Senin, 31 Maret 2014

Uga Wangsit Prabu Siliwangi (Bahasa Indonesia)

Prabu Siliwangi berpesan pada warga Pajajaran yang ikut mundur pada waktu beliau sebelum menghilang :

“Perjalanan kita hanya sampai disini hari ini, walaupun kalian semua setia padaku! Tapi aku tidak boleh membawa kalian dalam masalah ini, membuat kalian susah, ikut merasakan miskin dan lapar. Kalian boleh memilih untuk hidup kedepan nanti, agar besok lusa, kalian hidup senang kaya raya dan bisa mendirikan lagi Pajajaran! Bukan Pajajaran saat ini tapi Pajajaran yang baru yang berdiri oleh perjalanan waktu! Pilih! aku tidak akan melarang, sebab untukku, tidak pantas jadi raja yang rakyatnya lapar dan miskin.”

Dengarkan! Yang ingin tetap ikut denganku, cepat memisahkan diri ke selatan! Yang ingin kembali lagi ke kota yang ditinggalkan, cepat memisahkan diri ke utara! Yang ingin berbakti kepada raja yang sedang berkuasa, cepat memisahkan diri ke timur! Yang tidak ingin ikut siapa-siapa, cepat memisahkan diri ke barat!

Dengarkan! Kalian yang di timur harus tahu: Kekuasaan akan turut dengan kalian! dan keturunan kalian nanti yang akan memerintah saudara kalian dan orang lain. Tapi kalian harus ingat, nanti mereka akan memerintah dengan semena-mena. Akan ada pembalasan untuk semua itu. Silahkan pergi!

Kalian yang di sebelah barat! Carilah oleh kalian Ki Santang! Sebab nanti, keturunan kalian yang akan mengingatkan saudara kalian dan orang lain. Ke saudara sedaerah, ke saudara yang datang sependirian dan semua yang baik hatinya. Suatu saat nanti, apabila tengah malam, dari gunung Halimun terdengar suara minta tolong, nah itu adalah tandanya. Semua keturunan kalian dipanggil oleh yang mau menikah di Lebak Cawéné. Jangan sampai berlebihan, sebab nanti telaga akan banjir! Silahkan pergi! Ingat! Jangan menoleh kebelakang!

Kalian yang di sebelah utara! Dengarkan! Kota takkan pernah kalian datangi, yang kalian temui hanya padang yang perlu diolah. Keturunan kalian, kebanyakan akan menjadi rakyat biasa. Adapun yang menjadi penguasa tetap tidak mempunyai kekuasaan. Suatu hari nanti akan kedatangan tamu, banyak tamu dari jauh, tapi tamu yang menyusahkan. Waspadalah!

Semua keturunan kalian akan aku kunjungi, tapi hanya pada waktu tertentu dan saat diperlukan. Aku akan datang lagi, menolong yang perlu, membantu yang susah, tapi hanya mereka yang bagus perangainya. Apabila aku datang takkan terlihat; apabila aku berbicara takkan terdengar. Memang aku akan datang tapi hanya untuk mereka yang baik hatinya, mereka yang mengerti dan satu tujuan, yang mengerti tentang harum sejati juga mempunyai jalan pikiran yang lurus dan bagus tingkah lakunya. Ketika aku datang, tidak berupa dan bersuara tapi memberi ciri dengan wewangian. Semenjak hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. Hilang kotanya, hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama untuk mereka yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada akan banyak yang menolak! Tapi suatu saat akan ada yang mencoba, supaya yang hilang bisa diteemukan kembali. Bisa saja, hanya menelusurinya harus memakai dasar. Tapi yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong. dan bahkan berlebihan kalau bicara.

Suatu saat nanti akan banyak hal yang ditemui, sebagian-sebagian. Sebab terlanjur dilarang oleh Pemimpin Pengganti! Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala. Rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.

Dengarkan! yang saat ini memusuhi kita, akan berkuasa hanya untuk sementara waktu. Tanahnya kering padahal di pinggir sungai Cibantaeun dijadikan kandang kerbau kosong. Nah di situlah, sebuah nagara akan pecah, pecah oleh kerbau bule, yang digembalakan oleh orang yang tinggi dan memerintah di pusat kota. semenjak itu, raja-raja dibelenggu. Kerbau bule memegang kendali, dan keturunan kita hanya jadi orang suruhan. Tapi kendali itu tak terasa sebab semuanya serba dipenuhi dan murah serta banyak pilihan.

Semenjak itu, pekerjaan dikuasai monyet. Suatu saat nanti keturunan kita akan ada yang sadar, tapi sadar seperti terbangun dari mimpi. Dari yang hilang dulu semakin banyak yang terbongkar. Tapi banyak yang tertukar sejarahnya, banyak yang dicuri bahkan dijual! Keturunan kita banyak yang tidak tahu, bahwa jaman sudah berganti! Pada saat itu geger di seluruh negara. Pintu dihancurkan oleh mereka para pemimpin, tapi pemimpin yang salah arah!

Yang memerintah bersembunyi, pusat kota kosong, kerbau bule kabur. Negara pecahan diserbu monyet! Keturunan kita enak tertawa, tapi tertawa yang terpotong, sebab ternyata, pasar habis oleh penyakit, sawah habis oleh penyakit, tempat padi habis oleh penyakit, kebun habis oleh penyakit, perempuan hamil oleh penyakit. Semuanya diserbu oleh penyakit. Keturunan kita takut oleh segala yang berbau penyakit. Semua alat digunakan untuk menyembuhkan penyakit sebab sudah semakin parah. Yang mengerjakannya masih bangsa sendiri. Banyak yang mati kelaparan. Semenjak itu keturunan kita banyak yang berharap bisa bercocok tanam sambil sok tahu membuka lahan. mereka tidak sadar bahwa jaman sudah berganti cerita lagi.

Lalu sayup-sayup dari ujung laut utara terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. Riuh seluruh bumi! Sementara di sini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di sana-sini. Lalu keturunan kita mengamuk. Mengamuk tanpa aturan. Banyak yang mati tanpa dosa, jelas-jelas musuh dijadikan teman, yang jelas-jelas teman dijadikan musuh. Mendadak banyak pemimpin dengan caranya sendiri. Yang bingung semakin bingung. Banyak anak kecil sudah menjadi bapa. Yang mengamuk tambah berkuasa, mengamuk tanpa pandang bulu. Yang Putih dihancurkan, yang Hitam diusir. Kepulauan ini semakin kacau, sebab banyak yang mengamuk, tidak beda dengan tawon, hanya karena dirusak sarangnya. seluruh nusa dihancurkan dan dikejar. Tetapi…ada yang menghentikan, yang menghentikan adalah orang sebrang.

Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan penguasa dahulu kala dan ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas keturunan penguasa, penguasa baru susah dianiaya! Semenjak itu berganti lagi jaman. Ganti jaman ganti cerita! Kapan? Tidak lama, setelah bulan muncul di siang hari, disusul oleh lewatnya komet yang terang benderang. Di bekas negara kita, berdiri lagi sebuah negara. Negara di dalam negara dan pemimpinnya bukan keturunan Pajajaran.

Lalu akan ada penguasa, tapi penguasa yang mendirikan benteng yang tidak boleh dibuka, yang mendirikan pintu yang tidak boleh ditutup, membuat pancuran ditengah jalan, memelihara elang dipohon beringin. Memang penguasa buta! Bukan buta pemaksa, tetapi buta tidak melihat, segala penyakit dan penderitaan, penjahat juga pencuri menggerogoti rakyat yang sudah susah.  Sekalinya ada yang berani mengingatkan, yang diburu bukanlah penderitaan itu semua tetapi orang yang mengingatkannya. Semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli. memerintah sambil menyembah berhala. Lalu anak-anak muda salah pergaulan, aturan hanya menjadi bahan omongan, karena yang membuatnya bukan orang yang mengerti aturan itu sendiri. Wajar saja bila kolam semuanya mengering, pertanian semuanya puso, bulir padi banyak yang diselewengkan, sebab yang berjanjinya banyak tukang bohong, semua diberangus janji-janji belaka, terlalu banyak orang pintar, tapi pintar kebelinger.

Pada saat itu datang pemuda berjanggut, datangnya memakai baju serba hitam sambil menyanding sarung tua. Membangunkan semua yang salah arah, mengingatkan pada yang lupa, tapi tidak dianggap. Karena pintar kebelinger, maunya menang sendiri. Mereka tidak sadar, langit sudah memerah, asap mengepul dari perapian. Alih-alih dianggap, pemuda berjanggut ditangkap dimasukan kepenjara. Lalu mereka mengacak-ngacak tanah orang lain, beralasan mencari musuh tapi sebenarnya mereka sengaja membuat permusuhan.

Waspadalah! sebab mereka nanti akan melarang untuk menceritakan Pajajaran. Sebab takut ketahuan, bahwa mereka yang jadi gara-gara selama ini. Penguasa yang buta, semakin hari semakin berkuasa melebihi kerbau bule, mereka tidak sadar jaman manusia sudah dikuasai oleh kelakuan hewan.
Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, tapi karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada mukjizat datang untuk mereka. Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk perbuatannya sendiri, kapan waktunya? Nanti, saat munculnya anak gembala! di situ akan banyak huru-hara, yang bermula di satu daerah semakin lama semakin besar meluas di seluruh negara. yang tidak tahu menjadi gila dan ikut-ikutan menyerobot dan bertengkar. Dipimpin oleh pemuda gendut! Sebabnya bertengkar? Memperebutkan tanah. Yang sudah punya ingin lebih, yang berhak meminta bagiannya. Hanya yang sadar pada diam, mereka hanya menonton tapi tetap terbawa-bawa.

Yang bertengkar lalu terdiam dan sadar ternyata mereka memperebutkan pepesan kosong, sebab tanah sudah habis oleh mereka yang punya uang. Para penguasa lalu menyusup, yang bertengkar ketakutan, ketakutan kehilangan negara, lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang. Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné!

Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati. Dengarkan! jaman akan berganti lagi, tapi nanti, Setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi. Orang sunda dipanggil-panggil, orang sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati.

Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala.

Silahkan pergi, ingat jangan menoleh kebelakang!

Sumber:  http://dianrana-katulistiwa.com/uga_wangsit.pdf

“Perspektif terhadap Demokratisasi di Myanmar: Militer, Oposisi dan Media Massa”

oleh Alpiadi Prawiraningrat



Bagaimanakah perkembangan demokrasi di Myanmar? Berhasilkah gerakan demokratisasi di Myanmar dengan tokoh Aung San Suu Kyi? Kenapa beberapa pihak berpendapat bahwa gerakan demokratiasai meruntuhkan rezim militer di Myanmar tidak berhasil? Pertanyaan tersebut menjadi pemicu kali ini. Didasarkan pada tulisan Min Zin dan Brian Joseph berjudul The Opening in Burma: The Democrats Opportunity[1] tulisan ini berusaha menjelaskan mengenai perkembangan demokrasi di Myanmar dan menarik untuk melihat kesempatan Myanmar mengimplementasikan demokrasi di masa yang akan datang dengan tidak terlepasnya militer sebagai salah satu aktor dalam politik Myanmar.
            Militer dipahamai sebagai satu kelompok orang-orang yang diorganisir dengan disiplin untuk melakukan pertempuran, yang dibedakan dari orang-orang sipil.[2] Selain itu, menurut Muhammad Hatta, tugas militer yang sebenarnya di dalam negara ialah “melatih diri dan mengadakan perlengkapan untuk menghadapi musuh dari luar, mereka atau golongan militer harus bertanggung jawab dalam berbagai bidang keamanan dan keselamatan umum terhadap ancaman musuh dari luar.   Jadi, “fungsi militer” dalam suatu negara adalah untuk melakukan tugas pertahanan dan keamanan, sedangkan tugas diluar itu merupakan “fungsi non-militer” yang tentu menjadi tugas golongan sipil.[3]  Dalam konteks transisi demokrasi yang merupakan proses perubahan rezim dari rezim non-demokrasi (daam beberapa kasus dikuasai oleh militer) menjadi rezim demokrasi seringkali disebut dengan transisi demokrasi atau demokratisasi dan merupakan sebuah interval atau jarak antara rezim politik non-demokrasi dengan rezim politik demokrasi.[4]
Dalam konteks politik di Myanmar sendiri, sebetulnya telah berada dalam di bawah otoritas militer semenjak Maret 1962, baik secara langsung maupun tidak langsung.[5] Semenjak awal, sudah terlihat dengan jelas bahwa militer berambisi untuk memegang kekuasaan secara terus-menerus. Terhitung semenjak Tatmadaw telah berkuasa secara langsung, layaknya monarki mutlak atau kediktatoran, selama 35 tahun semenjak Maret 1962 (1962-1974, 1988-2011), dan secara tidak langsung melalui mandat militer dan kontrol atas BSPP selama 14 tahun (1974-1988). Pengaruh Tatmadaw (militer angkatan bersenjata Myanmar) telah berakar kuat di dalam semua lapisan masyarakat. Mereka telah mengontrol semua jalur mobilitas sosial. Mereka telah mendominasi ekonomi secara efektif, yang pertama melalui BSPP, dan kemudian melalui kendali mereka atas sektor publik, juga melalui Myanmar Economic Holdings Corporation dan Myanmar Economic Corporation (dua badan usaha ekonomi militer) yang dibentuk dan dikelola oleh pihak militer, dan melalui berbagai industri di bawah Office of Procurement of the Ministry of Defence (suatu Biro ekonomi di bawah Kementerian Pertahanan Myanmar). Sensor diterapkan terhadap semua media, buku-buku impor, dan beragam material sebagai upaya menyeluruh untuk mengisolasi rakyat Myanmar dari pengaruh-pengaruh luar yang dikhawatirkan akan memodernisasi masyarakat secara politik.
Akan tetapi awal tahun 2011, politik Myanmar dinilai mulai memasuki masa tranformasi. Thein Sein yang merupakan mantan komandan militer sebagai presiden yang terpilih pada pemilihan umum yang berlangsung diakhir tahun 2010 mulai menunjukan komitmenya terhadap implementasi di Myanmar, salah satu contohnya adalah melalui penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di negara tersebut, melalui pembebasan ratusan tahanan politik dan menyambut baik pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi dan partai politik miliknya masuk dalam parlemen.[6]  Pembebasan tahanan politik dinilai pentig dalam konteks politik Myanmar, karena sebagai bagian dari upaya untuk menghormati azas-azas politik dan memungkinkan mereka yang dibebaskan membantu pembangunan bangsa.[7] Sejauh ini masih ada sekitar 60 tahanan politik yang belum dibebaskan.[8]
Di samping itu, reformasi politik demokratisasi di Myanmar juga dengan dikuranginya peran militer secara perlahan-lahan sebagaiamna dikemukakan oleh Presiden Myanmar, Thein Sein[9] dalam pidato di parlemen untuk menandai tiga tahun pemerintahan sipil sebagai penanda reformasi politik dan ekonomi. Dalam pandangan Thein Sein, bagaimanapun militer secara praktis masih memiliki kekuatan politik dengan memiliki hak veto di parlemen dan seperempat kursi di parlemen diberikan kepada anggota dari militer yang tidak dipilih lewat pemilihan umum. 
Militer memang memiliki peranan sangat penting dalam konteks politik Myanmar bahkan konstitusi juga memposisikan militer sebagai aktor politik yang memiliki peran penting dalam konteks politik Myanmar.[10] Sebagai contoh semenjak 1993 pertemuan nasional yang disponsori oleh pemerintah, sangat jelas merupakan upaya rekayasa pemerintah untuk menformulasikan panduan terhadap konstitusi yang baru, dari awal sudah direncanakan sebagai wadah untuk mengesahkan Tatmadaw (militer angkatan bersenjata Myanmar) sebagai pemimpin di dunia politik. Hal ini dijabarkan di dalam konstitusi yang menyatakan (Pasal 6): “Tujuan konsisten Negara persatuan adalah … (butir f) memungkinkan partisipasi anggota militer di dalam kepemimpinan politik nasional.” (lihat juga Pasal 20). Hal ini disetujui dengan suara bulat ala Stalin pada tahun 2008 (mungkin dipacu oleh trauma yang disebabkan oleh “revolusi saffron” saat para biksu berdemonstrasi menentang pemerintah pada tahun 2007). Berdasarkan konstitusi tersebut militer akan menduduki berbagai posisi politik yang strategis, 25 persen dari semua anggota dewan perwakilan, baik lokal maupun nasional, yang akan diduduki oleh personel militer aktif, mereka akan ditunjuk oleh Menteri pertahanan, yang juga harus merupakan birokrat aktif, layaknya Menteri dalam negeri (memegang kontrol atas kepolisian) dan menteri yang bertanggung jawab atas daerah-daerah minoritas. Komandan angkatan bersenjata dapat mengambil alih pemerintahan pada saat situasi darurat. Tidak satupun kerabat dekat dari seorang calon presiden atau calon wakil presiden (presiden dan wakil presiden ditunjuk secara tidak langsung oleh Dewan perwakilan) yang diperbolehkan untuk beraliansi dengan kekuatan asing. Pemisahan diri daerah tertentu dari Republik Persatuan Myanmar tidak diperbolehkan. Karena amandemen terhadap konstitusi membutuhkan persetujuan dari 75 persen dari seluruh anggota dewan, militer dapat mengontrol upaya-upaya yang menuntut perubahan secara langsung tanpa perlu menggunakan Union Solidarity and Development Party (Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan, USDP) yang dikuasai oleh militer dan merupakan mayoritas di parlemen.
Kuatnya peran militer di Myanmar inilah yang melahirkan Partai oposisi Liga Nasional Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi yang melancarkan kampanye untuk mengubah konstitusi yang memberikan posisi istimewa terhadap militer namun hingga saat ini belum terwujud.  Terdapat beberapa alasan belum terwujudnya perubahan konstitusi Myanmar tersebut, yang selalu dikoreasikan dengan belum optimalnya gerakan deomkratisasi di Myanmar, diantaranya:[11]  bahwa kelemahan yang paling mendasar dan krusial dari gerakan pro demokrasi di Myanmar adalah, Aung San Suu Kyi itu sendiri secara riil politik belum bisa dianggap sebagai pemimpin alternatif  yang menjadi simbol pemersatu dari seluruh elemen gerakan kekuatan sipil, terutama pada saat penentangan rezim militer pimpinan Jenderal Than Shwe.   
Selanjutnya, meskipun Agama Buddha dianut oleh 89 persen warga Myanmar dan ada semacam kesepakatan umum di Myanmar bahwa para biksu atau tokoh spiritual Agama Buddha merupakan sumber kekuatan moral yang yang cukup potensial untuk memobilisasi penyikapan masyarakat terhadap rezim militer, pada kenyataannya Myanmar tidak mempunyai pemimpin gerakan yang mampu memobilisasi para Biksu menjadi sebuah kekuatan moral yang aktual dan efektif seperti yang pernah dilancarkan oleh tokoh pergerakan India Mahatma Gandhi melalui gerakan Ahimsa dan gerakan anti kekerasan ketika melawan pemerintahan kolonial Inggris pada dekade 1930-an.  sehingga, gerakan menuntut penggusuran rezim militer khususnya pada kasus pimpinan Jenderal Than Shwe yang bermula dari gerakan menentang kebijakan pemerintahan militer menaikkan harga Bahan Bakar Minyak, pada perkembangannya menjadi gerakan pro demokrasi yang bertumpu pada seorang pemimpin bernama Aung San Suu Kyi, namun tanpa kejelasan kepemimpinan dan strategi yang tepat sasaran.
Hal tersebutlah yang menjadi sisi rawan dari gerakan pro demokrasi pimpinan Suu Kyi yang terperangkap dalam ilusi bahwa gerakan NLD yang dia pimpin merupakan sebuah kekuatan rakyat yang solid, terorganisasi dengan rapih dan memiliki basis sosial-budaya yang kuat dan mengakar di kalangan masyarakat Myanmar. Karena secara faktual gerakan pro demokrasi NLD pada hakekatnya tidak memiliki basis sosial dan budaya yang mengakar di Myanmar, gerakan pro demokrasi Suu Kyi dan NLD pada umumnya, secara sadar atau tidak akhirnya masuk dalam skema dan agenda kekuatan-kekuatan negara asing seperti Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa. Dengan kata lain, gerakan demokratisasi pimpinan Suu Kyi pada perkembangannya telah dirancang berdasarkan sistem demokrasi ala Amerika atau Uni Eropa. Meskipun dalam perjalananya, Aung San Suu Kyi mengatakan, Myanmar harus membangun bentuk demokrasinya sendiri, dan bisa jadi tidak akan seperti yang ada di Amerika.[12]
Bahkan dalam gerakan demonstrasi memprotes kenaikan harga BBM pada 23 September silam yang pada hakekatnya merupakan isu ekonomi, oleh para elemen NLD dan NCG telah digeser isu sentralnya menjadi gerakan menuntut pemindahan kekuasaan segera dari rezim militer ke pemerintahan sipil. Sehingga tidak heran jika Jenderal Shwe memanfaatkan celah ini dengan menuding Aung San Suu Kyi dan gerakan NCG sebagai gerakan pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah.
Lalu sebetulnya, bagaimanakah perkembangan demokrasi Myanmar di masa yang akan datang? Teori dan praktek pemerintahan modern di negara-negara Barat menyebutkan bahwa pemerintahan yang baik adalah suatu bentuk pemerintahan sipil (rakyat) yang melakukan kontrol atas militer. Di negara-negarakomunis pun, partai politik diharapkan memegang kontrol sementara pihak militer menuruti komando sambil tetap berpegang pada ideologi negara, sekalipun di dalam kondisi yang tidak memungkinkan.[13]
Dalam konteks Myanmar, meskipun militer memiliki peranan penting dalam ranah politik dan posisinya yang dinilai masih superior nampaknya jalan menuju demokrasi semakin terbuka, meskipun partai milik pemerintah secara efektif didominasi oleh para pensiunan militer. Masyarakat sipil sekarang menjadi lebih bebas, universitas-universitas telah menghapus sensor dan kekakuan intelektual walaupun proses belajar pola menghafal masih mendominasi. Kehidupan akademik telah bangkit kembali. Karir di bidang militer tetap merupakan profesi idaman, dan hal tersebut sepertinya tidak akan berubah, dan nama baik militer mungkin dapat dikembalikan lagi. Hubungan yang lebih dekat di antara militer dan warga sipil mungkin dapat menciptakan rasa saling menghargai yang telah pudar setelah bertahun-tahun Tatmadaw (militer angkatan bersenjata Myanmar) mencibir politisi sipil sebagai buruk, korup, dan tidak efektif.
Hal terpenting lainnya, dari keterbukaan jalan demokrasi Myanmar adalah terbukanya peran dari media dan pers di Myanmar.[14] Tema-tema yang semula dinilai tabu, sekarang bisa diangkat ke publik. Misalnya isu tentang militer, pelanggaran hak asasi manusia dan konflik dengan kelompok etnis. Namun demikian, masih berlakunya undang-undang yang membatasi kebebasan berpendapat dan belum adanya undang-undang yang menjamin kebebasan pers dan melindungi pekerjaan jurnalis masih menjadi kekhawatiran tersendiri bagi kalangan jurnalis Myanmar dan perlunya Masyarakat dan pemerintah masih harus mengembangkan kesadaran tentang pers yang bebas, setelah puluhan tahun ada sensor, terutama  memahami tugas dan peran media dalam masyarakat.  Apalagi menjelang pemilihan umum Myanmar tahun 2015 mendatang, diperlukan fasilitas dalam menyampaikan dan memperoleh informasi yang netral kepada masyarakat Myanmar.
Di sisi lain, hal yang perlu menjadi perhatian Myanmar apabila hendak mengoptimalkan demokrasi sebagai sistem politik negaranya adalah profesionalime militer. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Yahya Muhaimin bahwa dalam konteks negara demokrasi peran militer harus profesional, yaitu bahwa militer hanya memainkan peran pertahanan keamanan saja sehingga keahlian teknis mereka di perketat. Selain itu orientasi peran politiknya diberikan pada negara. Ciri-ciri peran militer pada tipe ini adalah peran politik yang minimal dan intervensi politik yang rendah, serta peran masyarakat sipil yang kuat.  Oleh karena itu, sebagaimana diungkapkan oleh David I. Steinberg, meskipun militer Myanmar telah merancang suatu sistem yang menjamin keberlangsungan kekuasaan dan otoritas militer, kemungkinan besar sistem tersebut akan mengalami erosi sedikit demi sedikit. Hal ini akan membuka kesempatan yang lebih luas bagi mayoritas masyarakat Myanmar termasuk bagi wanita. Tetapi, warga minoritas, baik secara etnis atau agama harus disadarkan tentang pluralisme dan ini membutuhkan upaya nyata dari pemerintah yang belum terlihat sampai pada saat ini.









DAFTAR PUSTAKA
Sumber Utama:
Zin, Min and Brian Joseph.  The Opening in Burma: The Democrats Opportunity. Journal od Democracy; October 2012, Volume 23, Number 4, hlm. 1-17.

Sumber Buku:
Yahya A. Muhaimin. Perkembangan Militer dalam Politik Indonesia 1945-1966.  Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002.
O’Donnell, Guillermo dan Phillippe C. Schmitter. Transitions From Authoriarian Rule: Tentative Conclusions About Uncertain Democracies.  London: The Johns Hopkins University Press, 1986.

Sumber Website:
Ebbighausen, Rodion.  Era Baru Bagi Pers di Myanmar dalam http://www.dw.de/era-baru-bagi-pers-di-myanmar/a-16785558 diakses pada Jumat, 28 Maret 2014; Pukul 22.13 WIB.

Fisher, Jonah. Myanmar Bebaskan 69 Tahanan Politik dalam http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2013/11/131115_myanmar_tahanan_politik.shtml diakses pada Jumat, 28 Maret 2014; Pukul 20.57 WIB.

Steinberg, David I.  Myanmar yang Bergerak: Masa Depan Kedudukan Penting Militer [terjemahan] dalam http://kyotoreview.org/issue-14/myanmar-yang-bergerak-masa-depan-kedudukan-penting-militer/ diakses pada Jumat, 28 Maret 2014; Pukul 19.24 WIB.

Tanpa Nama. Myanmar Janji Bebaskan Seluruh Tahanan Politik dalam http://www.dw.de/myanmar-janji-bebaskan-seluruh-tahanan-politik/a-16953058 diakses pada Jumat, 28 Maret 2014; Pukul 20.47 WIB.

Tanpa Nama. Peran Politik Militer Myanmar akan Dikurangi dalam  http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2014/03/140326_myanmar_militer.shtml diakeses pada Jumat, 28 Maret 2014; Pukul 19.21 WIB..,

Tanpa Nama. Aksi Destablisasi di Myanmar dalam http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=93&type=3 diakses pada Jumat, 28 Maret 2014; Pukul 21.35 WIB.
Tanpa Nama. Suu Kyi: Demokrasi ala Myanmar dalam http://www.dw.de/suu-kyi-demokrasi-ala-myanmar/a-16280493 diakses pada Jumat, 28 Oktober 2013; Pukul 21.46 WIB.



[1] Min Zin dan Brian Joseph.  The Opening in Burma: The Democrats Opportunity. Journal od Democracy; October 2012, Volume 23, Number 4, hlm. 1-17.
[2]  Yahya A. Muhaimin. Perkembangan Militer dalam Politik Indonesia 1945-1966 (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002), hlm. 1.
[3] Yahya A. Muhaimin. Ibid.,
[4] Guillermo O’Donnell dan Phillippe C. Schmitter. Transitions From Authoriarian Rule: Tentative Conclusions About Uncertain Democracies (London: The Johns Hopkins University Press, 1986), hlm. 6.

[5] David I. Steinberg. Myanmar yang Bergerak: Masa Depan Kedudukan Penting Militer [terjemahan] dalam http://kyotoreview.org/issue-14/myanmar-yang-bergerak-masa-depan-kedudukan-penting-militer/ diakses pada Jumat, 28 Maret 2014; Pukul 19.24 WIB.

[6] Tanpa nama. Myanmar Janji Bebaskan Seluruh Tahanan Politik dalam http://www.dw.de/myanmar-janji-bebaskan-seluruh-tahanan-politik/a-16953058 diakses pada Jumat, 28 Maret 2014; Pukul 20.47 WIB.

[7] Jonah Fisher. Myanmar Bebaskan 69 Tahanan Politik dalam http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2013/11/131115_myanmar_tahanan_politik.shtml diakses pada Jumat, 28 Maret 2014; Pukul 20.57 WIB.

[8] Jonah Fisher. Ibid.,

[9] Tanpa nama. Peran Politik Militer Myanmar akan Dikurangi dalam  http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2014/03/140326_myanmar_militer.shtml diakeses pada Jumat, 28 Maret 2014; Pukul 19.21 WIB.

[10] David I. Steinberg. Op. Cit.,
[11] Dikutip langsung dari artikel Aksi Destablisasi di Myanmar dalam http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=93&type=3 diakses pada Jumat, 28 Maret 2014; Pukul 21.35 WIB.

[12] Tanpa nama. Suu Kyi: Demokrasi ala Myanmar dalam http://www.dw.de/suu-kyi-demokrasi-ala-myanmar/a-16280493 diakses pada Jumat, 28 Oktober 2013; Pukul 21.46 WIB.

[13] David I. Steinberg. Op. Cit.,


[14] Rodion Ebbighausen.  Era Baru Bagi Pers di Myanmar dalam http://www.dw.de/era-baru-bagi-pers-di-myanmar/a-16785558 diakses pada Jumat, 28 Maret 2014; Pukul 22.13 WIB.