oleh Alpiadi Prawiraningrat
Tulisan
yang hendak diangkat kali ini akan menjelaskan tentang pengalaman pribadi saya
dalam upaya menjalin sebuah komunikasi dengan “individu” yang sangat sering
dijauhi oleh sebagian orang karena dinilai sebagai seseorang yang tidak normal
atau tidak waras. Individu yang dianggap
tidak normal tersebut akhirnya menjadi seorang “teman” baru dan sosok yang
memberikan pemahaman baru bagi saya dalam menyikapi persoalan kehidupan.
Makan Bakso dengan Rita (1)
Teman
baru yang saya miliki ini berbeda dengan sahabat-sahabat yang telah saya miliki
sebelumnya, karena ketika diajak ngobrol atau berkomunikasi diperlukan sedikit
ekstra keras untuk memahami setiap kalimatnya atau bahkan harus bersabar karena
terkadang teman baru saya ini idak merespon atau memberikan jawaban yang sangat
membingungkan ketika ditanya tentang suatu hal atau asik dengan dunianya
sendiri. Sikap inilah yang menjadi salah satu alasan kenapa teman baru saya ini
seringkali dijauhi oleh kita sebagai orang-orang yang beranggapan bahwa dirinya
normal dan sebagai kelompok mayoritas di masyarakat ini, karena memang teman
baru saya ini adalah individu yang
memiliki gaangguan kejiwaan atau masyarakat menyebutnya sebagai “orang gila”
dalam bahasa Indonesia atau “nugelo”
dalam bahasa Sunda. Akan tetapi,
meskipun teman baru saya ini adalah orang gila secara kontruksi sosial, namun based on the basic dia juga adalah
manusia yang bagaimanapun merupakan individu yang sama dengan kita dan rasa
ingin tahu yang begitu besar tentang pola pikir dan kegemaran melakukan tindakan
yang anti mainstream telah menuntun saya untuk menjalin komunikasi dengan
“teman” baru ini.
Awal
Pertemuan dan “Sekilas” tentang Teman Baru
Apabila
ditanya siapakah naman teman baru saya itu? Saya akan berpikir cukup lama
karena nama dari teman baru saya ini selalu berganti-ganti, kadang bernama
Rita, Fani, Neneng, Susi, Nia Santi dan masih banyak nama lainnya, namun saya
pribadi dan penduduk di desa tempat saya tinggal lebih sering memanggilnya
sebagai Rita.
Rita saat makan entah apa (1)
Pertama
kali bertemuan dengan Rita sekitar bulan Oktober tahun 2014 karena dia sering
lalu lalang di depan rumah saya dan tidak
jarang duduk di bale depan rumahm karena kebetulan keadaan rumah saya terbuka
dan tidak memiliki pagar. Awalnya saya risih
terhadap keberadaan Rita yang sejujurnya beraroma kurang sedap dan membuat
khawatir, serta ragu untuk mengajaknya mengobrol ditakutkan emosinya tidak
stabil dan bertindak kasar, tetapi
didorong rasa penasaran dan keingintahuan yang begitu tinggi tentang Rita yang
sering dianggap individu tidak normal akhirnya saya beranikan diri untuk
mendekati dan mengajaknya berkomunikasi.
Dari
keseringan bercakap ngalor ngidul
akhirnya saya memperoleh beberapa informasi tentang latar belakang kehidupan Rita yang mungkin
bisa diperdebatkan tentang valididtasnya. Rita berasal dari tempat beranama Kuningan
Jakarta Surabaya, begitulah dia menyebut tempat asalnya. Seorang teman laki-laki dan perempuanlah yang
membawa Rita ke desa saya dan memaksanya
turun dari kendaraan yang entah apa jenisnya, yang pasti orang yang menyuruhnya
turun selalu jahat dan kasar kepadanya.
Rita
pernah menceritakan jika dirinya memiliki keluarga. Seorang suami dan 2 (dua) orang
anak (saya lupa nama anak yang disebtukannya). Berdasarkan penuturanya, kedua anaknya tinggal di Tegal bersama
suaminya dan Rita tidak diperkenankan untuk bertemu. Pernah suatu hari saya memergoki Rita sedang
memperhatikan anak-anak main dengan sesekali tersenyum dan tertawa dengan wajah
bahagia, entah apa yang dipikirkanya mungkin sebuah kerinduan. Selain itu, dia juga mengungkapkan kalau
ketika di kampung asalnya bernama Kuningan Jakarta Surabaya, dia selalu
membantu orang tuanya menjadi petani dan mengurusi sawah.
Rita Saat Makan Bakso
Meskipun
masih diragukan tentang penjelasanya mengenai latar belakang dirinya dan
keluarganya, apabila mengingat kondisi kejiwaan dan pikirannya yang terganggu.
Akan tetapi satu hal yang penting dari penjelasan Rita adalah bahwa dia juga
memiliki kenangan tentang perjalanan hidupnya. Tentang keabsahanya, itu bisa
dipikrkan nanti tapi kenangan itulah yang menjadi salah satu dasar bahwa Rita
adalah manusia yang sama dengan kita.
Tugas kita sebagai sesama manusia tidak perlu memperdebatkan latar
belakangnya, tapi lebih upaya menghargai bahwa kita adalah sesama manusia dan
makhluk hidup ciptaan yang maha kuasa.
Perlakuan
Kasar Warga terhadap Rita
Sebagai
individu yang dianggap berbeda karena dinilai orang gila, berbagai perlakuan
pernah diterima Rita dari warga desa Cibatu khususnya tindakan kasar yang
membuatnya menjadi terkesan individu yang liar.
Sebagai
contoh pernah suatu hari sekitar pukul tiga dini hari, saya dan ayah terbangun
karena mendengar suara bising dari luar yaitu suara seseorang berteriak-terik
dengan intonasi penuh kesal dan marah sambil terdengar sesekali menangis dengan
struktur kalimat yang diungkapkanya tidak jelas. Ternyata individu itu adalah
Rita. Awalnya saya sendiri yang
memberanikan diri sendiri mendekati dan menegurnya, namun dia tetap berteriak-teriak
kasar dan sesekali mengeluarkan kata-kata umpatan. Sampai akhirnya ayah saya
keluar dan menegur dengan intonasi tinggi yang membuat Rita akhirnya diam. Setelah beberapa saat dan nampak tenang akhirnya
dia menjelaskan kalau dirinya kesal karena ada yang melemparinya dengan batu bata,
bunga kamboja, rambutan, serta kerikil-kerikil kecil lainnya.
Pernah
juga pada suatu sore ketika saya mengantarkan makanan untuk Rita dari Ibu,
tetiba dia menunjuk beberapa anak remaja desa saya yang kebetulan lewat di
depan kita bahwa mereka selalu kasar dan melemparinya dengan batu-batu dan
rambutan.
Bahkan
pernah beberapa hari Rita tidak terlihat dari tempat biasnya dia tinggal,
ternyata Rita ke hutan karet yang lokasinya tidak terlalu jauh dari desa saya.
Ketika ditanya alasanya ke hutan karet, karena ada orang yang membentak dan
mengancamnya dengan benda tajam untuk meninggalkan tempat dimana Rita selalu
berdiam.
Begitupun
dengan penuturan yang cukup bernuansa mistis, ketika suatu subuh Ibu saya kaget
karena tiba-tiba ada Rita sedang tertidur di teras pinggir rumah. Ketika
ditanya alasanya, dia menuturkan kalau semalam banyak sekali orang datang ke
tempat dia tinggal tapi mukanya jelek-jelek dan kebanyakan laki-laki tinggi
besar yang kulitnya berwarna hitam kotor. Orang-orang tersebut kata Rita sangat
berisik tapi Rita tidak mengerti apa yang dibicarakanya yang pasti mereka
membuat Rita tidak nyaman karena kepalanya ditendang-tendang dan kaki serta
rambut dia ditarik-tarik oleh sekelompok orang-orang tersebut dan menyuruh Rita
pindah dulu sementara waktu.
Mengubah
Paradigma Warga terhadap Rita
Saya percaya bahwa
komunikasi dan sosialisasi yang baik dapat dijadikan sebagai salah satu cara
yang efektif untukmengubah prilaku seseorang ataupun masyarakat. Selain itu, mengawalinya dari diri sendiri
sebagai “kelinci percobaan” dalam
mempraktekan suatu perubahan merupakan salah satu langkah yang efektif. Begitupun dengan konteks mengubah paradigma
masyarakat tempat tinggal saya terhadap Rita yang saya awali dari diri sendiri,
seperti hal paling dasar adalah mengajaknya berkomunikasi atau mengobrol,
mengajaknya makan bersama, atau memberikan beberapa benda keperluanya seperti
pakaian dan sebagainya yang dengan sengaja saya lakukan ditempat terbuka dan
dapat dilihat oleh banyak orang seperti tetangga dan keluarga. Hal tersebut sebagai bukti bahwa Ritaa adalah
juga manusia dan bila diperlakukan baik-baik dia juga akan meresponya dengan
baik pula, karena hakikat dasar antara kita dan Rita sama, yaitu manusia. Hanya sikap dan pola pikir yang membuat kita
berbeda, itu saja!
Makan Bakso dengan Rita (2)
Tidak perlu
menunggu waktu begitu lama hingga akhirnya masyarakat di dekat tempat tinggal
saya dapat menerima Rita. Berawal dari lingkungan terdekat yaitu keluarga
seperti Ibu yang pada mulanya takut kepada Rita, karena dikhawatirkan dalam
pemikiran Ibu saya bahwa tiba-tiba Rita menjadi liar dan membunuh akhirnya
perlahan tapi pasti ibu mulai menerima Rita yang dibuktikan dengan sering
memberikan makanan. Begitupun dengan tetangga, Bi sapnah contohnya seorang
pemilik warung semabko dekat rumah yang awalnya jijik akhirnya menjadi indvidu
yang paling peduli terhadap Rita, mulai dari memberikan makan, sedikit uang
hasil daganganya, hingga pakain bekas dan kerudungnya. Katanya agar Rita lebih tampak lebih
manusiawi penampilannya.
Cinta Mengobrol dengan Rita
Begitupun dengan keponakan saya
bernama Cinta yang masih kelas 2 SD yang akhirnya berani mengajak Rita
mengobrol dan tidak sungkan memberikan barang-barang bekas milik bundanya untuk
dikenakan kepada Rita.
Selain itu juga ibu solo, yang
seoang pedagang makanan warteg (warung tegal) yang awalnya risih dengan
keberadaan Rita juga menjadi peduli dengan sering memberikan makanan, bahkan
mengajarkan Rita cara menggunakan uang. Walaupun
menurutnya sangat susah sekali mengajari individu menggunakan uang.
Dari berbagai perubahan sikap orang
terdekat tersebut, saya pribadi merasa cukup puas dan berbangga hati. Meskipun saya dan orang-orang terdekat tidak dapat
mengubah sikap, kejiwaan dan pola pikir Rita, tapi setidaknya dapat sedikit
mengubah pola pikir masyarakat “normal” terhadap individu seperti Rita, hal
tersebut bagi saya pribadi sudah lebih dari cukup.
Belajar dari Rita
Rita
bukan sosok individu yang sempurna, dan hal tersebut sama seperti kita juga
bukan? Yap, tidak ada manusia yang sempurna. Tapi belajar bukankah dapat
diperoleh dari mana saja kan? Termasuk dari seseorang seperti Rita. Dari Rita saya dapat belajar dan memahami
berbagai hal. Pertama adalah sikap
apa adanya dan menjadi diri sendiri atau be your self. Terkadang seseorang ingin
terlihat hebat dan luar biasa dengan cara mengikuti perspektif orang lain padahal
sebetulnya dia tidak nyaman atau bahkan tidak mampu mengikuti perspektif orang
lain tersebut hingga akhirnya memaksakan dan menjadi beban hidup dan pikiran. Tapi
coba lihat Rita, dia santai dengan dunianya dan menjadi dirinya sendiri tanpa menghiraukan
orang lain. Hal ini bukan mengajak
untuk menjadi seseorang yang individualis, tapi kepada sikap yang lebih
menghargai diri sendiri dan yakin pada kemampuan diri sendiri.
Rita memakan entah apa
Kedua,
selalu bahagia karena ini hanya kehidupan dunia. Meskipun Rita tidak melakukan ibadah dan
tidak memiliki apa-apa bahkan badan kumal dan baju sangat alakadarnya, tanpa
emas hanya gelang-gelang karet hasil memungut di sembarang tempat, tapi dia
selalu terlihat bahagia dan mungkin Rita adalah salah satu orang paling bahagia
di dunia. Bahkan saya sempat berpikir
liar, apabila koruptor-koruptor dan penjahat negeri lainnya digantikan dengan
individu-individu seperti Rita, Indonesia akan jauh lebih aman, siapa tahu
bukan?.
Oleh
karena itu, menutup tulisan ini satu hal lain yang hendak saya ungkapkan bahwa
meskipun Rita adalah teman saya yang berbeda tapi dari perbedaannyalah banyak
hal yang saya pelajarai, khususnya cara pandang terhadap berbagai kehidupan di
dunia. Sehingga menjadi berbeda itu tidak menjadi masalah, selama kita tahu
bagaimana kita menempatkan hal berbeda tersbut pada situasi dan kondisi yang
tepat, karena perbedaan juga merupakan suatu hakikat dalam kehidupan juga bukan?
terima kasih Rita! Salam semangat!