Jumat, 27 Desember 2013

“Memahami Dinamika Sistem Politik Taiwan”



Tulisan ini di dasarkan pada artikel Taiwan: Nation State or Province? yang ditulis oleh John F. Cooper.[1]  Mengawali tulisannya, Cooper mengungkapkan bahwa memahami sejarah politik Taiwan adalah suatu hal yang kompleks, karena merupakan pengaruh dari masyarakat lokal, kolonialisme Barat, sistem birokrasi Cina da Feodalisme Jepang.  Akan tetapi melalui tulisan ini, akan mencoba membahas berbagai hal terkait dengan sistem poltik di Taiwan, termasuk konstitusi, sistem politik dan pemerintahan, partai politik, pemerintahan tingkat lokal dan partisipasi politik Taiwan.
            Mengawali sejarah politiknyanya pada abad ke tujuh belas sebagai koloni Belanda, Taiwan mengalamai masa kekosongan kekuasaan (Vacum of Power) sebelum akhirnya dikuasi oleh Cina.  Negara Taiwan belum memiliki pemerintahan yang efektif sebelum akhirnya di jajah oleh Jepang pada tahun 1895.  Setelah perang dunia II sistem politik Taiwan ditranplantasikan dari Cina oleh Chian Kaishek dengan tujuan mendirikan suatu negara Republik Cina. Pertumbuhan ekonomi pasar yang bebas pada awal tahun 1960 dilihat Taiwan   sebagai suatu kesempatan untuk melakukan reformasi politik sebagai langkah awal menuju negara demokrasi. 
Fluktuasi kehidupan politik di Taiwan terjadi pada tahun 1970-an dan 1980-an, Taiwan mengambil posisi di pemerintahan. Pada periode ini ditandai dengan munculnya partai politik, pemilu yang kompetitif, perluasan kebebasan masyarakat dalam bidang politik dan sipil, dan kepedulian terhadap pembentukan citra Taiwan di pasar internasional, masa ini dipahami sebagai awal mula masyarakat Taiwan menghasilkan demokrasi. Beberapa akademisi bahkan menyebut kondisi perubahan politik Taiwan yang cepat dan demokratisasi damai sebagai suatu "keajaiban politik." Pada tahun 2000, Taiwan mengalami apa yang dikatakan "konsolidasi demokrasi", ketika Chen Shui-bian dari oposisi Partai Progresif Demokratik terpilih sebagai Presiden. Namun, pada masa kepemimpinan Chen ini, Taiwan dalam keadaan miskin karena perlambatan ekonomi, dan korupsi yang menimbulkan kekecewaan publik yang serius dengan pemerintahan pada saat itu.
Budaya politik Taiwan dipengaruhi oleh tradisi budaya politik Cina, Jepang dan Barat. Pada mulanya birokrasi Taiwan tidak terlepas dari ciri birokrasi Cina yang Secara teori, Cina memiliki sistem politik kesatuan, bahkan, bagaimanapun, kekuasaan politik adalah desentralisasi. Awal mulanya birokrasi Taiwan berasal dari tradisi birokrasi Cina dibawa ke Taiwan, namun perjalananya birokrasi ini tidak cocok diterapkan di Taiwan.  Budaya politik yang dimaksud adalah budaya politik yang elitis (tidak bersimpati pada partisipasi masyarakat).  Di samping itu, budaya politik Taiwan juga terpengaruh oleh Jepang  terutama pada periode 1895-1945.  Dalam periode ini, birokrasi dinilai kurang penting, karena Jepang memfokuskan pada senjata dan uang sebagai upaya memenangkan perang pada masa itu.   Jepang di Taiwan, yang menanamkan sistem feodal, mendirikan badan hukum yang berfungsi untuk mengatur dan meregulasi masyarakat, serta meningkatkan pengembangan infrastruktur dan modernisasi perekonomian.
Selanjutnya, pada tahun 1960, politik Taiwan diliputi dengan ide-ide politik Barat, terutama kebebasan hak individu seperti yang dipraktikkan di Barat menjadi hal yang diidealkan, terutama oleh generasi muda Taiwan.  Di samping itu, dalam hal ekonomi eksistensi Taiwan dalam pasar bebas diperluas dan perdagangan luar negeri tumbuh.  Pada masa ini demokrasi hadir sebagai suatu keharusan, diikuti dengan arus informasi yang semakin terbuka bebas dan dilihat sebagai suatu hal penting untuk akuisisi teknologi dan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, budaya politik Taiwan diserap baru komponen demokratis.  
Setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia ke-2 dan kekalahan partai nasionalis Cina, Kuomintang (KMT) yang dipimpin oleh Chiang Kai-Shek, melawan partai komunis Cina yang dipimpin Mao Zedong, Chiang beserta pasukan militernya (berjumlah sekitar 2 juta prajurit) melarikan diri ke Taiwan, dan akhirnya mendirikan pemerintahan yang berbasiskan ajaran Sun Yat Sen yang bernama “Tiga Prinsip Rakyat” ketiga prinsip tersebut adalah nasionalisme, demokrasi, dan hajat hidup orang banyak. Dengan adanya tawaran proteksi militer dari Amerika Serikat (sebagai kelompok pemenang Perang Dunia ke-2) Chiang beserta pemimpin partai KMT lainnya mengadakan pemilu dalam tingkat lokal untuk mendirikan suatu bentuk sistem pemerintahan di Taiwan secara demokratis dan sesuai dengan ajaran Sun Yat Sen, yang tidak dapat terealisasikan di wilayah daratan Cina yang berada dalam kekuasaan komunis. Walaupun pemerintahan yang demokratis pada tataran lokal mulai terealisasikan, pada tataran nasional, pemerintahan negara masih didominasi oleh petinggi partai KMT yang walaupun berusaha untuk mengimplementasikan tiga prinsip ajaran Sun Yat Sen dalam pemerintahan Taiwan, masih memegang posisi strategis dalam pemerintahan Taiwan, hal ini diperkuat dengan deklarasi militer darurat oleh Chiang Kai- Shek serta ketentuan sementara yang melarang pembentukan partai politik di Taiwan, yang secara efektif menjadikan KMT sebagai partai tunggal yang berkuasa di Taiwan, memegang peran baik dalam eksekutif dan legislatif, tentunya hal ini sama sekali tidak menggambarkan negara Taiwan yang demokratis, Chiang, petinggi partai KMT serta para pendukung partai KMT beranggapan bahwa demokratisasi di sebuah wilayah baru tidak dapat secara serta-merta dilaksanakan, hal ini ternyata juga merupakan pendapat dari Sun Yat Sen yang kemudian diadposi oleh Chiang, masyarakat Taiwan pada umumnya tidak memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi sehingga dibutuhkan waktu untuk Chiang serta partai KMT untuk melakukan pendidikan politik kepada masyarakat sebelum akhirnya secara gradual dan perlahan bertransisi menjadi negara yang demokratis.
Singkatnya, budaya politik Taiwan telah dibentuk oleh keragaman pengaruhterutama demokrasi Barat yang memfasilitasi masyarakat lebih konservatif dan mendukung hak-hak individu.  Akan tetapi, demokrasi Taiwan berbeda, demokrasi Taiwan seringkali disebut sebagai demokrasi versi Asia, demokrasi yang menekankan pentingnya kerja keras serta stabilitas sosial, beranggapan bahwa keluarga merupakan institusi sosial yang utama, serta menghormati yang lebih tua, sistem birokrasi dalam demokrasi versi Asia berusaha untuk bekerja secara efisien dan menghindari perdebatan yang dianggap hanya membuang waktu.
Selanjutnya dalam hal konstitusi merupakan dasar hukum untuk pembentukan dan pengaturan negara. Konstitusi Taiwan mengalami beberapa kali amandemen sejak tahun 1946, dimana konstitusi pertama kali disetujui oleh pemerintahan Chiang, dokumen ini mendeskripsikan bentuk pemerintahan Taiwan sebagai campuran dari sistem presidensial, parlemen dan kabinet, secara garis besar bentuk pemerintahan Taiwan berpusat pada pemerintahan tataran nasional yang berkuasa penuh terhadap angkatan polisi dan militer, walaupun pada tataran lokal, masyarakat diberikan sejumlah otonomi dalam mengatur keuangan serta membuat kebijakan yang tidak berkaitan dengan kepentingan nasional. Konstitusi Taiwan juga mengatur perlindungan  kalangan minoritas sampai pemerintah menginisiasikan tindakan afirmatif demi memastikan representasi dari kalangan minoritas di parlemen, konstitusi Taiwan juga secara detail menjelaskan tentang visi dan misi negara dalam aspek ekonomi, pertahanan, kebijakan luar negeri, jaminan sosial, serta pendidikan, hal ini sangat jarang ditemukan dalam konstitusi negara-negara barat.
Pada tahun 1992, konstitusi kembali diamandemen dan mengubah beberapa poin penting dalam kontkes penyelenggaran kehidupan politik di Taiwan, di antaranya aturan pemilihan umum majelis nasional menjadi empat tahun sekali, pemilihan umum secara langsung presiden menjadi empat tahun sekali, anggota dari badan Kontrol Yuan ditunjuk, tidak lagi melalui pemilihan umum secara tidak langsung, reformasi pemerintahan provinsi dan pemerintahan lokal, menjamin dukungan penuh pemerintah terhadap penelitian ilmu alam serta teknologi, perlindungan lingkungan, amandemen hak universal yang mencakup hak perempuan di Taiwan dan jaminan keselamatan serta perlindungan bagi mereka yang cacat dan memiliki keterbatasan fisik maupun mental, kalangan minoritas serta suku aborigin. Kemudian beberapa kali terdapat amandemen konstitusi pada tahun 1994, 1997, 1999, dan 2003.
Dalam konteks pemilihan umum, tahun 1996 merupakan awal untuk Taiwan merealisasikan pemerintah yang demokratis, karena untuk pertama kalinya melangsungkan pemilihan umum nasional secara langsung, namun penerapan dari hasil pemilu masih menunjukkan bahwa Taiwan sebagai negara yang belum mampu menggambarkan garis yang jelas antara hubungan Presiden dengan legislatif. Hubungan yang naik-turun ini terlihat kembali pada saat saat Chen Shui-Bian memenangkan pemilu umum presidensial pada tahun 2000, Presiden Chen seringkali mengalami gridlock dengan legislatif. Pemilu Taiwan juga menjadi pusat perhatian beberapa negara besar dunia sebagai mitra dagang Taiwan, seperti Pemilu pada tahun 2012 lalu, di mana hasil tidak hanya akan menentukan politik dalam negeri Taiwan, juga akan berpengaruh terhadap hubungan dengan Cina dan Amerika Serikat sebgai dua kekuatan yang berpengaruh di Asia Pasifik, karena bagimanapun Hubungan Taiwan dengan Cina selalu menjadi isu yang hangat dalam setiap pemiihan umum di Taiwan.[2]
Sebagai negara demokrasi, diperlukanya suatu upaya untuk melakukan distribusi kekuasaan. Oleh karena itu, Taiwan memiliki lima cabang pemerintahan yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif, lembaga pemeriksaan serta lembaga pengawasan. Berdasarkan kelima cabang pemerintahan tersebut, eksekutif dinilai sebagai cabang pemerintahan yang memiliki kekuasaan paling besar karena memiliki keterikatan yang kuat dengan masyarakat apabila dibandingkan dengan lembaga lain. Eksekutif terdiri dari Presiden dan kabinet yang dipimpin oleh seorang Premier yang dipilih langsung oleh Presiden, bertugas menjadi pemimpin kabinet yang terdiri dari wakil Premier serta delapan orang menteri, yang terdiri dari Menteri Dalam Negeri; Menteri Luar Negeri; Menteri Pertahanan; Menteri Keuangan; Menteri Pendidikan; Menteri Keadilan; Menteri Perekonomian; Menteri Transportasi dan Menteri Komunikasi.  Di samping itu, terdapat juga badan pemerintahan lainnya yang berada di bawah kuasa eksekutif. 
Hal tersebut menunjukkan begitu luasnya wewenang dan tangung jawab eksekutif dalam politik Taiwan, dimulai dari formulasi kebijakan hingga tugas-tugas administrasi.  Oleh karena itu, hubungan antara Presiden dan Premier sudah seharusnya merupakan hubungan yang harmonis agar tugas pemerintahan dapat berjalan dengan lancar, akan tetapi  dalam perjalanan politik di Taiwan tidak demikian.  Relasi antara Presiden dan Premier kerapkali menemui berbagai masalah dan perselisihan sehingga tidak jarang masa jabatan seorang Premier tidak berlangsung lama atau tidak sampai hingga habis masa jabatan, dikarenakan mengundurkan diri yang disebabkan oleh perselisihan serta konflik dengan Presiden.  Dalam perjalananya, lembaga eksekutif Taiwan kerap kali diterpa oleh pemebritaan dan fakta tidak mengenakan. Sebagaimana berita beberapa bulan lalu yang mengungkapkan bahwa Menteri Pertahanan (Menhan) Taiwan, Andrew Yang, mengundurkan diri setelah menjabat hanya dalam waktu enam hari terkait ramainya tuduhan telah melakukan penjiplakan artikel mengenai Tentara Pembebasan Rakyat di Cina  yang ditulis oleh seorang kawan dengan menggunakan namanya.[3]
Luasanya kekuasaan yang dimiliki oleh eksekutif  Taiwan tidak dapat dipisahkan dari peran lembaga legislatif. Hal ini terkait dengan berbagai keputusan serta perumusan yang dilaksanakan oleh eksekutif dapat diinterpretasikan, disetujui, ditolak ataupun dirubah oleh legislatif. Legislatif di Taiwan secara gradual memiliki kekuasaan yang lebih besar dari sebelumnya, seiring dengan semakin cepatnya transisi demokrasi di Taiwan pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an, masyarakat semakin menuntut parlemen yang benar-benar representatif terhadap kepentingan masyarakat di Taiwan. Legislatif di Taiwan merupakan badan unikameral yang memberlakukan hukum dalam pemerintahan nasional dan seringkali disebut parlemen ataupun senat. Fungsi lain dari kekuasaan legislatif adalah menyetujui kebijakan darurat, menyetujui anggaran yang diajukan oleh eksekutif, mengajukan amandemen terhadap konstitusi, menyetujui pernyataan serta laporan yang disusun oleh eksekutif, serta melakukan pengawasan terhadap badan yudikatif, kontrol serta badan pemeriksaan milik negara. Badan legislatif Taiwan sendiri tidak terlepas dari persoalan, seperti berita baru-baru ini yang menginformasikan bahwa Ketua parlemen Taiwan, Wang Jin-Pyng dipecat dari partai itu karena dugaan menekan jaksa dalam kasus yang melibatkan sesama anggota parlemen.[4]
Sedangkan badan yudikatif Taiwan secara fungsional kurang lebih sama dengan fungsi badan yudikatif di negara-negara lain, namun secara struktur mengalami beberapa perbedaan, salah satunya adalah sistem peradilan di Taiwan yang mengadopsi sistem peradilan Jerman yang berpusat pada hakim atau hakim-sentris. Dalam implementasinya perbedaan tersebut memperoleh kritik karena dinilai kinerja yang dilakukan kurang efisien dan tidak independen, serta rentan terhadap pengaruh partai yang memenangkan pemilu pada periode tersebut.
Selanjutnya Badan Pengawasan Taiwan, berfungsi sebagai pengawas pemerintah (sama halnya dengan Kantor Akuntabilitas Pemerintah yang ada di Amerika Serikat). Pada tahun 1993, Badan Pengawas menjadi sebuah organisasi milik pemerintah yang anggotanya dipilih langsung oleh Presiden dengan persetujuan anggota legislatif dengan tugas bertanggung jawab untuk membuat serta mengelola proses rekrutmrn pegawai negeri sipil.
Telah dijelaskan bahwa sistem politik Taiwan berpusat pada pemerintahan nasional, konsekuensinya sebagian besar kebijakan Taiwan berada dalam kekuasaan pemerintah pusat, namun hal ini tidak berarti seluruh kepentingan masyarakat difasilitasi oleh pemerintah pusat, karena Taiwan memiliki pemerintahan provinsi dan pemerintahan lokal yang mengurus serta mengelola kepentingan masyarakat dalam wilayah yuridis masing-masing, mereka memiliki wewenang sekaligus tanggung jawab mengelola dan memfasilitasi pemenuhan kepentingan masyarakatnya. Akan tetapi apabila kepentingan tersebut memiliki relasi dengan kepentingan nasional, maka akan secara otomatis wewenang tersebut berada di dalam ranah kekuasaan pemerintah pusat.
Dalam konteks Pemilu, Taiwan menilai bahwa Pemilu merupakan suatu proses politik yang telah memainkan peran penting dalam politik lokal Taiwan sejak tahun 1950 dan secara nasional sejak tahun 1980. Pemilu memiliki peran penting dalam mewujudkan kessuksesan modernisasi negara dan demokratisasi. Pemilu juga telah berperan penting dalam memperkuat partai politik, membantu merumuskan kebijakan, dan mendorong demokratisasi kinerja pemerintah.   Hal menarik dari Pemilu Taiwan adalah prosentase pengumpulan suara dalam pemilihan umum pemerintah lokal lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengumpulan suara pemilihan umum pemerintah pusat di Taiwan, sehingga hipotesis awal menunjukan bahwa masyarakat Taiwan lebih mempercayakan kepentingan mereka terhadap pemerintah lokal.  Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa mereka memiliki keterikatan yang kuat dengan anggota pemerintah lokal, sehingga masyarakat Taiwan secara umum lebih mengenal calon pemimpin pemerintah lokal dibandingkan dengan calon anggota legislatif tingkat nasional ataupun presiden. Singkatnya, pemilu lokal membuat kontribusi besar untuk Demokratisasi Taiwan.
Sekilas telah diugkapkan bahwa dinamika politik Taiwan pernah mengalami stagnansi, karena adanya dominasi dunia perpolitikan Taiwan oleh partai Nasionalis Cina yaitu Kuomintang (KMT) yang dipimpin oleh Chiang Kai-Shek dengan ajaran dasar Sun Yat Sen, terutama setelah lepas dari pemerintahan kolonial Jepang. Setelah mengalami kekalahan dalam perang melawan partai komunis Mao Zedong, Chiang beserta prajurit dan pendukungnya, melarikan diri ke Taiwan kemudian berusaha merealisasikan “Tiga Prinsip Rakyat” Tiga Prinsip Rakyat tersebut menekankan kepada Pembangunan Bangsa; Demokrasi, dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik; dan Pembangunan ekonomi sebagai upaya menciptakan negara yang kaya dan kuat serta masayarakat yang sejahtera). Sun, bagaimanapun, mengajarkan bahwa demokrasi harus dikembangkansecara bertahap karena orang-orang yang belum terlatih atau siap untuk menerima tanggung jawab tersebut.
Tiga Prinsip Rakyat Sun Yat Sen yang tidak tercapai di wilayah daratan Cina memotivasi Chiang untuk merealisasikanya di negara Tawan.  Tanpa adanya perlawan berarti dari warga lokal Taiwan atas kedatangan Chiang serta rendahnya latar belakang pendidikan masyarakat lokal Taiwan, memberikan ruang bagi Chiang serta petinggi KMT untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, namun dengan alasan bahwa transisi demokrasi di Taiwan harus dilakukan secara bertahap dan tidak terburu-buru, Chiang melarang adanya pembentukan partai politik lainnya yang menyaingi KMT, namun akhirnya pada akhir tahun 1980-an terjadi peningkatan berdirinya partai oposisi yang dapat menyaingi KMT tidak hanya dalam pemilu, namun juga dalam parlemen dan badan milik pemerintah lainnya. Beberapa partai tersebut adalah Democratic Progressive Party, People First Party, New Party, Taiwan Independence Party, dan Taiwan Solidarity Union.  Dalam perjalanannya, beberapa partai tersebut kerap mengalami perselisihan, terutama terkait dengan perbedaan pendapat mengenai status Taiwan, beberapa dari partai yang disebutkan diatas menginginkan reunifikasi Taiwan dengan Cina, namun ada juga yang justru menginginkan kemerdekaan Taiwan sebagai negara independen dan bebas dari kekuasaan Cina.
Persoalan di atas nampaknya memiliki korelasi dengan literatur lain yang melihat konteks dinamika politik Taiwan secara internal dan eksternal. Konteks dinamika perpolitikan internal Taiwan  sangat berkaitan dengan permasalahan antara Taiwan dan Cina yang mempengaruhi proses-proses politik di Taiwan. Political forces di Taiwan terbagi menjadi dua akibat adanya konflik tersebut, yaitu:[5] Kelompok pertama berada di bawah pimpinan Presiden Chen Shui-Bian sejak Maret 2000 beserta dengan pihak radikal seperti Taiwan Solidarity Union bentukan Lee Teng-Hui yang bersatu dalam naungan partai Democratic Progressive Party (DPP); Kelompok kedua, adalah partai dibawah naungan Kuomintang dalam partai nasionalisnya (KMT).  Dalam tangga perpolitikan DPP berpendapat bahwa Taiwan adalah sebuah entitas yang terpisah dari Cina daratan, berlawanan dengan posisi KMT bahwa Taiwan dan daratan, meskipun saat ini dibagi, keduanya adalah bagian dari ‘satu Cina’. Pihak DPP yang selanjutnya dikenal dengan pan-green camp ini memperjuangkan Taiwan sebagai negara independen dan sepenuhnya terlepas dari Cina melalui berbagai tindakan reformasi radikal. Sedangkan partai KMK yang mebawahi kelompok pan-blue camp lebih memilih untuk membuat kebijakan secara berhati-hati agar tidak menimbulkan konflik baru dengan Cina.
Sedangkan dalam Dinamika politik eksternal Taiwan berhubungan dengan relasi Taiwan dengan negara lain yang dilihat melalui beberapa poin signifikan, di antaranya:[6] a) Ditandatanganinya Taiwan Relation Act pada 10 April tahun 1979 oleh Presiden Carter, yang didalamnya yang mengatur hubungan antara Taiwan dengan Amerika Serikat; dan b) Melalui vacation diplomacy, dimana dilakukan pemberian VISA ke negara-negara kecil untuk meningkatkan jumlah kunjungan. Hal ini dapat dipahami sebagai sebuah bentuk upaya untuk menemukan celah adanya pengakuan internasional mengenai eksistensi Taiwan itu sendiri.
Akan tetapi, dari berbagai penjelasan di atas, cukup menarik melihat perkembangan ekonomi Taiwan yang berhasil membuat pencapaian yang luar biasa dalam bidang enterpreneurship. Berdasarkan artikel yang dituliskan oleh Fu-Lay Tony Yu, Ho-Don Yan, dan Shan Yu-Chen dijelaskan bahwa Taiwan menduduki peringkat yang tinggi dalam bidang enterpreneur.
“According to the Small and Medium Enterprise Administration (SMEA), in 2003 about 97.8 % of enterprises in Taiwan are small and medium-size enterprises (SME’s), and they make up 75 to 80 % of all employment and 47 % of the economy’s GDP. Within the SME’s, 9.7 % of them last less than one year.5 According to the Taiwan’s Industry, Commerce and Service Census (2002), between 1995 and 2000 the survival rate of these enterprises was 69.4 %. The ease of firms to establish and shut-down indicates the dynamism of entrepreneurship in Taiwan.”[7]

Tulisan John F. Cooper Secara keseluruhan sudah mendeskripsikan unsur-unsur penting politik di Taiwan.  Nilai lebih dari tulisan ini menjadi stimulan yang menarik bagi pembaca untuk memahami lebih mendalam  dinamika politik di Taiwan. Sedangkan di sisi lain, akan jauh lebih baik jika tulisan tersebut juga memuat analisis terhadap contoh kasus yang dipaparkan, dan memuat informasi rinci. Informasi-informasi tersebut dapat berupa data dan sebagainya.  Informasi tersebut tentunya sangat berguna bagi pembaca untuk lebih memahami lebih mendalam mengenai kompleksitas dinamika politik negara Taiwan.

Daftar Pustaka

Referensi Utama:
Cooper, John F.  Taiwan: Nation State or Province?. Colorado: Westview Press, 2009.

Sumber Buku:
Overholt, William H. Smaller Places, Decisive Pivots: Taiwan, Korea, Southeast Asia” dalam Asia, America, and Transformation of Geopolitics. New York: Cambridge University Press. Chp.5, 2008.
Robert G Sutter. “Relations with Taiwan” dalam Chinese Foreign Relations: Power and Policy Since Cold War. Rowman and Littlefield Publisher, Inc. Chp.7, 2008.

Sumber PDF:
Yu, Fu-Lay Tony, Yan, Ho-Don & Chen, Shan Yu. Adaptive Enterpreneurship and Taiwan’s Economic Dynamics. PDF version.

Sumber Website:

Tanpa nama. Pemilu Taiwan yang diamati Cina dan Amerika Serikat dalam http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2012/01/120110_taiwan_election.shtml diakses pada Senin, 11 November 2013; Pukul 07.43 WIB.

Tanpa nama. Menhan Taiwan Hanya Bertahan Enam Hari dalm http://pesatnews.com/read/2013/08/07/32648/menhan-taiwan-hanya-bertahan-enam-hari. Diakses pada Senin, 11 November 2013; Pukul 07.52 WIB.
Tanpa nama. Ketua Parlemen Taiwan Tersingkir akibat Skandal Politik http://m.voaindonesia.com/a/1748136.html diakses pada Senin, 11 November 2013; Pukul 07.14 WIB.
Kinanti, Fellin. Dinamika Ekonomi dan Politik Taiwan. http://fellinkinanti-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-46979-Masyarakat%20Budaya%20Politik%20Asia%20Timur-Dinamika%20Ekonomi%20&%20Politik%20Taiwan.html diakses pada Minggu, 10 November 2013; Pukul 19. 36 WIB.


[1] John F. Cooper.  Taiwan: Nation State or Province? (Colorado: Westview Press, 2009), hlm. 107-148.

[2] Tanpa nama. Pemilu Taiwan yang diamati Cina dan Amerika Serikat dalam

   http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2012/01/120110_taiwan_election.shtml diakses pada Senin, 11 November 2013; Pukul 07.43 WIB.
[3] Tanpa nama. Menhan Taiwan Hanya Bertahan Enam Hari dalm http://pesatnews.com/read/2013/08/07/32648/menhan-taiwan-hanya-bertahan-enam-hari. Diakses pada Senin, 11 November 2013; Pukul 07.52 WIB.

[4] Tanpa nama. Ketua Parlemen Taiwan Tersingkir akibat Skandal Politik http://m.voaindonesia.com/a/1748136.html diakses pada Senin, 11 November 2013; Pukul 07.14 WIB.

[5] Robert G Sutter. 2008. Relations with Taiwan dalam Chinese Foreign Relations: Power and Policy Since Cold War. Rowman and Littlefield Publisher, Inc. Chp.7, hlm. 201.
[6] William H Overholt. 2008. Smaller Places, Decisive Pivots: Taiwan, Korea, Southeast Asia” dalam Asia, America, and Transformation of Geopolitics. New York: Cambridge University Press. Chp.5, hlm. 147.
[7] Yu, Fu-Lay Tony, Yan, Ho-Don & Chen, Shan Yu. Adaptive Enterpreneurship and Taiwan’s Economic Dynamics. PDF version., p. 11 dalam Fellin Kinanti. Dinamika Ekonomi dan Politik Taiwan. http://fellinkinanti-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-46979-Masyarakat%20Budaya%20Politik%20Asia%20Timur-Dinamika%20Ekonomi%20&%20Politik%20Taiwan.html diakses pada Minggu, 10 November 2013; Pukul 19. 36 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar