oleh Alpiadi Prawiraningrat
Selalu menarik
untuk membahas potensi pariwisata
daerah kabupaten atau kota di Jawa Barat karena setiap daerah memiliki potensi
beragam baik kuliner, adat istiadat ataupun alam. namun, disamping keberagaman
potensi tersebut terkadang terdapat hal yang dapat menjadi bahan untuk
direnungkan dan dipahami lebih mendalam, baik dari segi pengembangan potensi
pariwisata maupun refleksi yang diperoleh setelah menikmati potensi wisata tersebut. Oleh karena itu, tulisan ini akan sedikit menceritakan tentang sebuah pesona alam sebagai salah satu potensi
pariwisata yang mulai terlupakan
oleh masyarakat bernama curug Ponggang[1] yang terletak
diperbatasan kabupaten Purwakarta dan kabupaten Purwakarta, provinsi Jawa Barat.
Perjalanan Menuju Curug Ponggang
Keinginan untuk mengunjungi curug Ponggang berawal dari sebuah ketertarikan terhadap
Display Picture (DP) seorang teman yang sudah berkunjung ke tempat tersebut. Kemudain saya
bertanya dan mencari tahu lokasi serta cara menuju lokasi curug Ponggang baik secara
langsung maupun searching di internet yang
ternyata informasi tentang curug Ponggang masih sedikit. Setelah dirasa
memperoleh informasi yang cukup, selanjutnya saya
memutuskan
untuk lakukan perjalanan ke
Curug Ponggang pada tanggal 30 November 2014 (kalau berdasarkan tanggal yang
tertera difoto sih tanggal segituan). Pertanyaan random-nya, dengan siapakah saya berangkat? Jawabanya adalah sendiri. Ya, untuk kali ini saya melakukan
perjalanan sendirian itung-itung self reflection-lah di perjalanan (padahal mah
alesan ga punya temen dan gebetan).
Kantor Desa Ponggang
Terdapat dua
cara yang dapat dijadikan referensi menuju curug Ponggang. Pertama, apabila titik poin keberangkatan dari kota Purwakarta, dapat mengambil jalan yang ke arah Wanayasa. Setelah tiba di
Wanayasa, ambil pertigaan ke arah
Subang dengan terus lurus sampai akhirnya melewati gapura perbatasan antara
kabupaten Purwakarta dan kabupaten Subang
yang kemudian
akan menemukan sebuah gank yang bersebrangan
langsung dengan jalan menuju objek wisata
curug Cijalu. Jadi, jika dari arah
Purwakarta
gank menuju curug Ponggang ini
berada di
sebelah kiri, sedangkan curug
Cijalu sebelah kanan. Lalu ambil lurus hingga akhirnya menemukan kantor desa Ponggang. Setibanya disana, dapat ditanyakan langsung kepada warga yang sudah sangat familiar dengan curug
Ponggang.
Sedangkan referensi jalan kedua dengan titik poin kota
Purwakarta dapat menuju curug Ponggang dengan belok
di Legokhuni sebelum memasuki kota Wanayasa kalau dari arah Purwakarta. Masuk
menuju kecamatan Kiara Pedes via Sate Maranggi Pareang. Selepas warung makan
tersebut, kurang lebih 500 meteran, belok kanan menuju Kantor kecamatan Kiara
pedes. Di pertigaan kecamatan, lurus saja dengan mengambil jalur yang menuju desa Ciracas. Memasuki desa
Ponggang,jalan menurun mulai mendominasi, sampai akhirnya mentok di depan sebuah Mesjid kecil, kampung
Ponggang. Tapi perjalanan belum selesai, masih diperlukan
aktivitas berjalan kaki sekitar 500 meter untuk tiba di curug Ponggang menyusuri jalan setapak yang sudah penuh dengan semak belukar.
Tiba di Curug Ponggang
Akhirnya tiba juga di curug Ponggang yang merupakan
air terjun yang menjadi batas alam antara kabupaten Purwakarta dan kabupaten
Subang. Curug ini masih sangat asri dengan aliran air yang berasal dari sungai
Cilamaya. Hal menarik dari curug Ponggang
ini adalah bentuknya yang tidak seperti curug atau air terjun kebanyakan yang biasanya air langsung turun lepas
dari atas tebing, akan tetapi lebih
seperti air yang keluar dari gorong-gorong alami.
Pesona alam curug Ponggang
Tidak hanya
menikmati keindahan alam curug Ponggang. Saya
juga
bertemu dengan beberapa penduduk
setempat yang dari merekalah saya tidak hanya memeperoleh informasi tapi juga
mereka berbaik hati membuatkan saya jembatan untuk menyebrang mengingat pada
saat itu
aliran air curug Ponggang sedang cukup deras. Adapun informasi
yang diperoleh terkait dengan kejayaan
curug Ponggang dimasa lalu, yang mana Curug ini pernah begitu populer di media dan banyak wisatawan lokal yang berkunjung pada
tahun 2002 sampai 2005. Selama tiga
tahun tersebut, tempat ini bisa di jadikan andalan penghidupan penduduk
Ponggang. Sebagai bukti kejayaan popularitas curug Ponggang adalah jalanan tembok sepanjang 600 meter dari tempat parkir
sampai lokasi. Selain
itu, beberapa kali menjadi objek social project berupa pengabdian mahasiswa dari beberapa
ubiversitas yang berkunjung ke curug Ponggang, tapi setelah
itu entah kenapa hari ini yang terlihat adalah semak belukar dan jalan tembok
yang licin berlumut. Entah karena apa, curug ini sekarang ditinggalkan begitu
saja.
Bertemu warga setempat dan dibuatkan jembatan
Beberapa alasan pun muncul sebagai penyebab
menjadi tidak populernya curug Ponggang, mulai dari faktor akses menuju lokasi
yang berkaitan dengan transportasi yang sangat minim, sumber daya manusia
khususnya masyarakat, hingga yang cukup menarik adalah alasan mistis bahwa
terdapat
kekuataan gaib yang menjaga curug Ponggang. Berdasarkan penuturan
warga setempat, masing-masing
bagian
wilayah baik area kabupaten Purwakarta ataupun kabupaten Subang dijaga oleh makhluk tinggi besar
yang memegang gada atau semacam pentungan. Selain itu, mulut curug sebagai jalur keluarnya air adalah pintu gerbang atau jalan ke alam lain yang terkadang membuat
pengunjung tidak nyaman dan ingin segera meninggalkan tempat tersebut. Namun demikian, saya mencoba menarik keyakinan mistis
tersebut kepada opini pribadi yang lebih logis tentang kurang optimalnya
pengembangan potensi pariwisata alam curug Ponggang.
Opini
terhadap Pengembangan Potensi Wisata Curug Ponggang
Terlepas dari alasan mistis yang diyakini oleh masyarakat sebagai cerita turun temurun menjadi warisan tradisional. Saya sendiri berusaha beropini pada alasan yang lebih logis. Pertama, lokasi curug sebagai perbatasan alami dua kabupaten. Meskipun namanya mengandung kata Ponggang sebagai
desa yang dekat dengan curug akan tetapi
berdasarkan penuturan salah satu warga bahwa sebetulnya curug itu hanya sebatas
garis tanda batas saja yang menjadikan pengembangnya terabaikan sehingga secara
garis pertanggungjawaban pengelolaan curug masih belum jelas.
Kedua, alasan mistis sebagai kontruksi sosial yang kemudian
menjadi kesepakatan masyarakat. Hal tersebut tidak dapat dielakan dalam konteks pengembangan
pariwisata tidak hanya pada curug Ponggang, tapi juga di Indonesia. Alasan ini menjadi salah satu rumor yang dikembangkan. misalnya bahwa suatu kawasan potensi alam
air terjun tidak dapat dikembangkan
menjadi objek wisata karena akan mengganggu Buto Ijo penunggu tempat
tersebut dan dapat menyebabkan kesialan apabila dilanggar. Hal tersebut menjadi sebuah keyakinan dan
kerap kali menjadi faktor penghambat pengembangan tidak optimalnya pengembangan
pariwisata.
Kunjungan mahasiswa ke curug Ponggang sekitar tahun 2010 (source: wikyrjaf.blogspot.com)
Ketiga, terkait dengan semangat sesaat terhadap
pengembangan suatu objek wisata. Seringkali antusiasme terhadap implementasi kebijaka pengembangan potensi wisata oleh pemerintah hanya terjadi pada
awalanya saja atau bahasa kecehnya “respon sambal”, yang berarti sangat antusias diawal diawal pembangunan dan pelaksanaan kemudian
mengalami kejenuhan setelah beberapa waktu tertentu hingga akhirnya objek
wisata tersebut terabaikan. Oleh karena
itu, pengembangan suatu objek wisata memerlukan komitmen yang tinggi, artinya
proses pengembangan harus sustainable
dan berkelanjutan. Tidak hanya soal
infrastruktur, sumber daya manusia khususnya masyarakat yang berada
dilingkungan objek pariwisata juga perlu untuk diberdayakan dan
diberikan edukasi bagaimana menjadi pihak yang berperan penting dalam membuat
pengunjung nyaman. Hal paling dasar
adalah keramahtamahan dan keterbukaan dalam memberikan informasi kepada
pengunjung, dibandingkan dengan orientasi ekonomi untuk mendapat keuntungan rupiah
dari hadirnya wisatawan.
Asumsi tersebut
muncul didasarkan pada gejala yang biasanya terjadi pada pengembangan objek
wisata yang melibatkan masyarakat setempat, dimana gejala money oriented menjadi salah satu penyebab kurang optimalnya pengembangan
suatu objek wisata, karena masyarakat setempat hanya akan bergerak apabila
memperoleh keuntungan ekonomi saja, sedangkan terlepas dari itu mereka akan
sangat acuh.
Opini lainnya
adalah terkait dengan promosi objek
wisata yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dengan dinas terkait, tetapi
juga masyarakat dan pengunjung. Pada era teknologi modern saat ini, melakukan
promosi adalah sesuatu hal yang sangat mudah karena cukup dengan mencantumkan
gambar atau foto objek wisata di media sosial, seperti facebook, twitter
ataupun instagram sehingga membuat orang lain tertarik. Hal demikian nampaknya belum
terimplementasikan pada upaya promosi curug Ponggang dan dapat dijadikan solunsi
alternatif dalam mempromosikan curug Ponggang saat ini.
Akan tetapi, hal
yang perlu diperhatikan dalam aktivitas promosi tersebut tidak hanya pada hal
menarik wisatawan untuk berkunjung, tapi juga melakukan social campaign atau kampanye sosial untuk menunjukan hal yang
perlu diperhatikan sebagai bentuk kepedulian terhadap objek wisata Curug
Ponggang. Dengan demikian diharapkan
pengembangan objek wisata di Jawa Barat dapat lebih optimal.
Refleksi dari Curug Ponggang
Disamping melahirkan
opini terhadap pengembangan suatu objek wisata. Pengalaman melakukan perjalanan
ke curug Ponggang telah membawa saya kepada perenungan cukup dalam tentang dua
hal. Pertama,
berkaitan dengan rasa syukur terhadap karunia Tuhan terhadap rahmat yang
diberikan berupa keindahan potensi alam yang begitu luar biasa tdi Jawa Barat. Oleh
karena itu adalah tugas kita sebagai manusia khususnya generasi muda yang
apabila memang tidak mampu mengembangkannya menjadi lebih besar, minimal adalah
menjaga dan melestarikanya sehingga pesona dan kebermaanfaatan curug Ponggang
dapat dinikmati oleh generasi Indonesia di masa depan.
Kedua, berkaitan dengan perbatasan yang dalam pemikiran saya
selalu memiliki polemic tersendiri, baik ditingkat regional ataupun lokal. Pada
skala regional misalnya para masyarakat Indonesia di perbatasan negara ataupun
yang terjadi di perbatasan negara lain yang nasibnya seringkali terabaikan. Begitupun dengan curug Ponggang, yang
meskipun memiliki potensi alam yang cukup besar untuk dikembangkan akan tetapi
lokasinya yang menjadi garis batas alam bagi dua kabupaten di Jawa Barat ini,
nasibnya juga terpinggirkan. Secara
pribadi nampaknya tidak begitu bijak apabila hanya menyalahkan salah satu pihak tentang kurang
optimalnya pembangunan objek wisata dan menentukan kewajiban siapa yang
seharusnya merawat. Sehingga, lebih baik
menjadi self reflection atau refleksi
bagi diri diri sendiritentang apa yang dapat saya lakukan sebagai generasi muda
untuk mengembangkan objek wisata curug Ponggang? Hal sederhana yang mungkin dapat dilakukan
hanya berkunjung dan menulis tentang curug Ponggang tersebut. Meskipun hal
tersebut tidak cukudp memberikan perubahan yang signifikan, tapi saya berharap bahwa
masyarakat khusunya pemuda lain minimal
dapat mengetahui bahwa di kampung halaman tempat tinggalnya terdapat potensi
alam yang patut disyukuri dan dijaga sebagai bentuk terimakasih dan kontribusi
aksi nyata dalam menjaga bumi pertiwi. Hatur nuhun! #ExploreLocalTurism #UP! #ExplorePurwakarta