara, khususnya dalam hal pertahanan. Lebih dari itu,
negara menempatkan militer hanya sebagai kekuatan bertahan, dan tidak
menempatkannya sebagai kekuatan penyerang. Militer juga tidak diberikan keleluasaan
untuk mengatur dirinya sendiri.[29]
Amerika Serikat dalam usahanya
mereposisikan militer dan meniadakan kekuatan tempur Jepang, menjanjikan
penjaminan pertahanan dan keamanan Jepang di bawah payung pertahanan dan
kekuatan militer AS di Timur Jauh. Perjanjian-perjanjian tersebut pada dasarnya
menyepakati tentang kesediaan AS untuk menjadi payung pelindung pelindung
pertahanan Jepang apabila di serang dari luar oleh negara lain.[30]
Posisi startegis Kepulauan Senkaku sejak awal telah disadari oleh Jepang
secara sadar dimanfaatkan untuk memfasilitasi militer Amerika Serikat yang
melindungi Jepang dan menekan
ancaman-ancaman dari negara lain, termasuk Cina.
Ancaman Cina
tersebut tidak terlepas terlepas dari fenomena peningkatan militer Cina mulai
berkembang saat ekonomi Cina telah maju, perkembangan ekonomi Cina ini telah di
mulai sejak tahun 1970-an. Peningkatan kekuatan militer Cina dibuktikan dengan
semakin banyaknya jumlah kapabilitas militer baik darat, laut dan udara. Cina
memiliki tentara aktif berjumlah 2.255.000, Cina memiliki senjata bebasis darat
sejumlah 31.300, tank sejumlah 8200, untuk laut Cina memiliki Kapal perang
berjumlah 760 unit, untuk udara Cina mempunyai jumlah pesawat 1900 unit.[31] Selain
itu baru-baru ini juga Cina dikabarkan memiliki kapal induk pertamanya yang
dinamakan Liaoning dan Cina disebut sedang melakukan percobaan untuk
Pesawat Jet J-20 miliknya.
Sebenarnya peningkatan ekonomi Cina bukanlah merupakan hal yang baru bagi
Jepang, karena Korea Selatan, Taiwan dan Hongkong pertumbuhan ekonominya juga
meningkat. Namun peningkatan ekonomi yang disertai peningkatan militer Cina ini
yang menjadi dilema tersendiri bagi Jepang.
Bagi Cina sendiri
Kepulauan Senkaku yang lokasinya dekat dengan Cina dan juga Jepang dapat
dijadikan sebagai basis pertahanan militer terhadap Jepang yang memiliki hubungan bilateral Jepang dan Amerika Serikat. Ketika
kedaulatan Jepang yang sudah tentu berkaitan dengan militer terganggu, maka
sudah pasti akan berhadapan dengan Amerika. Cina telah mengetahui ancaman dari
klaim yang telah dilakukan. Saat ini, untuk mengimbangi ancaman tersebut Cina
melakukan pembangunan kekuatan militer dan menempatkan negarasnya pada posisi
kedua militer setelah Amerika Serikat.
Selanjutnya, dalam konteks kemakmuran
Ekonomi (Economic Wellbeing) klaim
Cina terhadap kepulauan Senkaku tidak dapat dipisahkan dari laporan PBB tahun 1969 dilakukan oleh Komisi Ekonomi PBB untuk Asia
dan Timur Jauh (ECAFE) yang menunjukkan adanya cadangan besar minyak dan gas di
dekat Senkaku. Cina memiliki populasi urban yang terus bertambah
seperti halnya juga basis industri yang besar dan terus meningkat,
mengakibatkan perlunya sumber energi untuk menopang kepentingan tersebut. Begitupun Jepang, sumber daya alam yang
terdapat di kepulauan Senkaku dapat menjadi faktor pendukung pertumbuhan
ekonominya sehingga industri negara tersebut dapat lebih berkembang.
Kepentingan kemakmuran
ekonomi (Economic Wellbeing) yang
dimiliki Jepang juga tidak terlepas dari tingkat GDP
global Jepang[32]
pada tahun 1990 yang adalah 15%, jatuh menjadi 10% pada tahun 2008, dan
diproyeksikan akan jatuh ke angka 6% pada tahun 2030, dan 3.2% pada tahun 2060.
Sedangkan Cina, yang sebelumnya 2% pada tahun 1990 diprediksikan akan mencapai
25% pada tahun 2030 dan 27.8% pada tahun 2060. Perubahan yang relatif besar ini
merupakan hal-hal yang mengkhawatirkan Jepang.
Bagi Jepang, kekayaan sumber daya alam kepulaan Senkaku dihapkan dapat
mendongkrak pendapatan negara Jepang yang diprkirakan semakin menurun.
Oleh karena
itu, kemakmuran ekonomi (economic wellbeing) juga tidak dapat dipisahkan
dengan konteks
Kemandirian (Independence).
Pulihnya Jepang dari dampak Perang Dunia II sebelumnya dan telah menjadi negara
dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia memungkinkan negara tersebut untuk
mandiri dalam berbagai bidang, termasuk salah satunya adalah dalam
bidang sumber energi.
Fenomena menunjukan bahwa Jepang adalah salah satu negara dengan
konsumsi minyak terbesar didunia. Saat ini Jepang adalah negara terbesar nomor 3
(tiga) di dunia yang mengkonsumsi minyak setelah AS dan China. Jepang hampir
tidak mempunyai kepemilikan pribadi atas cadangan gascalam atau minyak bumi.
Jepang juga merupakan importer minyak bumi dancgas alam terbesar ke 2 (dua) di
dunia, dan dengan tangannya sendiri saat ini Jepang hanya mampu menyediakan 16%
minyak bumi dan gas alam untuk kebutuhan energinya. Maka dari itu,
perusahaan-perusahaan Jepang khususnya pemerintah Jepang mencari tambahan untuk
menutupi kekurangan dari sumber energi yang mereka butuhkan.[33]
Minyak bumi adalah
sumber daya energi yang paling banyak dibutuhkan dan dikonsumsi oleh Jepang,
walaupun pengaruh minyak bumi sebagai salah satu sumber daya energi terbesar
yang dipakai oleh Jepang telah mengalami penurunan fungsi sebanyak 30%, dan hal
tersebut terjadi sejak tahun 1970. Dan sejak saat itu, kekurangan sumber daya
energi yang dibutuhkan oleh Jepang dapat terpenuhi dengan penggunaan batu bara
sebagai penggantinya, namun, minyak bumi tetap menjadi prioritas utama sumber
daya energi yang dapat dipakai oleh Jepang untuk memenuhi segala kebutuhan
energi yang diperlukan oleh negaranya.
Jepang mempunyai
cadangan minyak bumi yang sangat terbatas, dan oleh sebab itu, Jepang mempercayakan
kebutuhan konsumsi energi, sepenuhnya pada minyak impor. Pada Januari 2008, OGJ
(Oil & Gas Journal) telah memperkirakan bahwa Jepang telah memiliki
persediaan cadangan minyak bumi sebesar kurang lebih 40 juta barrel untuk
menjamin seluruh kebutuhan energinya. Pada tahun 2007, total produksi minyak
Jepang, termasuk juga didalamnya keuntungan yang diperoleh dari hasil
penyulingan minyak bumi, berjumlah kurang lebih 130.000 barrel perhari, dengan
perhitungan 6000 barrel adalah minyak mentah. Dan selain daripada itu,
diketahui bahwa total produksi minyak bumi Jepang cenderung meningkat dan
pemerintah Jepang memiliki harapan untuk meningkatkannya di tahun-tahun yang
akan datang.[34]
Dalam perkembangan
industri yang semakin berkembang sejak awal abad ke 19 dan awal
abad ke 20, tidak hanya Cina saja yang mengalami peningkatan
kebutuhan terhadap minyak bumi sebagai salah satu sumber daya energi, Jepang-pun telah mengalami hal yang serupa. Dan diketahui pula bahwa mereka berdua adalah dua negara yang besar dan juga maju, dan
untuk mempertahankan predikat tersebut, Jepang dan Cina sangat membutuhkan minyak bumi sebagai sumber energi pendukungnya. Sebuah data juga telah menunjukkan bahwa Jepang membutuhkan dan mengkonsumsi hampir 5 juta barel minyak bumi perhari pada tahun-tahun terakhir ini, dan hal tersebut semakin membuktikan bahwa Jepang adalah negara pengkonsumsi minyak bumi terbesar no 3 sedunia, dibawah AS dan Cina. Walaupun, dilihat dari data yang ada
dibawah ini, yang menunjukkan bahwa Jepang telah mengalami penurunan jumlah
konsumsi, Jepang tetap menjadi sebuah negara pengimpor minyak bumi no
2 dan juga pengkonsumsi minyak bumi no 3 terbesar sedunia.
Sumber: U.S. Energy Information Administration dalam
dalam skripsi skripsi Izzato Millati. China and Japan in Territorial Dispute of
Senkaku Islands (1970-2006)
(Yogyakarta: Universitas Muhamadiyah Yogyakarta), tidak diterbitkan.
Hlm. 88.
Berdasarkan data
yang telah diungkapkan di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa Jepang sangat
membutuhkan minyak bumi dan gas alam untuk memenuhi kebutuhan energinya demi
kelangsungan hidup negaranya. Selain itu, apabila suatu negara memiliki SDA
yang banyak khususnya minyak dan gas bumi, yang telah menjadi salah satu kunci
yang sangat potensial dalam kehidupan di dunia ini. Maka, negara tersebut akan
menjadi negara yang berkuasa serta memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap
negara-negara lain yang ada didunia ini dan akhirnya negara tersebut dapat
mewujudkan Kepentingan nasionalnya.
Sebagai negara, Cina
dan Jepang pasti memiliki kepentingan nasional yang ingin diwujudkan dan akan
digunakan untuk kepentingan masa depan negaranya dan setiap negara termasuk
negara besar sekalipun juga memiliki keinginan untuk lebih unggul dan berkuasa
atas negara lain. Dengan adanya kepemilikan mandiri atas minyak bumi dan gas
alam yang berdasarkan penelitian banyak terkandung di Kepulauan Senkaku tanpa
bergantung pada impor akan dapat memberikan dampak yang baik pada Cina dan
Jepang, karena Cina dan Jepang tidak perlu lagi menghawatirkan harga minyak
dunia dan itu akan membuat perekonomian kedua negara tersebut semakin stabil.
Melihat semua
keterangan diatas kedua negara tersebut seakan mendapatkan kejutan yang sangat
besar dan yang sangat mereka impikan selama ini. Cina dan khusunya Jepang sadar
bahwa untuk menjadi negara yang kuat dan juga berkuasa seperti yang mereka
inginkan dan impikan selama ini, mereka harus memenuhi syarat-syarat untuk
dapat mewujudkan impian mereka tersebut, dan salah satunya adalah bahwa mereka
harus memiliki sesuatu hal yang sangat berarti, yang kegunaannya juga sangat
dibutuhkan oleh semua negara yang ada didunia ini dan juga bagi negaranya
sendiri, dan hal itu tidak lain adalah minyak dan gas bumi yang terkandung di
Kepulauan Senkaku.
Cina dan Jepang
memiliki kepentingan nasional yang ingin mereka capai, dan untuk mencapainya
mereka harus memiliki kekuatan nasional yang dapat membantu mereka untuk
mewujudkan keinginannya tersebut. Seperti yang dikatakan Roy Olton dan Jack C.
Plano, untuk mencapai tujuan nasional luar negeri, perlu dipertimbangkan juga
kekuatan nasional yang dimiliki. Oleh karena itulah, maka kedua negara ini
sama-sama mempertahankan kepemilikannya atas Kepulauan Senkaku. Dengan melihat
hasil yang akan didapat apabila mereka memiliki Kepulauan Senkaku, Ciina dan
Jepang tidak segan untuk melakukan apapun demi mwujudkan kepentigan
nasionalnya.
Dalam kaitanya
dengan Integritas Teritorial (Territorial Integrity) klaim Jepang terhadap Kepulauan Senkaku
berasal dari tiga penekanan yang fundamental yaitu bahwa kepulauan tersebut
berdasarkan aneksasi pada tahun 1985 setelah kekalahan Cina oleh Jepang, dan
tiga bulan setelah Perjanjian Shimonoseki dimana Taiwan dan pulau-pulau
lainnya secara spesifik diserahkan ke Jepang, bukanlah “war spoils,” (atau “teritori yang diambil” yang merupakan
terminologi yang digunakan pada perjanjian Kairo tahun 1943), tetapi merupakan terra nullius, teritori yang tidak
diklaim dan tidak dimiliki oleh negara lain; bahwa okupasi oleh Jepang yang
telah berlangsung sejak tahun 1985 dan ditambah dengan publikasi laporan ECAFE
pada tahun 1968 (berlangsung sekitar 70 tahun) tidak mendapatkan penentangan
dari negara lain; dan pada tingkat metafisik, kepulauan tersebut merupakan
bagian dari nilai-nilai intrinstik Jepang, merupakan territorial yang tidak
terpisahkan, apa yang disebut sebagai koyu
no ryodo, sebuah sektor fundamental dari
Kepulauan Ryukyu yang karena satu alasan diabaikan dan tidak dimiliki,
menjadi teritori Jepang yang lain yang absolut dan tidak terpisahkan.[35]
Masalah
kepulauan yang awalnya bersifat trivial menjadi sesuatu persaingan simbolik.[36]
Persaingan itu berupa persaingan kekuatan simbolik kedua negara. Adapun
pengertian kekuatan simbolik adalah:
“Kekuatan simbolik adalah
kekuatan yang tertasbihkan atau wahyu yang mampu untuk mentahbiskan dan membuka
kekuatan yang sebenarnya telah ada di sana…. Menurut Nelson Goodman (1978),
kekuatan itu mulai muncul ketika sesuatu terpilih dan terseleksi sebagai bagian
dari sebuah kelompok, kelas, gender, daerah atau bangsa….”[37]
Kekuatan simbolik yang menjadi latar
belakang Jepang untuk menasionalisasi Kepulauan Senkaku merupakan salah satu faktor
yang menjadi bagian dari kepentingan
nasional Jepang.
II. 2 Geostrategi Jepang dalam Konflik Kepulauan
Senkaku
Dalam mempertahankan kepentingan nasional Jepang, Jepang mengupayakan
beberapa strategi untuk memperkuat posisinya dalam menghadapi konflik perebutan
kepulauan senkaku dengan Cina. Beberapa strategi yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
II. 2. 1
Fact Finding
Jepang mengumpulkan fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan hukum
internasional, dimana Jepang menyatakan bahwa kepulauan Senkaku merupakan
wilayah yang terra nullius dan tidak
ada bukti yang menjelaskan bahwa kepulauan Senkaku dibawah kontrol Cina. Hal
tersebut yang menjadi dasar Pemerintah Jepang memasukkan Kepulauan Senkaku
dalam wilayah administrasinya dan diresmikan dalam keputusan kabinet pada 14
Januari 1895. Namun upaya tersebut mengalami kegagalan karena adanya perbedaan
pendapat mengenai Perjanjian Internasional yang berhubungan dengan konflik
Kepulauan Senkaku. Hal ini tercermin dari keberadaan Cina yang mengakui bahwa
Cinapun mempunyai fakta histris, dimana kepulauan senkaku merupakan kepulauan
miliknya sejak zaman dinasti Qing.
II. 2. 2
Sea of Peace (upaya diplomasi)
Upaya yang dilakukan adalah membentuk “Sea
of Peace Cooperation and Friendship” sebagai upaya dasar kedua negara
mengadakan perjanjian pengelolan bersama (Joint
Development), sampai kedua negara dapat menetapkan kesepakatan delimitasi
akhir berdasarkan pada prinsip-prinsip saling menguntungkan atau mutual benefit principles. Proses awal
negosiasi dalam Joint Development
Jepang dan Cina, ialah dengan membentuk dan mengadakan penelitian letak stategis
titik-titik pengelolaan bersama yang dapat dicapai oleh kedua belah pihak.
Selain itu, kedua negara juga berupaya untuk mempercepat proses konsultasi dan
data yang konkrit nantinya akan menjadi
asas atau prinsip dalam kerjasama pengelolaan bersama Joint Development.
II. 2. 3 Haluan Pertahanan Baru
Jepang melakukan haluan pertahanan baru sebagai respon terhadap
meningkatnya anggaran militer Cina dan sepak-terjangnya di kawasan Asia
Pasifik. Berarti, ada satu tren terjadinya militerisasi baik di pihak Jepang
yang notabene masih terikat pada perjanjian persekutuan keamanan bersama antara
Jepang dan Amerika Serikat. Kedua, sebagai konsekwensi dari haluan baru
pertahanan Jepang untuk mengimbangi kekuatan militer Cina, Jepang memutuskan
untuk menjalin kerjasama strategis dengan Amerika Serikat untuk menjamin keamanan
nasional Jepang. Dan konsekuensinya, Jepang akan mempersilahkan kehadiran
militer Amerika di Jepang.
Amerika Serikat tidak akan turut campur tangan dalam konflik Senkaku
Diayou, namun perjanjian keamanan AS-Jepang meliputi seluruh area kepulauan
tersebut. Sementara itu, hasil pertemuan Wakil Menlu AS, William J Burns dengan
Menlu Jepang, Koichiro Genba menyepakati penempatan pesawat Ospre MV-22 milik
AS di pangkalan Funtenma, dan dua kapal induk “USS George Washington” dan “USS Jhon C Stennis” yang masing-masing
dilengkapi dengan 80 jenis peralatan tempur canggih memasuki perairan laut Cina
Selatan dan Timur.[38]
Terlepas dari semua itu, terdapat hal menarik yang diungkapkan oleh salah
seorang dosen di Universitas Indonesia. Menurutnya, konflik Kepulauan Senkaku
merupakan bentuk kerja sama antara Cina, Jepang, dan Korea untuk memanipulasi
dan mempengaruhi keputusan dari negara-negara barat, terutama Amerika Serikat.
Pendapat beliau didasari oleh asumsi bahwa terdapat hubungan yang ‘tidak biasa’
antara ketiga negara yang bersangkutan. Hubungan yang tidak biasa itu merupakan
perwujudan dari sejarah historis dan nilai-nilai konfusianisme yang dipegang
teguh oleh ketiga negara. Manifestasi
secara politis akan hal itu misalnya dapat dilihat dari dibentuknya ASEAN Plus Three (menunjukkan
keterikatan kekuasaan antara ketiga negara).[39] Walaupun
terkesan paradoksal (hubungan antara ketiga negara yang bersangkutan secara
historis dipenuhi oleh konflik) [40]dan
asumtif dengan pendapatnya, hal ini, menurut kami, menarik ditelaah lebih
lanjut.
KESIMPULAN
Berdasarkan pada pembahasan
diatas, dapat dilihat bahwa konflik yang terjadi antara Jepang dan Cina dalam
perebutan Kepulauan Senkaku tidak terlepas dari kepentingan nasional
masing-masing negara. Kepentingan Jepang adalah terkait integritas teritorial (Territorial Integrity) dan kemakmuran
ekonomi (economic wellbeing).
Kepentingan Jepang dalam hal integritas teritorial berkaitan dengan fakta
historis paska perang dunia II dimana Amerika menyerahkan kepulauan senkaku dan
okinawa kepada Jepang, sehingga secara hukum internasional Jepang menganggap
berhak atas kepulauan senkaku. Nilai yang tertanam di Jepang adalah Koyu no Ryoudo, dimana dianggap bahwa
Kepulauan Senkaku pada hakikatnya adalah milik Jepang. Selain itu, kepentingan
Jepang adalah pada kemakmuran ekonomi, dimana adanya sentimen negatif terhadap petumbuhan ekonomi Cina dikarenakan
GNP Negara Cina yang mengalami kenaikan setiap tahunnya. Oleh karenanya untuk
mempertahankan kepentingan Jepang atas Kepulauan Senkaku adalah dengan
melakukan facta finding atas dasar
hukum internasional yang dimiliki oleh Jepang, kemudian melakukan upaya
diplomasi dengan Cina melalui join
development dan pembagian titik strategis sumber daya alam di Kepulauan
Senkaku. Pada tahun 2012-2013 Perdana Menteri Abe menaikan anggaran pertahanan
hingga 2,1 milyar dollar untuk menghadapi Cina.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Iriani, Fajari, et
al. Dinamika Hubungan Sipil Militer dalam
Sistem Politik Jepang. Depok:
Pusat Studi Jepang Universitas
Indonesia, 2006.
Jack C Plano and Roy Olton. 1973. The
International Dictionary. New York: Wentern Michigan University.
Kountur, Ronny.
2003 Metode Penelitian untuk Penulisan
Skripsi dan Tesis Jakarta: PPM.
Moleong, Lexy J.
2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Galia Indonesia.
Nasution, Dahlan.
1983. Konsep Politik Internasional. Jakarta: Bina Cinta.
Sumber Skripsi:
Izzato Millati. China and Japan in Territorial
Dispute of Senkaku Islands (1970-2006). Yogyakarta: Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, 2010. tidak
diterbitkan.
Sumber Jurnal:
Bourdieu, Pierre. Social Space and Symbolic Power.
Sociological Theory, Vol. 7, No. 1. (Spring, 1989), pp. 14-25. http://www.soc.ucsb.edu/ct/pages/JWM/Syllabi/Bourdieu/SocSpaceSPowr.pdf. Diakses pada
Rabu, 6 November 2013; Pukul 20. 15 WIB.
Lee,
Seokwoo. Territorial Disputes among Japan, China and Taiwan Concerning the
Senkaku Islands, dalam
International Boundaries Research Unit Volume 3 Number 7.
McCormack, Gavan. Much Ado over Small Islands: The
Sino-Japanese Confrontation over Senkaku/Diaoyu. The Asia-Pacific Journal,
Vol 11, Issue 21, No. 3 (May 27, 2013). http://www.japanfocus.org/-Gavan-McCormack/3947. Diakses pada
Rabu, 6 November 2013; Pukul 20.17 WIB.
Mizokami, Kyle. Japan
and the U.S. : It's Time to Rethink Your Relationship. The Atlantic, http://www.theatlantic.com/international/archive/2012/09/japan-and-the-us-its-time-to-rethink-your-relationship/262916/. Diakses pada Rabu, 6 November
2013; Pukul 20.18 WIB.
Sevastopulo, Demitri dan Jonathan Soble. China-Japan
Relations Take Turn for Worse. Financial Times. http://www.ft.com/cms/s/0/db42ec8e-3fab-11e3-8882-00144feabdc0.html#axzz2jtfDEli2. Diakses
pada Rabu, 6 November 2013; Pukul 20.18 WIB.
Turocy, Theodore L. dan Benhard von Stengel. Game
Theory. CDAM Research Report LSE-CDAM-2001-09, October 8, 2001. http://www.cdam.lse.ac.uk/Reports/Files/cdam-2001-09.pdf . Diakses pada
Senin, 11 November 2013; Pukul 07.00 WIB.
Sumber Wawancara
No
|
Nama Informan
|
Jabatan
|
Waktu Wawancara
|
1
|
Ichiro Nomura
|
Fisheries Policy
Adviser to the Ministry of Marine Affairs and Fisheries of the Rep. of
Indonesia.
|
Rabu, 6
November 2013
|
2
|
M. Mossadeq Bahri S.S.,
M.Phil.
|
Lecturer of The
Diplomacy History of Japanese Class, Universitas Indonesia.
|
Rabu, 13
November 2013
|
Sumber Website
Ervianto,Toni. Memprediksi Akhir
Sengketa Senkaku-Daiyou dalam http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=10215&type=4#.UnsgJdL7Btw diakses pada Rabu, 6 November
2013; Pukul 12.27 WIB.
Jae-soon,
Chang. “Park attends 'ASEAN plus Three' summit,” Global Post,
http://www.globalpost.com/dispatch/news/yonhap-news-agency/131009/park-attends-asean-plus-three-summit. Diakses pada Senin, 11 November 2013; Pukul 07.15 WIB.
Cina dan Jepang Berunding Soal Sengketa Wilayah.
http://www.antaranews.com/berita/400638/cina-dan-jepang-berunding-soal-sengketa-wilayah. Diakses
pada Rabu, 6 November 2013; Pukul 12.19 WIB.
Ini Alasan Mengapa Jepang Lebih Berhak
atas Pulau Senkaku.
http://www.tribunnews.com/internasional/2012/11/20/ini-alasan-mengapa-jepang-lebih-berhak-atas-pulau-senkaku.
Diakses pada Selasa, 5 November 2013; Pukul 18.00 WIB.
Jepang Bakal Beli Pulau Sengketa.
http://m.sindonews.com/read/2012/09/05/40/670177/jepang-bakal-beli-pulau-sengketa.
Diakses pada Selasa, 5 November 2013; Pukul 23.30 WIB.
Keluarga Pemilik Senkaku Rencanakan Jual
Pulau ke Tokyo.
http://www.starberita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=65858:keluarga-pemilik-senkaku-rencanakan-jual-pulau-ke-tokyo&catid=143:dunia<emid=597.
Diakses pada Selasa, 5 November 2013, pukul 23.30 WIB.
Klaim Cina atas Senkaku.
http://luar-negeri.kompasiana.com/2010/09/25/cina-jepang-serupa-tapi-tak-sama-ri-malaysia/. Diakses pada Selasa, 5 November 2013; Pukul 23.35 WIB.
Kunjungi Pulau Senkaku, PM Jepang Pertegas
Klaim.
http://international.okezone.com/read/2013/07/17/413/838453/kunjungi-pulau-senkaku-pm-jepang-pertegas-klaim.
Diakses pada Selasa, 5 November 2013, pukul 18.00 WIB.
Lagi, Kapal China Masuki Wilayah Sengketa.
http://international.okezone.com/read/2013/05/13/413/806113/lagi-kapal-china-masuki-wilayah-sengketa.
Diakses pada Selasa, 5 November 2013, pukul 18.00 WIB.
Territorial Disputes among Japan, Cina and
Taiwan Concerning the Senkaku Islands https://www.dur.ac.uk/ibru/publications/view/?id=222. Diakses
pada Rabu, 6 November 2013; Pukul 20.12 WIB.
Why Cina Japan are Squaring Off Senkaku Diaoyu Island
Dispute. .http://www.examiner.com/article/why-cina-japan-are-squaring-off-senkaku-diaoyu-island-dispute. Diakses
pada Rabu, 6 November 2013; Pukul 12.23 WIB.
NN.http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/11/15/ITR/mbm.20101115.ITR135096.id.html. Diakses pada Rabu,06 November 2013, pukul 08.49 WIB.
NN. http://www.my-world-journal.com/Empires-2.html.
Diakses pada Rabu, 6 November 2013; Pukul 12.21 WIB.
[1] Seokwoo
Lee, Territorial Disputes among Japan, China and
Taiwan Concerning the Senkaku Islands, dalam International Boundaries Research Unit Volume 3 Number 7, hlm. 2.
[2] Ibid., hlm. 5.
[3] Jepang Bakal Beli Pulau Sengketa.
http://m.sindonews.com/read/2012/09/05/40/670177/jepang-bakal-beli-pulau-sengketa
(Diakses pada Selasa, 05 November 2013, pukul 23.30 WIB.
[4] Pernyataan Perdana Menteri
Jepang Yoshihiko Noda dalam KTT ASEAN yang dilaksanakan pada Selasa, 20
November 2012 dalam Tribunnews.com diakses pada 05 November 2013 Pukul 17. 48
WIB.
[5] Ibid.,
[6] Wawancara dengan Ichiro Nomura as Fisheries Policy Adviser to the Ministry
of Marine Affairs and Fisheries of the
Rep. F Indonesia pada Rabu, 5 November 2013
[7] Dalam Skripsi Izzato
Millati. China and Japan in Territorial Dispute of Senkaku Islands (1970-2006) (Yogyakarta: Universitas Muhamadiyah
Yogyakarta, 2010), hlm. 10-16.
[8] http://www.google.com/Malkian
Elvani/ Geostrategi/ Diakses Selasa, 5 November 2013; Pukul 19.33 WIB.
[9]
http://www.google.com/www.suarapembaruan.com/ Geostrategi dari Globalisasi/(2007)/Daoed
Joesoef/ Diakses pada Selasa, 5 November 2013; Pukul 19.34 WIB.
[10] Mohtar Mas’oed.
Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi (Jakarta: LP3ES,
1990), hlm. 140.
[11] Ibid., hlm. 141.
[12] Jack C Plano
and Roy Olton. The International Dictionary (New York: Wentern Michigan
University, 1973), hlm. 217.
[13] Dahlan Nasution. Konsep
Politik Internasional (Jakarta: Bina Cinta,
1983), hlm. 32.
[14] Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001), hlm. 8
[15] Ronny Kountur. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi
dan Tesis (Jakarta: PPM, 2003), hlm. 16.
[16] Lexy J. Moleong. Metodelogi Penelitian Kualitatif
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 112.
[17] Moh. Nasir. Metode Penelitian (Jakarta: Galia Indonesia, 1998), hlm. 51.
[18] Ini Alasan Mengapa Jepang Lebih Berhak atas Pulau Senkaku. http://www.tribunnews.com/internasional/2012/11/20/ini-alasan-mengapa-jepang-lebih-berhak-atas-pulau-senkaku. Diakses pada Selasa, 4 November
2013; Pukul 18.00 WIB.
[19] Jepang Bakal Beli Pulau Sengketa.
http://m.sindonews.com/read/2012/09/05/40/670177/jepang-bakal-beli-pulau-sengketa.
Diakses pada Selasa, 05 November 2013, pukul 23.30 WIB.
[20]Ini
Alasan Mengapa Jepang Lebih Berhak atas Pulau Senkaku. http://www.tribunnews.com/internasional/2012/11/20/ini-alasan-mengapa-jepang-lebih-berhak-atas-pulau-senkaku. Diakses pada Selasa, 4 November
2013; Pukul 18.00 WIB.
[21] Ibid.,
[22] Izzato Millati. China
and Japan in Territorial Dispute of Senkaku Islands (1970-2006) (Yogyakarta: Universitas Muhamadiyah
Yogyakarta), tidak diterbitkan.
Hlm. 65-79.
[23]
http://www.google.com/www.blackwell synery.i2/ Exploration of the East China
Sea: The Law of the Sea in Practice/ Ritsumeikan University /Alexander M.
Peterson/(2006)/ Diakses 5 Maret 2008 dalam skripsi Izzato Millati. Op. Cit., pada Minggu, 10
November 2013; Pukul 07. 21 WIB
[24]
http://www.google.com/www. blackwell synery.i2/ International Law and The
Island Dispute (2005)/ The New Zealand PostGraduate Law E-Journal Issue 2/Caleb
Wan/Diakses 5 Maret 2008 dalam skripsi Izzato Millati. Ibid., diakses kembali pada Minggu, 10 November 2013; Pukul 19. 23 WIB.
[25]
http:www.google.com/www.hawaii.edu/aplpi/ Diayou/Senkaku Island Dispute:
Japan andChina Ocean Apart/ Asian-Pacific Law and Policy Journal/ William
B. Heflin/(2000)/ Diakses 7 Maret 2008 dalam skripsi Izzato Millati. Ibid., diakses kembali pada Minggu, 10 November 2013; Pukul 07.24 WIB.
[26] Ibid.,
[27] Jack C Plano
and Roy Olton. The International Dictionary (New York: Wentern Michigan
University, 1973), hlm. 217.
[28] Demitri Sevastopulo dan Jonathan
Soble. China-Japan Relations Take Turn for Worse. Financial Times. http://www.ft.com/cms/s/0/db42ec8e-3fab-11e3-8882-00144feabdc0.html#axzz2jtfDEli2. Diakses pada Rabu, 6
November 2013; Pukul 20.18 WIB.
[29] Fajari Iriani, et al. Dinamika Hubungan Sipil Militer dalam Sistem
Politik Jepang (Depok: Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia, 2006),
hlm. 56.
[30] Ibid., hlm. 60.
[31] Fox News, New Japan Defense Policy Focuses
on Cina, 2010.
[32]
http://www.foxnews.com/world/2010/12/16/new-japan-defense-policy-focuses-cina/
Diakses pada tanggal 06 November 2013 dalam
skripsi skripsi
Izzato Millati. China
and Japan in Territorial Dispute of Senkaku Islands (1970-2006) (Yogyakarta: Universitas Muhamadiyah
Yogyakarta), tidak diterbitkan.
Diakses kembali pada Minggu, 10 November 2013; Pukul 19.20 WIB.
[33] http://www.google.com/
www.eia.doe.gov/Japan/diakses pada tanggal 24 Maret 2009 dalam
skripsi skripsi Izzato Millati. China and Japan in Territorial
Dispute of Senkaku Islands (1970-2006) (Yogyakarta: Universitas Muhamadiyah Yogyakarta), tidak diterbitkan. Diakses kembali pada Minggu, 10
November 2013; Pukul 07.19 WIB.
[34] Ibid.,
[35] Ibid.
[36]Gavan McCormack.
Much Ado over Small Islands: The
Sino-Japanese Confrontation over Senkaku/Diaoyu. The Asia-Pacific Journal,
Vol 11, Issue 21, No. 3 (May 27, 2013). http://www.japanfocus.org/-Gavan-McCormack/3947. Diakses pada
Rabu, 6 November 2013; Pukul 20.17 WIB.
[37] Pierre
Bourdieu. Social Space and Symbolic Power.
Sociological Theory, Vol. 7, No. 1. (Spring, 1989), pp. 14-25. http://www.soc.ucsb.edu/ct/pages/JWM/Syllabi/Bourdieu/SocSpaceSPowr.pdf. Diakses pada
Rabu, 6 November 2013; Pukul 20. 15 WIB.
[38] Toni Ervianto. Memprediksi Akhir
Sengketa Senkaku-Daiyou dalam http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=10215&type=4#.UnsgJdL7Btw diakses pada Rabu, 6 November
2013; Pukul 12.27 WIB.
[39] Wawancara
dengan M. Mossadeq Bahri S.S., M.Phil
selaku Dosen Kelas Sejarah Diplomasi Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Indonesia. Pada
Rabu, 13 November 2013.
http://www.globalpost.com/dispatch/news/yonhap-news-agency/131009/park-attends-asean-plus-three-summit. Diakses pada Senin, 11 November
2013; Pukul 07.15 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar