Kamis, 29 September 2016

"PURWAKARTA WALKING TOUR 2016: CARA KREATIF ANAK MUDA PROMOSIKAN PARIWISATA"

                                                             oleh Alpiadi Prawira Ningrat
        
Saat ini, teknologi telah berkembang dengan begitu pesatnya. Salah satunya adalah media social yang tidak  hanya sebagai sarana komunikasi antar individu tapi juga sebagai media untuk menunjukan 'eksistensi' diri, khususnya di kalangan anak muda termasuk di Purwakarta dengan mengunggah foto-foto ataupun video di media sosial seperti facebook, instagram dan sebagainya.

Melihat momentum tersebut, para anak muda Purwakarta dari berbagai komunitas yang memiliki ketertarikan terhadap pariwisata membuat sebuah kegiatan yang bernama 'Purwakarta Walking Tour'.



Purwakarta Walking Tour (PWT) 2016

Purwakarta Walking Tour sendiri adalah kegiatan traveling atau jalan-jalan di kota Purwakarta dengan tujuan untuk mempromosikan potensi pariwisata Purwakarta. PWT  diprakarsai oleh komunitas" anak muda Purwakarta yg memiliki concern di bidang pariwisata seperti: Urang Purwakarta, Amazing Purwakarta, Explore Purwakarta hingga Mojang Jajaka Purwakarta dan didukung penuh oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Purwakarta.


Anak Muda dan Pariwisata Purwakarta

Promosi pariwisata di social media dan anak muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, mengingat anak muda adalah konsumen utama penggunaan social media. Oleh karena itu, subjek utama Purwakarta Walking Tour ini adalah anak muda.

Aktivitas jalan-jalan seru di kota Purwakarta ini diikuti oleh 100 anak muda yangg telah diseleksi dari lebih dari 300 pendaftar. Peserta pun tidak hanya berasal dari Purwakarta tapi juga Bandung, Jakarta, Bekasi, Subang, Karawang, hingga Bogor dgn komunitas berbeda pula seperti Aleut Bandung, Pecandu Buku, 1000 Guru hingga komunitas anak muda Purwakarta seperti PWKAwesome, UrbexPeople, Sukamoto dan sebagainya.

Para peserta yg kemudian dibagi dalam lima kelompok dgn nama-nama tokoh pewayangan "Pandawa Lima" diajak mengunjungi tempat-tempat menarik di kota Purwakarta seperti Bale Panyawangan Diorama Purwakarta, Taman Citra Resmi, Taman Maya Datar, Taman Pancawarna, Masjid Agung hingga Taman Pasanggrahan.


Promosi Kuliner Purwakarta

Selain berfoto dan menguplod aktivitasnya di Sosial Media "Instagram" sebagai salah satu cara mempromosikan pariwisata Purwakarta. Para peserta juga diberikan informasi tentang Purwakarta, khususnya potensi pariwisatanya. Hal ini sebagai implementasi dari direct tourism promotion yaitu bentuk penyampaian informasi pariwisata langsung terhadap masyarakat, dalam hal ini peserta Purwakarta Walking Tour.

Selain promosi objek wisata, kegiatan ini juga memfasilitasi untuk promosi kuliner Purwakarta, yang mana para peserta juga menikmati makan siang bersama dgn suguhan kuliner khas Purwakarta seperti Sate Maranggi, es Ciming. Tidak hanya itu, kuliner inovasi anak muda Purwakarta  "Monster Tea".juga turut disuguhkan sebagai bentuk apresiasi terhadap inovasi anak muda dalam menciptakan ragam kuiliner asli Purwakarta. 

Private Sector dan Pariwisata Purwakarta

Di akhir acara, bagi peserta dgn photo dan caption menarik berhak memperoleh doorprize mulai dari 'neck strap camera' dari Ferma Leather, hingga tiket gratis mendaki Via Verrata Gunung Parang sbg gunung batu andesit tertinggi ke dua di Asia dan bermalam syahdu di hotel Harper Purwakarta by Aston. Hal ini menunjukan suatu bentuk dukungan dari sector swasta (private sector) terhadap upaya promosi pariwisata.

Dukungan swasta ini sangat penting, mengingat dalam konteks promosi pariwisata tidak hanya dilakukan oleh pihak pemerintah sebagai institusi formal Negara melalui dinas pariwisata kabupaten Purwakarta, masyarakat yang dalam hal ini adalah anak muda Purwakarta dari berbagai komunitas yang memprakarsasi acara, tapi juga swasta sebagai actor 'kapital' yang dukunganya dapat turut membantu promosi dan pengembangan wisata.


Kesimpulan
Terlepas dari keseruan acara, terpenting bahwa PWT 2016 telah menunjukan bahwa kota Purwakarta memiliki potensi pariwisata dan untuk mengembangkanya dan mempromosikannya tidak dapat dilakukan sendiri. Kolaborasi berbagai pihak dengan  peran serta anak muda sebagai salah satu caranya.

Rabu, 28 September 2016

BACK TO LEMBUR: PERAN KARANG TARUNA DAN POTENSI WISATA SUNGAI CIKONDANG WANAYASA


                                                                   oleh Alpiadi Prawiraningrat

Back to Lembur

Back to Lembur yang dalam Bahasa Indonesia berarti ‘Kembali ke Desa’ adalah kegiatan travelling ke desa-desa di Purwakarta yang diprakarsai oleh Urang Purwakarta dengan fokus tidak hanya pada penjelajahan (explore), tapi juga menjalankan aktivitas layaknya warga desa dan ‘ngobrol pariwisata’ bersama komunitas pemuda setempat.

Back to Lembur pertama ini (24/09/2016), saya dan tim Urang Purwakarta berkunjung ke kampung Tanjak Nangsi, Desa Raharja, Kecamatan Wanayasa, Purwakarta dengan berbagai kegiatan seru bersama pemuda-pemudi Karang Taruna kampung Tanjak Nangsi.

 

Potensi Wisata  Sungai Cikondang

Kampung Tanjak Nangsi berada sekitar 500 meter dari Situ Wanayasa. Di kampung ini terdapat potensi wisata sungai Cikondang. Dinamakan demikian karena dahulu di pinggir sungai tersebut terdapat pohon kondang yang besar, sehingga dinamakanlah sungai Cikondang.



Pesona sungai Cikondang yang tersembunyi di perkampungan dan sawah warga dengan sumber air dari situ Wanayasa tentunya menarik minat kita untuk menceburkan diri ditambah lagi nuansa hutan Wanayasa. Sehingga tidak mengherankan jika kita menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk sekedar bermain air dan foto-foto.
               

Tidak hanya hutan dengan udara yang masih asri. Daya Tarik sungai Cikondang juga terdapat pada tebing batu yang mengelilinginya dengan beberapa sumber mata air alami yang bisa langsung diminum yang muncul dari sela-sela tebing batu tersebut. Sumpah airnya seger pisan!

 

Nasi Liwet, Sambel dan Papahare

Keseruan dari Back to Lembur tidak selesai sampai di situ. Setelah puas guyang (berenang) kitapun diajak untuk membuat Nasi Liwet dengan cara yang ‘khas lembur’. Disebut khas lembur karena proses memasaknya tidak menggunakan rice cooker ataupun kompor gas seperti halnya di rumah makan. Tapi ini asli membuat tungku pembakaran sendiri dengan sumber api dari kayu bakar.

Kita juga belajar memasak lauk dengan menu sederhana, seperti ikan asin, tahu, tempe, kerupuk, jengkol goreng ditambah dengan membuat sambel dadakan sendiri. Awalnya proses membuat sambel ini keliatanya mudah, tapi ketika dipraktekan ternyata membuat berkeringat dan pegel tangan juga.


           




Nah, setelah nasi liwet dan lauk-pauk siap, kitapun menikmatinya bersama-sama di atas daun pisang. Masyarakat setempat menyebut kegiatan makan bersama tersebut sebagai ‘papahare’ yang tentunya menambah keseruan dan keakraban.


Sebari makan, ngobrol seru pariwisatapun dilakukan bareng pemuda/i Karang Taruna lembur Tanjak Nangsi. Mulai dari program-program Karang Taruna, potensi produk lokal setempat, hingga rencana pengembangan potensi wisata sungai Cikondang dengan peran pemuda sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.

 

Karang Taruna dan Potensi Wisata Sungai Cikondang

Jika kita mengkaitkan dengan konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development)  partisipasi dan peran aktif dari Karang Taruna Tanjak Nangsi yang mampu melihat  potensi pariwisata sungai Cikondang dan berupaya memelihara kelestariannya dengan melakukan kerja bakti bersama membersihkan sungai adalah salah satu bentuk prakteknya.


Selain itu, adanya strategi-strategi untuk pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata sungai Cikondang, seperti rencana ‘paket liwet’ di mana pengunjung yang datang diajak untuk membuat nasi liwet secara tradisional juga merupakan penjabaran dari indikator partisipasi masyarakat dalam segi strategi-strategi pemasaran pariwisata dalam konteks sustainable tourism development.



Diharapkan apabila partisipasi Karang Taruna dalam perencanaan pengembangan potensi wisata Cikondang dapat terealisasi dan berjalan dengan baik, maka menimbulkan rasa kepemilikan dan kebangaan terhadap potensi wisata Cikondang. Sehingga dalam proses pengembangnya dilakukan dengan penuh tanggungjawab. Sebagai pencapaian jangka panjang, konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) dapat dilaksanakan dengan baik dengan Karang Taruna sebagai institusi pemuda dan aktor penting yang berperan dalam proses pengembangan pariwisata lokal.

Senin, 07 Desember 2015

"SUMBER AIR PANAS CIRACAS PURWAKARTA: RENUNGAN POTENSI ALAM DAN PENGANGGURAN"

oleh Alpiadi Prawiraningrat


Perjalanan kali ini diawali dengan rasa penasaran terhadap salah satu potensi pariwisata sumber air panas yang ada di Purwakarta. Emang Purwakarta punya sumber air panas? Sumuhun! Tidak banyak yang tahu kalau kabupaten Purwakarta memiliki sumber air panas yang konon sudah ada sejak jaman dahulu kala. Namun sangat disayangkan, sumber air panas ini kurang dikelola dengan baik sehingga terkesan diabaikan. Padahal sumber air panas ini memiliki potensi sebagai salah satu objek pariwisata di Purwakarta. Bersama dua kawan saya lainnya, yaitu partner sejati dalam ngebolang Devian dan juga Izzan ysng kebetulan ketiganya amsih berstatus “pengangguran bergelar”. Kita bertiga mencoba melakukan eksplore ke sumber air panas tersebut.
Dimana Lokasinya?
Lokasi sumber air panas Purwakarta terletak di desa Ciracas, kecamatan Kiara Pedes. Terletak ±8 km dari Situ Wanayasa  atau sekitar  45 kilometer dari pusat kota Purwakarta. Lokasinya sebetulnya cukup mendukung untuk menjadi tempat wisata, karena berada  di kaki bukit yang dikelilingi oleh pepohonan dan hamparan sawah dengan udara yang sejukn khas pedesaan dengan infrastruktur jalan yang mulus. Pokoknya suasana tempatnya menenangkan jiwa dan ragga.
 
Adapun rute menuju air panas Ciracas dari pusat kota Purwakarta dapat mengambil jalur ke arah situ Wanayasa. Beberapa meter setelah melewati situ wanayasa  terdapat pertigaan (lurus ke arah bojong, sedangkan belok kiri ke arah Kiara Pedes atau Subang). Nah, kita ambil jalan ke kiri dengan terus lurus melewati sebuah pesantren (lupa euy namanya) sampai akhirnya menemukan gank di sebelah kiri (dekat belokan) yang berdekatan dengan gapura perbatasan antara kabupaten Purwakarta dan Subang. Jangan ragu, langsung saja  ambil jalan tersebut dengan terus lurus menyusuri area pesawahan, hutan, rumah penduduk hingga  menemukan pertinggaan menuju ke desa Kiara Pedes (sebelah kiri), ditandai dengan gapura dan menuju lokasi sumber air panas ke sebelah kanan.  Kita mah ambil kanan aja, karena beberapa puluh meter dari pertigaan tersebut adalah lokasi pemandian air panas Ciracas.
Pertigaan menuju Sumber air panas Ciracas (ambil sebelah kanan)
Pemandangan di belakang sumber air panas Ciracas
Akhrinya Tiba!
            Di tempat ini terdapat sekitar 12 titik sumber mata air panas (hot spring), beberapa di antaranya berlokasi di pematang sawah milik masyarakat. Menurut keterangan penduduk setempat, mandi di sumber air panas alam tersebut di samping dapat memberikan kesegaran jasmani juga dapat memberikan penyembuhan untuk pengobatan penyakit kulit, rematik, pegal-pegal dan lain sebagainya.

 Papan petunjuk sumber air panas Ciracas
Kita bertiga tidak langsung menceburkan diri akan tetapi langsung merapat ke warung sate maranggi yang terdapat di dekat lokasi sumber air panas.  Biaslah ngobrol ngaler ngidul, mulai dari pengalaman kuliah dimana sekarang kita sudah menjadi “Pengangguran Bergelar”, menceritakan kenangan-kenangan jaman SMA (kebetulan kita satu sekolah), karir dimasa depan, beberapa teman-teman yang sudah sukses bekerja, sampai renungan nasib susahnya mencari kerja (bagian ini touching heart pisan). Hingga akhirnya kita menyimpulkan bahwa semua akan indah pada waktunya, sesuai dengan porsinya, serta tanpa disadari waktu ini cepat sekali  berlalu dulu kita masih pake seragam putih abu, sekarang mencari kerja demi sebuah gelar baru bernama “hidup maju”.

 
 Tempat pemandian air panas Ciracas 

 Tempat pemandian air panas Ciracas 
Puas menyantap sate maranggi, kitapun bergegas untuk berendam. Akan tetapi sesampainya di pintu masuk kolam (sebetulnya kaga ada pintunya), kita melihat ada seorang bapak-bapak yang juga sedang berendam dengan keadaan (naked) layaknya “dede bayi” yang sedang berendam di bak miliknya. Meskipun sesama lelaki perkasa, nampaknya agak risih juga jika masuk dan berendam bersama dengan “dede bayi” dewasa yang tidak lagi lucu. Akhirnya, kita memutuskan untuk mengurungkan niat mandi di sumber air panas tersebut dan hanya merendam kaki saja sebentar. Muncul ide random untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Ciater Subang. Tapi, karena sudah sore akhirnya terpakasa kita batalkan dan memilih untuk menyambangi Curug Cijalu yang lokasinya tidak jauh dari tempat tersebut [cerita di curug Cijalu masih diproses]

Pengelolaan Kurang Optimal
Sumber air panas Ciracas sebetulnya memiliki potensi untuk dijadikan sebuah objek wisata di Purwakarta. Akan tetapi, potensi yang dimiliki oleh sumber air panas ini kurang begitu mendapat dukungan oleh masyarakat setempat dan pemerintah daerah. Masyarakat misalnya masih membuang sampah sembarangan di sekitar lokasi tersebut, sehingga terlihat kotor dan kumuh. Begitupun dengan pemerintah kabupaten Purwakarta. Meskipun dari segi infrastruktur jalan sudah sangat baik, namun pembangungan pada objek sumber air panas masih sangat kurang. Sebagai contoh, pemandian air panas ini tidak dilengkapi pintu dan bahkan terkesan seperti pemandian umum, serta bangunanya kurang menarik perhatian pengunjung dan hanya bertuliskan dari papan bekas dengan cat alakadarnya.  

 Bangunan lokasi sumber air panas Ciracas yang kurang menarik (tampak samping)
Sampah di sekitar pemandian air panas Ciracas
Pengelolaan yang kurang optimal terhadap sumber air panas Ciracas membawa pada sebuah pemikiran tentang peran pemerintah dalam proses pembanguanan antara pusat kota dan desa di Purwakarta.  Di wilayah kota, berbagai antraksi wisata baru telah dibangun, seperti taman Sri Baduga dengan Air Mancur  Terbesar di Indonesia, Bale Panyawangan sebagai museum sejarah Purwakarta dengan sentuhan teknologi modern dan berbagai taman lainnya yang dibuat dengan sangat menarik.
Sebetulnya pengembangan atraksi baru pariwisata seperti disebutkan di atas tidak salah, apalagi jika tujuanya untuk menata kota agar lebih rapih dan nyaman serta menarik kunjungan wisatawan ke Purwakarta dan menggerakan roda perekonomian. Namun, akan lebih baik apabila pengembangan atraksi pariwisata juga dilakukan terhadap objek-objek wisata yang memang  telah tersedia oleh alam. Sehingga biaya pengembangannya “mungkin” dapat lebih murah dan juga sebagai bentuk syukur dan upaya mempertahankan warisan potensi alam Purwakarta.
Namun demikian, kurang optimalnya pengembangan objek wisata sumber air panas Ciracas Purwakarta sebetulnya tidak sepenuhnya menjadi salah dan tanggungjawab pemerintah. Kita sebagai masyarakat Purwakarta  juga harus berperan aktif, caranya dapat dilakukan dengan langkah sederhana. Misal menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak mencurat coret dan aktif mempromosikan sumber air panas  Ciracas agar potensinya lebih banyak diketahui oleh masyarakat. 

Kesimpulan: Sumber Air Panas dan Pengangguran

 Sumbangan sukarela untuk membangun sumber air panas Ciracas
Terdapat relasi dari label “pengangguran” pada individu dan sumber air panas Ciracas. Pada dasarnya keduanya memiliki potensi untuk berkembang dan memberikan manfaat. Kita (manusia) dengan label pengangguran mungkin apabila sudah bekerja dapat memberikan manfaat untuk keluarga dan orang-orang tercinta dengan gaji yang diperoleh. Begitupun dengan sumber air panas Ciracas, apabila dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat kepada masyarakat setempat. Namun bedanya, label “pengangguran” pada kita sebagai manusia dapat berubah berdasarkan usaha yang kita lakukan sendiri, karena kita adalah subjek yang dapat bergerak. Artinya,  dengan usaha dan kerja keras untuk mencari pekerjaan suatu hari nanti akan bekerja dan mandiri. Tapi sumber air panas Ciracas adalah subjek yang diam. Kepedulian dari kita selaku bagian dari masyarakat Purwakarta dan sumbangan pengunjung “se-ikhlasnya” yang membuatnya tetap bertahan, entah sampai kapan.
Oleh karena itu, tulisan ini diharapkan dapat sedikit membantu untuk mempromosikan potensi pariwisata di Purwakarta. Agar potensi pariwisata tersebut tidak menjadi “pengangguran”, namun memberikan manfaat bagi masyarakat. Meskipun semua akan indah pada waktunya, sesuai dengan porsinya.

Sabtu, 20 Juni 2015

Seleksi JPI Jawa Barat 2015: Tidak Hanya Sekedar Kompetisi!



oleh Alpiadi Prawiraningrat
Seleksi selalu erat kaitannya dengan kompetisi dan tidak pernah lepas dari sifat arogansi individu untuk menunjukan kualitas diri agar dianggap pantas dinilai sebagai pemenang hingga mengabaikan untuk menjalin relasi dengan lingkungan disekitarnya, namun hal itu tidak sepenuhnya terjadi pada seleksi Jambore Pemuda Indonesia (JPI) tahun 2015 yang telah mengajarkan bahwa: “selection process  it’s not only about the competition but also how to make a  good relation with the potential young generation. Hal penting lainnya adalah bahwa skala atau ruang lingkup kompetisi bukanlah menjadi mutlak orientasi utama, karena terpenting adalah bagaimana kita dapat belajar dan berbagi dalam proses seleksi tersebut.  Tulisan ini tidak hanya akan menjelaskan sedikit gambaran singkat tentang Jambore Pemuda Indonesia, tapi juga pengalaman penulis dalam mengikuti Seleksi Jambore Pemuda Indonesia (JPI) tahun 2015 tingkat provinsi Jawa Barat! Selamat membaca!


Apa itu Jambore Pemuda Indonesia (JPI)?
            Jambore Pemuda Indonesia (JPI) adalah salah satu program dari Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Republik Indonesia.  Kata “Jambore” disini tidak selalu berkonotasi Pramuka karena lebih menekankan pada aktifitas  yang  memfasilitasi para pemuda berpotensi dari seluruh provinsi di Indonesia untuk berkumpul, berbagi pengalaman dan berkontribusi sosial secara nyata terhadap masyarakat.  Sehingga tidak perlu khawatir bagi yang tidak paham dengan Pramuka seperti sandi bendera atau Semapore ataupun urusan simpul tali-temali untuk membuat tandu.  JPI setiap tahunnya rutin dilaksanakan berdekatan dengan hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober dengan lokasi yang berbeda-beda, sebagai contoh tahun 2014 dilaksanakan di Yogyakarta dan untuk tahun 2015 akan dilaksankan di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
Akan tetapi, untuk menjadi delegasi pemuda dari provinsi tertentu tidaklah mudah karena terdapat beberapa tahapan seleksi baik ditingkat kabupaten hingga provinsi.    Untuk tingkat provinsi misalnya, peserta seleksi yang berhak ikut adalah peserta yang direkomendasikan dari kabupaten/kota dengan berbagai berkas lengkap yang harus dipersiapkan, berikut gambaran syarat lengkapnya:



Setiap provinsi memiliki perbedaan dalam proses seleksi. Sebagai gambaran untuk proses seleksi di provinsi Jawa Barat tahun 2015 diantaranya adalah test pengetahuan umum, test fisik, test kesenian, personal interview dan persentasi produk unggulan kabupaten/kota.  



Materi test pengetahuan umum terbagi dalam beberapa kategori, yaitu berkaitan wawasan nasional, seperti macam-macam kesenian, rumah adat, tarian dan rumah adat asal dari Indonesia, peraturan perundang-undangan tentang korupsi, Hak Asasi Manusia (HAM), dll; Sejarah Indonesia seperti candi, prasasti, proklamasi, sumpah pemuda dll; Wawasan regional seperti ASEAN, peta buta negara-negara ASEAN; serta wawasan international seperti declaration of human rights, runtuhnya kerajaan Turki Usmani, globalisasi, perkembangan idelogi-ideologi di dunia seperti kapitalisme, sosialisme dan liberalisme dan sebagainya.  Kemudian untuk test fisik, terbagi menjadi beberapa bagian seperti lari, push up dan sit up. Selanjutnya test kesenian, lebih memberikan kesempatan untuk menunjukan bakat seni peserta baik menari, menyanyi ataupun puisi yang memiliki korelasi dengan seni dan budaya daerah masing-masing. Adapun untuk personal interview merupakan wawancara mendalam terkait kegiatan dan pengalaman organisasi yang pernah diikuti.  Sedangkan untuk persentasi produk lokal adalah kesempatan menjelaskan dan mempromosikan produk unggulan yang berasal dari kabupaten atau kota kita masing-masing.

Sedikit Cerita dari Seleksi JPI 2015 tingkat Provinsi Jawa Barat!
            Rasa bangga sebagai seorang delegasi dari kabupaten asal yaitu Purwakarta selalu mengiringi ketika mengikuti suatu proses kompetisi, karena artinya terdapat suatu tanggungjawab dan kepercayaan dari kampung halaman kepada diri pribadi.  Begitupun pada kesempatan kali ini,  bersama dengan sahabat saya Joewitta Fitriana Syofyan (@JFSyofyan), kami dipercaya untuk menjadi delegasi kabupaten Purwakarta dalam proses seleksi JPI 2015 tingkat provinsi Jawa Barat yang dilaksanakan dari tanggal 9-11 Juni 2015 di hotel Alam Sari Permai, Bandung.  



Terdapat sekitar 41 orang delegasi dari kabupaten dan kota di Jawa Barat yang kemampuannya tidak perlu diragukan lagi. Pada bidang seni misalnya ada Arman dari kabupaten Subang dengan kemampuan menari akrobatik yang luar biasa, pasangan Dede dan Kakak Emesh dari kabupaten Bandung Barang dengan kemampuan tari kolaborasi yang romantis; Widik dari Garut dan Teh Irna dari Ciamis yang mampu pencak silat dengan tangguh. Kemudian Faisal atau lebih sering disebut Pepey dari Cimahi yang suaranya merdu ala-ala kolabirasi Afgan dan Josh Groban dan Shinta kabupaten Bandung yang ngawihnya bikin syahdu; juga Egi yang hebat sekali monolog ataupun sajak yang bikin merinding.  Tidak hanya dibidang seni, Kang Wishnu misalnya ternyata adalah salah satu pria pergerakan Jatinangor yang jago banget bikin aksi massa (baca: demo mahasiswa), maklum dia mahasiswa ilmu pemerintahan UNPAD. Serta para mojang dan jajaka keceh seperti kang Hilman dan Gita dari Kuningna, Septian dari Indramayu dan banyak lagi generasi muda berpotensi Jawa barat lainnya.


Meskipun berjudul seleksi yang erat kaitanya dengan kompetisi, tapi kesempatan menjalin relasi dengan generasi muda berpotensi adalah salah satu hal yang memotivasi saya untuk ikut cara ini.  Meskipun awalnya rada kagokan, namun seiring berjalannya waktu selain selfie disela-sela kompetisi, ada juga games yang bikin sensi, misal black magic-black magican andalan Egi. Selanjutnya duet Deo dan Widik dengan games yang clue-nya “Bumi itu bulat” atau “Ini angsa yah ini angsa” diikuti dengan penjumlahan angka yang bikin diri kita terasa amat bodo karean kompleks pisan untuk dipahami, serta nyaris selusin tebak-tebakan lainnya yang bikin au ah gelap. Tapi memang sih, soal tebak-tebakan duet pepey dan egi memang aduhay kaga ada lawannya, mulai dari tebakan kalau punya uang 50 ribu gue mau bikin atau beli apa?;  Tebakan logic berlevel (serasa kripik Ma’icih); typo-typo porno, eh parno maksudnya. Pokokna Pepey sang Jajaka Cimahi dan Egi sang Pecinta Dedek Emesh Juara-lah soal tebak-tebakan mah! 



Selain selfie dan tebak-tebakan berkualitas proses seleksi JPI 2015 Jawa barat juga dihiasi dengan cerita-cerita bernuansa, mulai dari yang bernuansa lucu dari Bang Iful tentang nangka, manggis, singa dan kancil, roman picisan Papah ingin mengetik namun akhirnya tulis tangan, selingan keripik Kanjo, hingga bernuansa mistis yang menjadi asal muasal terbentuknya kelompok 7 Manusia Harimau di kamar 403 yang diwarnai dengan fenomena hilangnya pepey dari kamar 403 yang diperkirakan pukul 02.00 pagi serta lantunan orkestra syahdu orkestra dari bang Iful dan Rim yang bikin merinding sakit hati. 


Meskipun yang terpilih hanya 12 orang yang terdiri dari 6 putera dan puteri untuk menjadi delegasi Jawa Barat di tingkat nasional, serta sekejapnya waktu perkenalan antara peserta tapi tidak membatasi ikatan persahabatan dan oleh karena itu, untuk lebih merekatkan tali silaturahmi sebagai bagian dari pemuda Jawa Barat, selesai acara kami memutuskan untuk nonton film yang ngehits kekinian yaitu Jurasic World dan nongsky bareng mengobrol ngaler ngidul berbagi cerita setelah nonton pagelaran seni di NHI setiabudi hingga larut malam.
Oleh karena itu, opini pribadi dengan penuh keyakinan mengatakan bahwa “selection process  it’s not only about competition but also how to make a  good relation with the potential young generation. Terhadap saya pribadi, seleksi Jambore Pemuda Indonesia tahun 2015 tingkat provinsi Jawa Barat telah mengajarkan tentang pentingnya persahabatan dari sekedar adu kekuatan dan kemampuan dalam sebuah kompetisi, serta menghargai masing-masing potensi adalah pelajaran yang juga berarti dari hanya menunjukan kehebatan diri sendiri.

Renungan dari Seleksi  JPI 2015 Provinsi Jawa Barat!
            Selain dari persahabatan, cerita lucu, mistis dan tragis serta pengalaman-pengalaman menyenangkan lainnya dari kegiatan seleksi JPI Jabar 2015. Terdapat salah satu hal menarik lainnya berupa pertanyaan dari salah satu panitia seleksi pada saat personal interview kepada saya yang kurang lebih seperti ini: “Keyakinan apa yang membuat kamu ingin mengikuti JPI yang skalanya nasional sedangkan berdasarkan CV bahwa kamu telah memiliki cukup banyak pengalaman di level regional bahkan internasional?
            Mungkin bagi sebagian orang pertanyaan tersebut sepele dan sederhana, tapi bagi saya pertanyaan tersebut cukup menyulitkan sehingga membuat saya terdiam dan merenung sesaat dalam waktu yang singkat. Hingga akhirnya nasehat dari Ayah-lah yang terlintas untuk menjadi jawaban, yang kurang lebih seperti ini:
            “Saya teringat akan pesan yang selalu disampaikan ayah kepada putra-putranya, bahwa Jalma Nangtung ku Elmuna, Dampal Ngampar ku Amalna yang artinya bahwa seseorang itu dapat berdiri karena ilmunya, dan menginjakkan kaki oleh amalnya.  Ilmu erat kaitanya dengan belajar dan proses belajar dapat diperoleh pada tempat, lingkungan, kondisi, skala atau level apapun baik di tingkat internasional, regional, nasional bahkan lingkungan terkecil seperti keluarga sekalipun selalu ada nilai-nilai pelajaran dan ilmu yang dapat dipetik.  Bagi saya pribadi, skala atau level acara tidak selalu menjadi prioritas utama, karena terpenting adalah Purwadaksina-nya. Purwa berarti memulai dan daksina berarti mengakhiri, yaitu bagaimana saya memulai (purwa) untuk mengikuti kegiatan ini dengan niatan belajar mencari ilmu sehingga dapat berdiri atau membanggakan, tapi tidak lupa untuk mengakhirinya (daksina) dengan berbagi atau berkontribusi dari ilmu dan pengalaman yang telah diperoleh (dampal ngampar ku amalna), karena setelah hal itu dilakukan kebahagiaan yang diperoleh tidak hanya sekedar  kebanggan dari keikutsertaan dalam sebuah event dengan skala atau level tertentu, tapi lebih dari itu, yang akan kita temukan dan dapatkan setelah semuanya selesai secara paripurna, sebagaimana lirik dalam lagu Muse berjudul Dead Inside bahwa “Light only shines from those who share.”  Tinggal tugas kitalah selanjutnya untuk menemukan dan mendapatkan cahaya (light) seperti apakah yang akan membuat kita bersinar (shining) dan kuncinya adalah share berbagi, berkontribusi.
                Nampaknya sekian dulu tulisan saya terkait JPI 2015 tingkat provinsi Jawa Barat. Mohon maaf rada panjang, maklum curahan dari hati banget. Hehhehehe. Cag! Hatur nuhun! Salam Semangat!