Bagaimana
relasi antara globalisasi dan fenomena migrasi ilegal? Adakah hubungan antara
negara dengan fenomena migrasi? Pertanyaan tersebut menjadi pemicu kali
ini. Dalam tulisan yang berjudul “Making People Illegal: What Globalization
Means for Migration and Law” karya
Catherine Dauvergne[1],
menjelaskan tentang bagaimana hubungan antara globalisasi dan fenomena migrasi
ilegal, serta posisi negara di dalamnya. Mengawali tulisanya Dauvergne memberikan
gambaran bahwa relasi antara globalisasi dan kemunculan fenomena migrasi ilegal
menimbulkan sebuah dilema, dengan negara yang turut serta sebagai aktornya. Di
mana, pada satu sisi globalisasi telah memfasilitasi hubungan antara negara
menjadi borderless world, yang mana
garis batas geografis antar negara menjadi kabur, sedangkan disisi lain hal
tersebut telah memicu lahirnya fenomena migrasi ilegal dengan berbagai
permasalahan yang menyertainya seperti perdagangan manusia, penyelundupan
barang-barang terlarang, dan lain sebagainya.
Lalu di manakah posisi negara? Dalam hal ini, Dauvergne berpendapat bahwa
hal ini dikarenakan lemahnya peran
negara dalam mengatasi persoalan tersebut.
Dengan melihat kenyataan lemahnya kontrol pemerintah, menandakan bahwa
ada indikasi semakin melemahnya konsep kedaulatan yang dimiliki negara.
Dalam
perspektif penulis sendiri masalah migrasi merupakan salah satu masalah yang
muncul dalam era globalisasi, yang mana masyarakat menjadi lebih terbuka dan
memungkinkan individu yang dirasa tertindas atau tidak dapat mengembangkan
dirinya di negara asal untuk mencari ruang hidup yang lebih baik di negara
lain. Hal ini kemudian sah-sah saja jika dilakukan secara legal. Namun
persoalan muncul adalah adanya para imigran ilegal. Aturan bagi perpindahan
penduduk di suatu negara terkadang amat ketat dan hal ini tentu saja membatasi
bagi mereka yang berusaha untuk sekedar memenuhi hak-hak dasarnya seperti rasa
keamanan dan kesejahteraan yang tidak dapat diberikan negara asal. Disini tentu
saja menjadi sebuah dilema ketika individu tidak dapat dijamin hak-haknya di
negara asal dan mencoba untuk “lari” ke luar negeri dengan cara ilegal. Negara
tujuan di satu sisi jika memandang dari Hak Asasi Manusia (HAM) mereka harus
menyelamatkan para imigran ini, namun di lain sisi jika memandang dari sudut
pandang teritori negara dimana negara akan berhati-hati dan menyeleksi
siapa-siapa yang masuk ke negara mereka, maka mereka berhak untuk membatasi
imigran yang masuk apalagi yang menggunakan cara-cara ilegal.
Sedangkan di
dalam perspektif lain, Amin Mudzakkir menyebutkan bahwa globalisasi pada
dasarnya merupakan sebuah reteritorialisasi.[2] Di mana dalam suatu fenomena
free trade yang juga munculnya free immigration. Para imigran gelap, pada
satu sisi cemas karena melanggar hukum migrasi dalam wilayah tertentu, namun
disisi yang lain keberadaan mereka dibutuhkan sebagai komoditas dan akumulasi
modal. Di sisi lain, lahirnya migrasi ilegal, salah satunya adalah Faktor ekonomi bahkan
ketika penyebab terdekat untuk migrasi belum tentu ekonomi.[3]
Secara keseluruhan Dauvergne telah mendeskripsikan unsur-unsur penting dari korelasi antara negara dan
migrasi ilegal. Mulai dari
faktor-faktor tumbuhnya migrasi kemudian anggapan bahwa migrasi dan imigran
legal sulit untuk dihambat dan kemudian butuh peran serta negara untuk
mengatasi persoalan tersebut. Migrasi kemudian akan membawa kesejahteraan
ekonomi karena mayoritas tujuan dari migrasi adalah untuk perbaikan ekonomi. Nilai lebih
dari tulisan ini menjadi stimulan yang menarik bagi pembaca untuk memahami lebih
mendalam mengenai korelasi antara negara dan fenomena migrasi ilegal. Sedangkan di sisi lain, akan jauh lebih baik jika tulisan
tersebut juga memuat analisis terhadap
contoh kasus yang dipaparkan, dan memuat informasi rinci yang dapat
dipergunakan bagi praktisi. Informasi-informasi tersebut berupa data ataupun
komparasi kelebihan dan kelemahan masing-masing
perspektif dalam memahami fenomena migrasi ilegal dalam globalisasi. Informasi tersebut tentunya sangat
berguna bagi pembaca untuk lebih memahami lebih mendalam mengenai kompleksitas migrasi ilegal dan posisi negara di dalam fenomena
globalisasi.
Daftar Pustaka
Referensi
utama:
Dauvergne,
Catherine. Making People Illegal: What Globalization Means for Migration and Law. New York: Cambridge University Press,
2007. hlm. 29-49.
Referensi tambahan:
Bhagwati, Jagdish. International Flows of Humanity dalam In
Defense of Globalization. Oxford:
Oxford University Press, 2004.
Mudzakkir, Amin. Imigrasi
dan Batas-Batas Globalisasi dalam http://indonesian.irib.ir/headline/-/asset_publisher/eKa6/content/id/5361761/pop_up?_101_INSTANCE_eKa6_viewMode=print. diakses pada Senin, 14 Oktober 2013; Pukul 09.32
WIB.
Perdana, Rizki. Migrasi dan Globalisasi: Sebuah Kesempatan Peningkatan Taraf Hidup dalam http://rizkaperdana-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-78277-Globalisasi%20Strategi-Migrasi%20dan%20Globalisasi%20:%20Sebuah%20Kesempatan%20Peningkatan%20Taraf%20Hidup.html. Diakses pada Senin, 14 Oktober 2013; Pukul 09.38 WIB.
[1] Catherine Dauvergne. Making
People Illegal: What Globalization Means for Migration and Law (New York:
Cambridge University Press, 2007), hlm. 29-49.
[2] Amin Mudzakkir. Imigrasi dan Batas-Batas Globalisasi
dalam http://indonesian.irib.ir/headline/-/asset_publisher/eKa6/content/id/5361761/pop_up?_101_INSTANCE_eKa6_viewMode=print. diakses pada Senin, 14 Oktober
2013; Pukul 09.32 WIB.
[3] Jagdish Bhagwati. International
Flows of Humanity dalam In Defense of Globalization (Oxford:
Oxford University Press, 2004), hlm. 210.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar