Rabu, 27 Mei 2015

Rita, Teman Baru yang Berbeda



oleh Alpiadi Prawiraningrat
Tulisan yang hendak diangkat kali ini akan menjelaskan tentang pengalaman pribadi saya dalam upaya menjalin sebuah komunikasi dengan “individu” yang sangat sering dijauhi oleh sebagian orang karena dinilai sebagai seseorang yang tidak normal atau tidak waras.  Individu yang dianggap tidak normal tersebut akhirnya menjadi seorang “teman” baru dan sosok yang memberikan pemahaman baru bagi saya dalam menyikapi persoalan kehidupan.  
Makan Bakso dengan Rita (1)

Teman baru yang saya miliki ini berbeda dengan sahabat-sahabat yang telah saya miliki sebelumnya, karena ketika diajak ngobrol atau berkomunikasi diperlukan sedikit ekstra keras untuk memahami setiap kalimatnya atau bahkan harus bersabar karena terkadang teman baru saya ini idak merespon atau memberikan jawaban yang sangat membingungkan ketika ditanya tentang suatu hal atau asik dengan dunianya sendiri. Sikap inilah yang menjadi salah satu alasan kenapa teman baru saya ini seringkali dijauhi oleh kita sebagai orang-orang yang beranggapan bahwa dirinya normal dan sebagai kelompok mayoritas di masyarakat ini, karena memang teman baru saya ini  adalah individu yang memiliki gaangguan kejiwaan atau masyarakat menyebutnya sebagai “orang gila” dalam bahasa Indonesia atau “nugelo” dalam bahasa Sunda.  Akan tetapi, meskipun teman baru saya ini adalah orang gila secara kontruksi sosial, namun based on the basic dia juga adalah manusia yang bagaimanapun merupakan individu yang sama dengan kita dan rasa ingin tahu yang begitu besar tentang pola pikir dan kegemaran melakukan tindakan yang anti mainstream telah menuntun saya untuk menjalin komunikasi dengan “teman” baru ini. 

Awal Pertemuan dan “Sekilas” tentang Teman Baru
Apabila ditanya siapakah naman teman baru saya itu? Saya akan berpikir cukup lama karena nama dari teman baru saya ini selalu berganti-ganti, kadang bernama Rita, Fani, Neneng, Susi, Nia Santi dan masih banyak nama lainnya, namun saya pribadi dan penduduk di desa tempat saya tinggal lebih sering memanggilnya sebagai Rita.  
Rita saat makan entah apa (1)
Pertama kali bertemuan dengan Rita sekitar bulan Oktober tahun 2014 karena dia sering lalu lalang  di depan rumah saya dan tidak jarang duduk di bale depan rumahm karena kebetulan keadaan rumah saya terbuka dan tidak memiliki pagar.   Awalnya saya risih terhadap keberadaan Rita yang sejujurnya beraroma kurang sedap dan membuat khawatir, serta ragu untuk mengajaknya mengobrol ditakutkan emosinya tidak stabil dan bertindak kasar,  tetapi didorong rasa penasaran dan keingintahuan yang begitu tinggi tentang Rita yang sering dianggap individu tidak normal akhirnya saya beranikan diri untuk mendekati dan mengajaknya berkomunikasi.
Dari keseringan bercakap ngalor ngidul akhirnya saya memperoleh beberapa informasi tentang  latar belakang kehidupan Rita yang mungkin bisa diperdebatkan tentang valididtasnya.  Rita berasal dari tempat beranama Kuningan Jakarta Surabaya, begitulah dia menyebut tempat asalnya.  Seorang teman laki-laki dan perempuanlah yang membawa Rita ke desa saya dan  memaksanya turun dari kendaraan yang entah apa jenisnya, yang pasti orang yang menyuruhnya turun selalu jahat dan kasar kepadanya.
Rita pernah menceritakan jika dirinya memiliki keluarga. Seorang suami dan 2 (dua) orang anak (saya lupa nama anak yang disebtukannya).  Berdasarkan penuturanya,  kedua anaknya tinggal di Tegal bersama suaminya dan Rita tidak diperkenankan untuk bertemu.  Pernah suatu hari saya memergoki Rita sedang memperhatikan anak-anak main dengan sesekali tersenyum dan tertawa dengan wajah bahagia, entah apa yang dipikirkanya mungkin sebuah kerinduan.  Selain itu, dia juga mengungkapkan kalau ketika di kampung asalnya bernama Kuningan Jakarta Surabaya, dia selalu membantu orang tuanya menjadi petani dan mengurusi sawah.
 Rita Saat Makan Bakso
Meskipun masih diragukan tentang penjelasanya mengenai latar belakang dirinya dan keluarganya, apabila mengingat kondisi kejiwaan dan pikirannya yang terganggu. Akan tetapi satu hal yang penting dari penjelasan Rita adalah bahwa dia juga memiliki kenangan tentang perjalanan hidupnya. Tentang keabsahanya, itu bisa dipikrkan nanti tapi kenangan itulah yang menjadi salah satu dasar bahwa Rita adalah manusia yang sama dengan kita.  Tugas kita sebagai sesama manusia tidak perlu memperdebatkan latar belakangnya, tapi lebih upaya menghargai bahwa kita adalah sesama manusia dan makhluk hidup ciptaan yang maha kuasa.

Perlakuan Kasar Warga terhadap Rita
Sebagai individu yang dianggap berbeda karena dinilai orang gila, berbagai perlakuan pernah diterima Rita dari warga desa Cibatu khususnya tindakan kasar yang membuatnya menjadi terkesan individu yang liar.
Sebagai contoh pernah suatu hari sekitar pukul tiga dini hari, saya dan ayah terbangun karena mendengar suara bising dari luar yaitu suara seseorang berteriak-terik dengan intonasi penuh kesal dan marah sambil terdengar sesekali menangis dengan struktur kalimat yang diungkapkanya tidak jelas. Ternyata individu itu adalah Rita.  Awalnya saya sendiri yang memberanikan diri sendiri mendekati dan menegurnya, namun dia tetap berteriak-teriak kasar dan sesekali mengeluarkan kata-kata umpatan. Sampai akhirnya ayah saya keluar dan menegur dengan intonasi tinggi yang membuat Rita akhirnya diam.  Setelah beberapa saat dan nampak tenang akhirnya dia menjelaskan kalau dirinya kesal karena ada yang melemparinya dengan batu bata, bunga kamboja, rambutan, serta kerikil-kerikil kecil lainnya.  
Pernah juga pada suatu sore ketika saya mengantarkan makanan untuk Rita dari Ibu, tetiba dia menunjuk beberapa anak remaja desa saya yang kebetulan lewat di depan kita bahwa mereka selalu kasar dan melemparinya dengan batu-batu dan rambutan. 
Bahkan pernah beberapa hari Rita tidak terlihat dari tempat biasnya dia tinggal, ternyata Rita ke hutan karet yang lokasinya tidak terlalu jauh dari desa saya. Ketika ditanya alasanya ke hutan karet, karena ada orang yang membentak dan mengancamnya dengan benda tajam untuk meninggalkan tempat dimana Rita selalu berdiam. 
Begitupun dengan penuturan yang cukup bernuansa mistis, ketika suatu subuh Ibu saya kaget karena tiba-tiba ada Rita sedang tertidur di teras pinggir rumah. Ketika ditanya alasanya, dia menuturkan kalau semalam banyak sekali orang datang ke tempat dia tinggal tapi mukanya jelek-jelek dan kebanyakan laki-laki tinggi besar yang kulitnya berwarna hitam kotor. Orang-orang tersebut kata Rita sangat berisik tapi Rita tidak mengerti apa yang dibicarakanya yang pasti mereka membuat Rita tidak nyaman karena kepalanya ditendang-tendang dan kaki serta rambut dia ditarik-tarik oleh sekelompok orang-orang tersebut dan menyuruh Rita pindah dulu sementara waktu.

Mengubah Paradigma Warga terhadap Rita
Saya percaya bahwa komunikasi dan sosialisasi yang baik dapat dijadikan sebagai salah satu cara yang efektif untukmengubah prilaku seseorang ataupun masyarakat.  Selain itu, mengawalinya dari diri sendiri sebagai “kelinci percobaan” dalam mempraktekan suatu perubahan merupakan salah satu langkah yang efektif.  Begitupun dengan konteks mengubah paradigma masyarakat tempat tinggal saya terhadap Rita yang saya awali dari diri sendiri, seperti hal paling dasar adalah mengajaknya berkomunikasi atau mengobrol, mengajaknya makan bersama, atau memberikan beberapa benda keperluanya seperti pakaian dan sebagainya yang dengan sengaja saya lakukan ditempat terbuka dan dapat dilihat oleh banyak orang seperti tetangga dan keluarga.  Hal tersebut sebagai bukti bahwa Ritaa adalah juga manusia dan bila diperlakukan baik-baik dia juga akan meresponya dengan baik pula, karena hakikat dasar antara kita dan Rita sama, yaitu manusia.  Hanya sikap dan pola pikir yang membuat kita berbeda, itu saja!

Makan Bakso dengan Rita (2)


Tidak perlu menunggu waktu begitu lama hingga akhirnya masyarakat di dekat tempat tinggal saya dapat menerima Rita. Berawal dari lingkungan terdekat yaitu keluarga seperti Ibu yang pada mulanya takut kepada Rita, karena dikhawatirkan dalam pemikiran Ibu saya bahwa tiba-tiba Rita menjadi liar dan membunuh akhirnya perlahan tapi pasti ibu mulai menerima Rita yang dibuktikan dengan sering memberikan makanan. Begitupun dengan tetangga, Bi sapnah contohnya seorang pemilik warung semabko dekat rumah yang awalnya jijik akhirnya menjadi indvidu yang paling peduli terhadap Rita, mulai dari memberikan makan, sedikit uang hasil daganganya, hingga pakain bekas dan kerudungnya.  Katanya agar Rita lebih tampak lebih manusiawi penampilannya.




Cinta Mengobrol dengan Rita  
 
            Begitupun dengan keponakan saya bernama Cinta yang masih kelas 2 SD yang akhirnya berani mengajak Rita mengobrol dan tidak sungkan memberikan barang-barang bekas milik bundanya untuk dikenakan kepada Rita.
           Selain itu juga ibu solo, yang seoang pedagang makanan warteg (warung tegal) yang awalnya risih dengan keberadaan Rita juga menjadi peduli dengan sering memberikan makanan, bahkan mengajarkan Rita cara menggunakan uang.  Walaupun menurutnya sangat susah sekali mengajari individu menggunakan uang.
           Dari berbagai perubahan sikap orang terdekat tersebut, saya pribadi merasa cukup puas dan berbangga hati.  Meskipun saya dan orang-orang terdekat tidak dapat mengubah sikap, kejiwaan dan pola pikir Rita, tapi setidaknya dapat sedikit mengubah pola pikir masyarakat “normal” terhadap individu seperti Rita, hal tersebut bagi saya pribadi sudah lebih dari cukup.

Belajar dari Rita
Rita bukan sosok individu yang sempurna, dan hal tersebut sama seperti kita juga bukan? Yap, tidak ada manusia yang sempurna. Tapi belajar bukankah dapat diperoleh dari mana saja kan? Termasuk dari seseorang seperti Rita.  Dari Rita saya dapat belajar dan memahami berbagai hal. Pertama adalah sikap apa adanya dan menjadi diri sendiri atau  be your self. Terkadang seseorang ingin terlihat hebat dan luar biasa dengan cara mengikuti perspektif orang lain padahal sebetulnya dia tidak nyaman atau bahkan tidak mampu mengikuti perspektif orang lain tersebut hingga akhirnya memaksakan dan menjadi beban hidup dan pikiran. Tapi coba lihat Rita, dia santai dengan dunianya dan menjadi dirinya sendiri tanpa menghiraukan orang lain.   Hal ini bukan mengajak untuk menjadi seseorang yang individualis, tapi kepada sikap yang lebih menghargai diri sendiri dan yakin pada kemampuan diri sendiri.

Rita memakan entah apa

Kedua, selalu bahagia karena ini hanya kehidupan dunia.  Meskipun Rita tidak melakukan ibadah dan tidak memiliki apa-apa bahkan badan kumal dan baju sangat alakadarnya, tanpa emas hanya gelang-gelang karet hasil memungut di sembarang tempat, tapi dia selalu terlihat bahagia dan mungkin Rita adalah salah satu orang paling bahagia di dunia.  Bahkan saya sempat berpikir liar, apabila koruptor-koruptor dan penjahat negeri lainnya digantikan dengan individu-individu seperti Rita, Indonesia akan jauh lebih aman, siapa tahu bukan?. 
Oleh karena itu, menutup tulisan ini satu hal lain yang hendak saya ungkapkan bahwa meskipun Rita adalah teman saya yang berbeda tapi dari perbedaannyalah banyak hal yang saya pelajarai, khususnya cara pandang terhadap berbagai kehidupan di dunia. Sehingga menjadi berbeda itu tidak menjadi masalah, selama kita tahu bagaimana kita menempatkan hal berbeda tersbut pada situasi dan kondisi yang tepat, karena perbedaan juga merupakan suatu hakikat dalam kehidupan juga bukan? terima kasih Rita! Salam semangat!