Pages

Jumat, 27 Desember 2013

“ Migrasi Ilegal dan Hak Asasi Manusia, Dilema dalam Globalisasi”



Bagaimana relasi antara globalisasi dan fenomena migrasi ilegal? Adakah hubungan antara negara dengan fenomena migrasi? Pertanyaan tersebut menjadi pemicu kali ini.  Dalam tulisan yang berjudul “Making People Illegal: What Globalization Means for Migration and Law” karya  Catherine Dauvergne[1], menjelaskan tentang bagaimana hubungan antara globalisasi dan fenomena migrasi ilegal, serta posisi negara di dalamnya. Mengawali tulisanya Dauvergne memberikan gambaran bahwa relasi antara globalisasi dan kemunculan fenomena migrasi ilegal menimbulkan sebuah dilema, dengan negara yang turut serta sebagai aktornya. Di mana, pada satu sisi globalisasi telah memfasilitasi hubungan antara negara menjadi borderless world, yang mana garis batas geografis antar negara menjadi kabur, sedangkan disisi lain hal tersebut telah memicu lahirnya fenomena migrasi ilegal dengan berbagai permasalahan yang menyertainya seperti perdagangan manusia, penyelundupan barang-barang terlarang, dan lain sebagainya.  Lalu di manakah posisi negara? Dalam hal ini, Dauvergne berpendapat bahwa hal ini dikarenakan  lemahnya peran negara dalam mengatasi persoalan tersebut.  Dengan melihat kenyataan lemahnya kontrol pemerintah, menandakan bahwa ada indikasi semakin melemahnya konsep kedaulatan yang dimiliki negara. 
Dalam perspektif penulis sendiri masalah migrasi merupakan salah satu masalah yang muncul dalam era globalisasi, yang mana masyarakat menjadi lebih terbuka dan memungkinkan individu yang dirasa tertindas atau tidak dapat mengembangkan dirinya di negara asal untuk mencari ruang hidup yang lebih baik di negara lain. Hal ini kemudian sah-sah saja jika dilakukan secara legal. Namun persoalan muncul adalah adanya para imigran ilegal. Aturan bagi perpindahan penduduk di suatu negara terkadang amat ketat dan hal ini tentu saja membatasi bagi mereka yang berusaha untuk sekedar memenuhi hak-hak dasarnya seperti rasa keamanan dan kesejahteraan yang tidak dapat diberikan negara asal. Disini tentu saja menjadi sebuah dilema ketika individu tidak dapat dijamin hak-haknya di negara asal dan mencoba untuk “lari” ke luar negeri dengan cara ilegal. Negara tujuan di satu sisi jika memandang dari Hak Asasi Manusia (HAM) mereka harus menyelamatkan para imigran ini, namun di lain sisi jika memandang dari sudut pandang teritori negara dimana negara akan berhati-hati dan menyeleksi siapa-siapa yang masuk ke negara mereka, maka mereka berhak untuk membatasi imigran yang masuk apalagi yang menggunakan cara-cara ilegal.
Sedangkan di dalam perspektif lain, Amin Mudzakkir menyebutkan bahwa globalisasi pada dasarnya merupakan sebuah reteritorialisasi.[2] Di mana dalam suatu fenomena free trade yang juga munculnya free immigration. Para imigran gelap, pada satu sisi cemas karena melanggar hukum migrasi dalam wilayah tertentu, namun disisi yang lain keberadaan mereka dibutuhkan sebagai komoditas dan akumulasi modal. Di sisi lain, lahirnya migrasi ilegal, salah satunya adalah  Faktor ekonomi bahkan ketika penyebab terdekat untuk migrasi belum tentu ekonomi.[3]
Secara keseluruhan Dauvergne telah mendeskripsikan unsur-unsur penting dari korelasi antara negara dan migrasi ilegal.  Mulai dari faktor-faktor tumbuhnya migrasi kemudian anggapan bahwa migrasi dan imigran legal sulit untuk dihambat dan kemudian butuh peran serta negara untuk mengatasi persoalan tersebut. Migrasi kemudian akan membawa kesejahteraan ekonomi karena mayoritas tujuan dari migrasi adalah untuk perbaikan ekonomi.  Nilai lebih dari tulisan ini menjadi stimulan yang menarik bagi pembaca untuk memahami lebih mendalam mengenai korelasi antara negara dan fenomena migrasi ilegal. Sedangkan di sisi lain, akan jauh lebih baik jika tulisan tersebut juga memuat analisis terhadap contoh kasus yang dipaparkan, dan memuat informasi rinci yang dapat dipergunakan bagi praktisi. Informasi-informasi tersebut berupa data ataupun komparasi kelebihan dan kelemahan masing-masing perspektif dalam memahami fenomena migrasi ilegal dalam globalisasi.  Informasi tersebut tentunya sangat berguna bagi pembaca untuk lebih memahami lebih mendalam mengenai kompleksitas migrasi ilegal dan posisi negara di dalam fenomena globalisasi.






Daftar Pustaka
Referensi utama:
Dauvergne, Catherine.  Making People Illegal: What Globalization Means for Migration and Law.  New York: Cambridge University Press, 2007.  hlm. 29-49.

Referensi tambahan:
Bhagwati, Jagdish. International Flows of Humanity dalam In Defense of Globalization.  Oxford: Oxford University Press, 2004.
Mudzakkir,  Amin. Imigrasi dan Batas-Batas Globalisasi dalam http://indonesian.irib.ir/headline/-/asset_publisher/eKa6/content/id/5361761/pop_up?_101_INSTANCE_eKa6_viewMode=print. diakses pada Senin, 14 Oktober 2013; Pukul 09.32 WIB.

Perdana, Rizki. Migrasi dan Globalisasi: Sebuah Kesempatan Peningkatan Taraf Hidup dalam http://rizkaperdana-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-78277-Globalisasi%20Strategi-Migrasi%20dan%20Globalisasi%20:%20Sebuah%20Kesempatan%20Peningkatan%20Taraf%20Hidup.html. Diakses pada Senin, 14 Oktober 2013; Pukul 09.38 WIB.



[1] Catherine Dauvergne.  Making People Illegal: What Globalization Means for Migration and Law (New York: Cambridge University Press, 2007), hlm. 29-49.
[2] Amin Mudzakkir. Imigrasi dan Batas-Batas Globalisasi dalam http://indonesian.irib.ir/headline/-/asset_publisher/eKa6/content/id/5361761/pop_up?_101_INSTANCE_eKa6_viewMode=print. diakses pada Senin, 14 Oktober 2013; Pukul 09.32 WIB.
[3] Jagdish Bhagwati.  International Flows of Humanity dalam In Defense of Globalization (Oxford: Oxford University Press, 2004), hlm. 210.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar