Senin, 07 Desember 2015

"SUMBER AIR PANAS CIRACAS PURWAKARTA: RENUNGAN POTENSI ALAM DAN PENGANGGURAN"

oleh Alpiadi Prawiraningrat


Perjalanan kali ini diawali dengan rasa penasaran terhadap salah satu potensi pariwisata sumber air panas yang ada di Purwakarta. Emang Purwakarta punya sumber air panas? Sumuhun! Tidak banyak yang tahu kalau kabupaten Purwakarta memiliki sumber air panas yang konon sudah ada sejak jaman dahulu kala. Namun sangat disayangkan, sumber air panas ini kurang dikelola dengan baik sehingga terkesan diabaikan. Padahal sumber air panas ini memiliki potensi sebagai salah satu objek pariwisata di Purwakarta. Bersama dua kawan saya lainnya, yaitu partner sejati dalam ngebolang Devian dan juga Izzan ysng kebetulan ketiganya amsih berstatus “pengangguran bergelar”. Kita bertiga mencoba melakukan eksplore ke sumber air panas tersebut.
Dimana Lokasinya?
Lokasi sumber air panas Purwakarta terletak di desa Ciracas, kecamatan Kiara Pedes. Terletak ±8 km dari Situ Wanayasa  atau sekitar  45 kilometer dari pusat kota Purwakarta. Lokasinya sebetulnya cukup mendukung untuk menjadi tempat wisata, karena berada  di kaki bukit yang dikelilingi oleh pepohonan dan hamparan sawah dengan udara yang sejukn khas pedesaan dengan infrastruktur jalan yang mulus. Pokoknya suasana tempatnya menenangkan jiwa dan ragga.
 
Adapun rute menuju air panas Ciracas dari pusat kota Purwakarta dapat mengambil jalur ke arah situ Wanayasa. Beberapa meter setelah melewati situ wanayasa  terdapat pertigaan (lurus ke arah bojong, sedangkan belok kiri ke arah Kiara Pedes atau Subang). Nah, kita ambil jalan ke kiri dengan terus lurus melewati sebuah pesantren (lupa euy namanya) sampai akhirnya menemukan gank di sebelah kiri (dekat belokan) yang berdekatan dengan gapura perbatasan antara kabupaten Purwakarta dan Subang. Jangan ragu, langsung saja  ambil jalan tersebut dengan terus lurus menyusuri area pesawahan, hutan, rumah penduduk hingga  menemukan pertinggaan menuju ke desa Kiara Pedes (sebelah kiri), ditandai dengan gapura dan menuju lokasi sumber air panas ke sebelah kanan.  Kita mah ambil kanan aja, karena beberapa puluh meter dari pertigaan tersebut adalah lokasi pemandian air panas Ciracas.
Pertigaan menuju Sumber air panas Ciracas (ambil sebelah kanan)
Pemandangan di belakang sumber air panas Ciracas
Akhrinya Tiba!
            Di tempat ini terdapat sekitar 12 titik sumber mata air panas (hot spring), beberapa di antaranya berlokasi di pematang sawah milik masyarakat. Menurut keterangan penduduk setempat, mandi di sumber air panas alam tersebut di samping dapat memberikan kesegaran jasmani juga dapat memberikan penyembuhan untuk pengobatan penyakit kulit, rematik, pegal-pegal dan lain sebagainya.

 Papan petunjuk sumber air panas Ciracas
Kita bertiga tidak langsung menceburkan diri akan tetapi langsung merapat ke warung sate maranggi yang terdapat di dekat lokasi sumber air panas.  Biaslah ngobrol ngaler ngidul, mulai dari pengalaman kuliah dimana sekarang kita sudah menjadi “Pengangguran Bergelar”, menceritakan kenangan-kenangan jaman SMA (kebetulan kita satu sekolah), karir dimasa depan, beberapa teman-teman yang sudah sukses bekerja, sampai renungan nasib susahnya mencari kerja (bagian ini touching heart pisan). Hingga akhirnya kita menyimpulkan bahwa semua akan indah pada waktunya, sesuai dengan porsinya, serta tanpa disadari waktu ini cepat sekali  berlalu dulu kita masih pake seragam putih abu, sekarang mencari kerja demi sebuah gelar baru bernama “hidup maju”.

 
 Tempat pemandian air panas Ciracas 

 Tempat pemandian air panas Ciracas 
Puas menyantap sate maranggi, kitapun bergegas untuk berendam. Akan tetapi sesampainya di pintu masuk kolam (sebetulnya kaga ada pintunya), kita melihat ada seorang bapak-bapak yang juga sedang berendam dengan keadaan (naked) layaknya “dede bayi” yang sedang berendam di bak miliknya. Meskipun sesama lelaki perkasa, nampaknya agak risih juga jika masuk dan berendam bersama dengan “dede bayi” dewasa yang tidak lagi lucu. Akhirnya, kita memutuskan untuk mengurungkan niat mandi di sumber air panas tersebut dan hanya merendam kaki saja sebentar. Muncul ide random untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Ciater Subang. Tapi, karena sudah sore akhirnya terpakasa kita batalkan dan memilih untuk menyambangi Curug Cijalu yang lokasinya tidak jauh dari tempat tersebut [cerita di curug Cijalu masih diproses]

Pengelolaan Kurang Optimal
Sumber air panas Ciracas sebetulnya memiliki potensi untuk dijadikan sebuah objek wisata di Purwakarta. Akan tetapi, potensi yang dimiliki oleh sumber air panas ini kurang begitu mendapat dukungan oleh masyarakat setempat dan pemerintah daerah. Masyarakat misalnya masih membuang sampah sembarangan di sekitar lokasi tersebut, sehingga terlihat kotor dan kumuh. Begitupun dengan pemerintah kabupaten Purwakarta. Meskipun dari segi infrastruktur jalan sudah sangat baik, namun pembangungan pada objek sumber air panas masih sangat kurang. Sebagai contoh, pemandian air panas ini tidak dilengkapi pintu dan bahkan terkesan seperti pemandian umum, serta bangunanya kurang menarik perhatian pengunjung dan hanya bertuliskan dari papan bekas dengan cat alakadarnya.  

 Bangunan lokasi sumber air panas Ciracas yang kurang menarik (tampak samping)
Sampah di sekitar pemandian air panas Ciracas
Pengelolaan yang kurang optimal terhadap sumber air panas Ciracas membawa pada sebuah pemikiran tentang peran pemerintah dalam proses pembanguanan antara pusat kota dan desa di Purwakarta.  Di wilayah kota, berbagai antraksi wisata baru telah dibangun, seperti taman Sri Baduga dengan Air Mancur  Terbesar di Indonesia, Bale Panyawangan sebagai museum sejarah Purwakarta dengan sentuhan teknologi modern dan berbagai taman lainnya yang dibuat dengan sangat menarik.
Sebetulnya pengembangan atraksi baru pariwisata seperti disebutkan di atas tidak salah, apalagi jika tujuanya untuk menata kota agar lebih rapih dan nyaman serta menarik kunjungan wisatawan ke Purwakarta dan menggerakan roda perekonomian. Namun, akan lebih baik apabila pengembangan atraksi pariwisata juga dilakukan terhadap objek-objek wisata yang memang  telah tersedia oleh alam. Sehingga biaya pengembangannya “mungkin” dapat lebih murah dan juga sebagai bentuk syukur dan upaya mempertahankan warisan potensi alam Purwakarta.
Namun demikian, kurang optimalnya pengembangan objek wisata sumber air panas Ciracas Purwakarta sebetulnya tidak sepenuhnya menjadi salah dan tanggungjawab pemerintah. Kita sebagai masyarakat Purwakarta  juga harus berperan aktif, caranya dapat dilakukan dengan langkah sederhana. Misal menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak mencurat coret dan aktif mempromosikan sumber air panas  Ciracas agar potensinya lebih banyak diketahui oleh masyarakat. 

Kesimpulan: Sumber Air Panas dan Pengangguran

 Sumbangan sukarela untuk membangun sumber air panas Ciracas
Terdapat relasi dari label “pengangguran” pada individu dan sumber air panas Ciracas. Pada dasarnya keduanya memiliki potensi untuk berkembang dan memberikan manfaat. Kita (manusia) dengan label pengangguran mungkin apabila sudah bekerja dapat memberikan manfaat untuk keluarga dan orang-orang tercinta dengan gaji yang diperoleh. Begitupun dengan sumber air panas Ciracas, apabila dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat kepada masyarakat setempat. Namun bedanya, label “pengangguran” pada kita sebagai manusia dapat berubah berdasarkan usaha yang kita lakukan sendiri, karena kita adalah subjek yang dapat bergerak. Artinya,  dengan usaha dan kerja keras untuk mencari pekerjaan suatu hari nanti akan bekerja dan mandiri. Tapi sumber air panas Ciracas adalah subjek yang diam. Kepedulian dari kita selaku bagian dari masyarakat Purwakarta dan sumbangan pengunjung “se-ikhlasnya” yang membuatnya tetap bertahan, entah sampai kapan.
Oleh karena itu, tulisan ini diharapkan dapat sedikit membantu untuk mempromosikan potensi pariwisata di Purwakarta. Agar potensi pariwisata tersebut tidak menjadi “pengangguran”, namun memberikan manfaat bagi masyarakat. Meskipun semua akan indah pada waktunya, sesuai dengan porsinya.