oleh Alpiadi Prawiraningrat
Tulisan
ini menceritakan tentang perjalanan 4 (empat) sekawan alumni SMA Negeri 1
Purwakarta (SMANSA) angkatan tahun 2011, yang kebetulan tengah mengisi waktu
liburan perkuliahan. Perjalanan yang dilakukan adalah pendakian menaklukan gunung Bongkok,
Tegalwaru, Purwakarta yang sedang nge-hits
kekinian dikalangan para pendaki gunung Indonesia.
Nah,
sebelum cerita inti perjalanan ini dimulai, mari perkenalkan satu demi satu
para anggota pendaki dadakan, penakluk Gunung Bongkok, Purwakarta.
Rifky Rinaldi (Rifky)
Rifky adalah yang paling kalem di
antara 4 (empat) pendaki lainnya. Selama perjalananpun dia tidak pernah banyak
bicara, sampai kita sendiri tidak tahu kalau tangan kanannya lecet-lecet akibat
kepelinter pada saat memanjat tebing
batu.
Rifky adalah mahasiswa
Sosiologi UI angkatan 2012, tapi dia lulusan SMANSA 2011 dan seangkatan dengan
kita. Dia memutuskan untuk satu tahun pending kuliah karena awalnya fokus berambisi
untuk masuk akademi kepolisian (AKPOL) demi cita-citanya ingin menjadi Kapolda
Jawa Barat. Namun apa daya, Tuhan berkendak lain. Gagal diterima di AKPOL, Rifky masuk
Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2012.
Meskipun pendiam dalam
hal percintaan, tapi berkaitan dengan pembahasan bahan bangunan mulai dari harga,
distributor, mekanisme penjualan Rifky ini ahlinya, khatam banget malah. Maklum
Rifky adalah pewaris utama bisnis material ayahnya yang sangat terkenal seantero
Purwakarta.
Rifky si Kalem ex-individu yang bercita-cita menjadi Kapolda Jabar
Nurul
Khotimah (Nonong Nurul)
Nurul
Khotimah (Nonong Nurul) merupakan perempuan satu-satunya dalam pendakian kali
ini. Meskipun demikan, Nurul perempuan
yang tangguh dan tahan banting. Selama pendakian telah 8 kali jatuh (inipun
yang terhitung).
Nurul
adalah mahasiswi Sastra Cina UI angkatan 2011 yang tentunya pasih banget bahasa
Mandarin. Bahkan pada saat
diselenggarakan festival budaya Asia-Pasifik di Purwakarta tahun 2014 silam,
Nurul dipercaya sebagai LO delegasi Cina yang sangat keterbatasan dalam
berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris.
Nurul
ikut serta dalam pendakian karena ternyata lokasi Gunung Bongkok tidak
terlalu jauh dari tempat tinggalnya di Plered. Sekalian rumahnya menjadi rest area setelah selesai
pendakian. FYI, papahnya Nurul baik banget
karena kita dizinkan beristirahat di rumahnya, padahal badan kita telah berlumur
dosa (baca: noda).
Nurul si Gadis Plered
Devian
Adiana (Adev)
Adev
ini satu-satunya mahasiswa yang berbeda universitas. Dia berkuliah di Jati New York (baca:
Jatinangor) alias UNPAD, jurusan komunikasi.
Orangnya baik banget, dewasa, sabar, kalem, tapi sayangnya lebih
menyukai hubungan percintaan tanpa status. Alhasil, sampai saat ini dia masih
menjomblo, mungkin sebagai akibat dari keraguan para wanita akan status yang nanti diberikan Adev kepada dirinya (khawatir di-php-in atau digantung kali yah).
Adev
ini jago banget main futsal. Dia pernah beberapa kali ikut kejuaraan futsal dan
tergabung dari tim futsal di UNPAD. Adev juga tukang ngadu-ngaduin tim futsal kelas
ketika SMA dan salah satu koordinator futsal angkatan, kalau SMANSA 2011
kebetulan lagi ngumpul. Dia juga PO pendakian gunung kali ini yang merencanakan
dan memberikan saran-saran yang perlu disiapkan pada saat pendakian.
Adev si Penyuka Hubungan Percintaan Tanpa Status
Alpiadi
Prawiraningrat
NPM:
110xxxxxxxxxxx
---------- SENSOR ----------
---------- DEMI NETRALITAS TULISAN ----------
Alpiadi sie Publikasi dan Dokumnetasi
Setelah
mengetahui semua tokoh yang akan menampakan kisahnya dalam cerita ini, kita
langsung simak saja petualangan mereka menaklukkan Gunung Bongkok.
Sekilas
Tentang Gunung Bongkok
Gunung
Bongkok, atau lebih tepatnya disebut Bukit Bongkok, adalah sebuah gunung batu
yang berlokasi di Cikandang Sukamulya, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Belakangan
ini, gunung Bongkok sedang populer di kalangan pendaki karena keindahan
pemandangan alam yang disajikannya tatkala
berhasil mencapai puncak tertinggi gunung ini, yaitu keindahan Jatiluhur dan
daerah sekitar kota Purwakarta.
Menurut
cerita masyarakat setempat, asal mula gunung Bongkok sebagai akibat dari diinjak
oleh raksasa bernama Jonggrang Kalapitung, ketika sedang memancing di sungai
Citarum. Telapak kaki yang diyakini sebagai
patilasan Jonggrang Kalapitungpun dapat dilihat pada batu di puncak gunung
Bongkok.
Telapak Kaki yang Dipercaya Milik Jonggrang Kalapitung
Keindahan Alam dari Puncak Gunung Bongkok
Keindahan Alam dari Puncak Gunung Bongkok
Babak
1: Nyampeur Menyampeur Menjadi Satu
Perjalanan
mendaki gunung Bongkok diawali dengan saling jemput satu dengan yang lainnya menggunakan motor. Pertama
saya nyamper ke rumah Rifky, setelah
itu saya dan Rifky menjemput Adev di depan gang rumahya. Kemudian kita bertiga
meluncur ke Plered untuk nyamper Nurul.
Berawal dari aktivitas nyampeur
menyampeur menjadi satu, perjalananpun dimulai dengan anggota full team dari rumah Nurul di pasar
Plered ke Tegalwaru yang memakan waktu sekitar 30 menit-an.
Di
antara kita berempat hanya Adev saja yang sudah berpengalaman naik gunung. Saya
sendiri cuman berpengalaman sepedahan keliling kampung. Nurul pengalaman olah ragganya hanya
menggerakan otot jari-jari membuka lembar demi lembar kertas buku novel sambil
tidur-tiduran di kasur. Sedangkan Rifky, pengalaman olah ragga hanya menjaga dan mengatur
berjalannya kerajaan bisnis material ayahnya. Jadi soal naik gunung, saya,
Nurul dan Rifky rada rabun. Begitupun dengan
naik Gunung Bongkokpun, di antara kita berempat ternyata belum pernah ada yang bersilaturahmi ke sana sebelumnya. Oleh karena
itu, prinsip kita pada saat hendak melakukan pendakian adalah “Jangan Malu Bertanya, Kalau Tidak Mau
Tersesat Di Jalan”.
Sepanjang
perjalanan menuju titik start utama
gunung Bongkok, kita disuguhi oleh dualisme kondisi alam. Pada satu sisi, kita
dimanjakan asrinya alam pesawahan, hutan bambu dan bukit-bukit batu. Namun di
sisi lain, kita melihat bagaimana eksploitasi besar-besaran terjadi di daerah
ini. Terutama yang terjadi pada salah satu gunung yang tinggal sisa setengahnya
untuk diambil batunya. Eksploitasi batu gunung tersebut dilakukan dengan
menggunakan dynamite, sehingga tidak
mengherankan setiap beberapa menit sekali akan terdengar suara ledakan seperti
petir menggelegar akibat dari penggunaan dynamite
tersebut. Rada miris sih sebetulnya,
tapi harus bagaimana lagi itulah kapitalisme, asal ada uang alam bisa ditendang,
artinya asalkan punya banyak uang atau modal gunung sebagai warisan alam dan titipan Tuhanpun bisa
dibeli dan dihancur leburkan sesuka hati untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Babak
2: Pendakian
Akhirnya
sampai juga di TKP (Tempat Kejadian Pendakian). Pendakian dimulai dengan
sebelumnya menitipkan motor ke Ibu warung dekat jalan menuju gunung Bongkok. Setelah membayar tiket masuk untuk kebersihan
sebesar Rp. 5000,-/orang, akhirnya kita semangat melakukan pendakian menuju
puncak Gunung Bongkok. Tapi dasar memang
pemula, belum sampai 15 menit mendaki lelah datang melanda, kitapun
beristirahat sejanak (umur memang tidak bisa dibohongi).
Istirahat setelah 15 menit pendakian
Awal
masuk kawasan pendakian, kita langsung disambut bongkahan batu besar sebagai
ungkapan selamat datang dari sang gunung.
Begitupun sepanjang perjalanan, bongkahan-bongkahan batu raksasa selalu
menjadi bagian dari pemandangan yang tidak dapat terelakan. Sehingga suasana pendakian menjadi campur
aduk, antara menyenangkan, melelahkan dan rada mencekam. Menyenangkan karena kondisi alam yang masih
asri dan hawa pegunungan yang segar membuat pikiran fresh kembali. Tapi di sisi
lain, kami harus berhati-hati karena kondisi jalan yang licin akibat musim
hujan yang sedang melanda Purwakarta menjadikan jalanan becek,
tanpa tukang ojek, ditambah kiri dan kanan jalan setapak yang dilalui adalah
jurang yang sukarela menanti, jadi kudu
ekstra berhati-hati.
Jalur pendakian Gunung Bongkok
Suasana pendakian Gunung Bongkok
Babak
2: Puncak Gunung Bongkok
Setelah
sekitar 1,5 jam yang tentunya berjalanan kaki melewati lembah, tebing bebatuan,
hutan belantara, jalan-jalan becek berhiaskan badan yang berpeluh keringat,
serta nyamuk hutan yang iseng-iseng gigit gemes dan gundah dan gelisah takut
turun hujan. Akhirnya kita sampai juga di puncak gunung Bongkok, yang dari atas
puncaknya luar biasa parah banget indah panorama alamnya, pokonya nge-hits kekinian banget kalau kata remaja
keceh jaman sekarang mah.
Bagaimana
tidak nge-hits kekinian, karena dari atas
puncak gunung Bongkok kita dapat melihat sungai Citarum dan Jatilihur, serta
sebagian wilayah Purwakarta. Selain itu, berhadapan dengan gunung Bongkok kita
dapat juga melihat gunung Parang sebagai pegunungan batu andesit terbesar
se-Asia dan menjadi lokasin favorit untuk rock
climbing.
Oleh
karena itu, tidak lupa kita mengabadikan dengan foto-foto dan selfie sukaesih. Alhamdullilah sinyal di
atas Gunung Bongkok juga masih manteng, jadi begitu selesai foto bisa langsung update ganti DP di BBM, profile
picture di line dan nge-post di path dan twitter. Pokoknya
aktivitas kekinian banget dah.
Foto-foto di Puncak Gunung Bongkok
Di
puncak gunung Bongkok, juga bertemu dengan sahabat pendaki asal Karawang yang
seusia dengan kita. Mereka berencana
untuk menginap semalam dan menikmati sunset
dan sunrise dari atas puncak Gunung
Bongkok. Satu hal yang membuat salut
adalah meskipun berada di puncak gunung, mereka
tidak lupa untuk melaksanakan kewajiban sebagai muslim, yaitu sholat. Berjamaah
lagi. Subhanallah.
Shalat di atas puncak Gunung Bongkok
Babak
3: Turun Gunung
Setelah
puas melepas lelah dan berfoto ria, serta berbagi cerita selama kuliah di
atas puncak gunung Bongkok, kita pun memutuskan untuk kembali menginjakan kaki
ke daratan dengan turun gunung layaknya petapa yang telah berhasil memperoleh wagsit
dari sang hyang tunggal.
Sepanjang
perjalanan turun gunung, ternyata jauh lebih sulit dilakukan karena jalur tracking yang licin dan banyak
batu-batuan berlumut, tidak mengherankan kita berempat tidak dapat terlepas
dari tragedi jatuh bangun. Alhasil badan kita bobolokot noda tanah.
Perjalanan
turun gunungpun menjadi momen yang menyenangkan dan mempererat tali
persahabatan, karena kita saling berbagi kisah satu sama lain, tentang cita dan
cinta bahkan sampai ngomongin film, Harry Potter, Percy Jakson, dewa laut
Posaidon, anak keturunan dewa, Herculles, hobi dewa nikah sama manusia,
eskalator, flying fox di atas gunung
dan topik ngaler ngidul lainnya. Ditambah satu pembahasan
plus yang selalu menjadi iklan dalam percakapan yaitu momen tatkala
Nurul “salah megang”.
Nurul
“salah megang”? Kejadianya begini, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
Purwakarta tengah mengalami musim hujan.
Begitupun dengan kawasan gunung Bongkok, jalanan yang becek dan licin
kerap kali membuat kita harus lebih waspada dan mencari pegangan baik dahan,
ranting serta akar pohon ataupun uluran tangan sahabat yang selalu setia setiap
saat tatkala turun gunung melewati tracking yanga ada. Kami membentuk formasi baris garis lurus,
saya paling depan, di susul Rifky kemudian Nurul dan terakhir Adev. Sebagai individu terdepan saya bertugas
mencari jalur yang rada aman untuk dilewati, sebetulnya sih ini modus
teman-teman yang lain untuk menjadikan saya sebagai tumbal layaknya kelinci percobaan. Jika pada saat saya menginjakan atau melewati jalur tertentu membuat saya jatuh atau nyungseb, berarti jalan tersebut tidak
aman dan jangan dilewati. Begitupun sebaliknya,
kalau saya selamat tidak terjatuh dan tidak nyungseb,
berarti jalan tersebut aman untuk dilalui.
Satu waktu, diawal penurunan gunung pada saat menuruni tebing Nurul takut
terjatuh dan berusaha mencari objek yang dapat dijadikan pegangan di
belakangnya. Awalnya sih aman-aman saja,
karena Adev selalu siap sedia mengulurkan tangan kekar hasil fitness di tempat Adit sebagai objek
pegangan (FYI, Adit masih teman seangkatan kita di Smansa Purwakarta). Namun
kali ini pada saat Nurul menyentuh objek dibelakangnya tanpa menoleh yang
dipikirnya lengan Adev. Tanpa disengaja ternyata objek yang dipegang Nurul “bertekstur” lain, karena
sedikit kenyal. Dipikirnya bahwa lengan Adev menjadi kempes, tapi ternyata
perkiraan Nurul salah karena yang dipegangnya adalah “lengan” adev yang lain yang
juga terletak di posisi tubuh yang lain pula, ternyata “lengan” tersebut
merupakan.............Adev (If you know
what I mean). Kontan saja Nurul
langsung berseru minta maaf, dan Adev pun jadi salah tingkah karena telah
dipegang sesuatu yang mirip “lengan berotot” miliknya dibalik perlindungan celana
training-nya. Sepanjang jalan, moment “awas salah megang”pun menjadi topik yang menarik untuk
dibahas sampai tiba di titik finish
gunung Bongkok. Pesan moralnya untuk teman-teman adalah berhati-hatilah pada
saat turun gunung, dan perhatikan lingkungan sekitar apabila hendak mencari
peganggan di saat menuruni track
pegunungan, karena apabila kurang berhati-hati anda bisa “salah megang” .
Sampai
akhirnya kitapun tiba dengan selamat di daratan. Dikarenakan perut yang sudah
meminta perhatian lebih karena kelaparan, setelah rehat sejenak di rumah Nurul,
kitapun mulai melakukan pemburuan kuliner Sate Maranggi Haji Nadi yang popular
banget di Plered yang membuat hati senang, karena perut kenyang dan harga yang
harus dibayarkan membuat isi dompet tetap tenang alias murah meriah. Bayangkan dengan modal finansial kurang lebih Rp. 30.000,-
bisa makan sate sapi 15 tusuk, 1 porsi sop iga atau kepala sapi dan 2 porsi
nasi timbel, plus bonus air teh hangat gratis tanpa batas.
Babak
4: Penutup #SaveLocalTourism
Itulah sekilas cerita mendaki gunung Bongkok bersama
tiga sahabat saya yang sangat menyenangkan dan menggemaskan. Terdapat beberapa poin penting yang menjadi
refleksi bagi diri saya probadi dari perjalanan tersebut, yaitu tentang potensi
alam gunung Bongkok dan persahabatan.
Coretan-coretan dan sampah di Puncak Gunung Bongkok
Berkaitan dengan potensi alam gunung Bongkok,
menurut perspektif saya pribadi bahwa sesunggunya merupakan
tempat yang sangat memiliki potensi untuk menjadi objek pariwisata, khususnya
pariwisata lokal atau local tourism di Purwakarta dan nampaknya bila memungkinkan
potensi yang ada dapat lebih dikembangkan. Namun demikian, proses pengembangan potensi local
tourism ini perlu didampingi dengan peran serta masyarakat, baik pendaki ataupun
penduduk setempat dan pemerintah Purwakarta. Peran pemerintah nampaknya terkait
dengan upaya meningkatkan fasilitas khususnya terkait dengan penanda lokasi dan penunjuk arah jalan
menuju Gunung Bongkok dan fasilitas pendukung lainnya. Sedangkan peran dari para pengunjung atau pendaki dan masyarakat setempat adalah
upaya menanamkan dan meningkatkan kesadaran dalam menjaga kelestarian, khususnya kebersihan
lingkungan Gunung Bongkok. Sebagai contoh adalah temuan yang diperoleh di
puncak gunung. Sangat disayangkan keindahan alam yang
disajikan di atas puncak pegunungan ternoda oleh sampah dan coretan-coretan
tulisan dan ungkapan cinta yang sangat tidak tepat dan tidak bertanggungjawab, serta menggangu keasrian alam gunung Bongkok. Jadi sangat diharapkan sekali
kesadarannya untuk menjadi smart traveller,
sehingga peran kita tidak hanya sebagai pendaki atau penikmat keindahan alam
gunung Bongkok sebagai objek local
tourism di Purwakarta, tapi juga bekontribusi nyata dalam menjaga
keasrian alamnya, setidaknya dengan tindakan yang paling
sederhana yaitu tidak membuang sampah sembarang dan STOP mencurat-coret di puncak batu gunung Bongkok. Jadi keep spirit for #SaveLocalTourism
Purwakarta sebagai bagian dari kekayaan alam budaya bangsa Indonesia.
Sedangkan dalam kaitanya dengan persahabatan,
tampaknya untuk kalian yang ingin mengenal sahabatnya lebih baik lagi, mendaki
gunung adalah alternatif yang dapat dicoba. Mengutip dari tulisan salah seorang
sahabat bahwa ada pepatah mengatakan, jika kita ingin mengenal seseorang, kita
harus makan bareng, tidur (bermalam) bareng, dan melakukan perjalanan jauh
bareng. Dengan begitu, sifat-sifat asli teman kita akan muncul dan kita jadi
kenal karakter mereka sebenarnya.
Dari pendakian yang dilakukan di Gunung Bongkokpun saya belajar bahwa sebetulnya tidak penting apa identitasmu, jenis kelaminmu, statusmu, jurusanmu, hobby-mu, atau bahkan jaket almamater universitas dan asal daerahmu. Selama kita memiliki tujuan yang positif dan keinginan untuk lebih memahami potensi lingkungan daerah tempat tinggal kita, alam akan menuntun kita menjadi satu kesatuan. Karena bukankah hakikat persahabatan adalah menerima perbedaan? dan sebagai seorang manusia, bukankah hakikat sang pencipta kita sama? Yup, terkadang kontruksi dan lingkungan sosial dimana kita tumbuh dan berada yang menyebabkan kita terkotak-kotak, sehingga membuat kita menciptakan garis batas dan berbeda? Renungkanah. Jadi, semangat ditunggu sekali cerita naik gunung kalian! Keep #SaveLocalTourism!
Dari pendakian yang dilakukan di Gunung Bongkokpun saya belajar bahwa sebetulnya tidak penting apa identitasmu, jenis kelaminmu, statusmu, jurusanmu, hobby-mu, atau bahkan jaket almamater universitas dan asal daerahmu. Selama kita memiliki tujuan yang positif dan keinginan untuk lebih memahami potensi lingkungan daerah tempat tinggal kita, alam akan menuntun kita menjadi satu kesatuan. Karena bukankah hakikat persahabatan adalah menerima perbedaan? dan sebagai seorang manusia, bukankah hakikat sang pencipta kita sama? Yup, terkadang kontruksi dan lingkungan sosial dimana kita tumbuh dan berada yang menyebabkan kita terkotak-kotak, sehingga membuat kita menciptakan garis batas dan berbeda? Renungkanah. Jadi, semangat ditunggu sekali cerita naik gunung kalian! Keep #SaveLocalTourism!
ngakak broo pas baca "salah megang" wkwkwk
BalasHapusPerkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)