Selasa, 03 Februari 2015

#SaveLocalTourism: Cerita dari Pendakian Gunung Bongkok, Purwakarta


oleh Alpiadi Prawiraningrat
Tulisan ini menceritakan tentang perjalanan 4 (empat) sekawan alumni SMA Negeri 1 Purwakarta (SMANSA) angkatan tahun 2011, yang kebetulan tengah mengisi waktu liburan perkuliahan.  Perjalanan yang  dilakukan adalah pendakian menaklukan gunung Bongkok, Tegalwaru, Purwakarta yang sedang nge-hits kekinian dikalangan para pendaki gunung Indonesia.
Nah, sebelum cerita inti perjalanan ini dimulai, mari perkenalkan satu demi satu para anggota pendaki dadakan, penakluk Gunung Bongkok, Purwakarta.

Rifky Rinaldi (Rifky)
            Rifky adalah yang paling kalem di antara 4 (empat) pendaki lainnya. Selama perjalananpun dia tidak pernah banyak bicara, sampai kita sendiri tidak tahu kalau tangan kanannya lecet-lecet akibat kepelinter pada saat memanjat tebing batu. 
Rifky adalah mahasiswa Sosiologi UI angkatan 2012, tapi dia lulusan SMANSA 2011 dan seangkatan dengan kita.  Dia memutuskan untuk satu tahun pending kuliah karena awalnya fokus berambisi untuk masuk akademi kepolisian (AKPOL) demi cita-citanya ingin menjadi Kapolda Jawa Barat. Namun apa daya, Tuhan berkendak lain.  Gagal diterima di AKPOL, Rifky masuk Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2012.
Meskipun pendiam dalam hal percintaan, tapi berkaitan dengan pembahasan bahan bangunan mulai dari harga, distributor, mekanisme penjualan Rifky ini ahlinya, khatam banget malah. Maklum Rifky adalah pewaris utama bisnis material ayahnya yang sangat terkenal seantero Purwakarta.
 Rifky si Kalem ex-individu yang bercita-cita menjadi Kapolda Jabar

Nurul Khotimah (Nonong Nurul)
Nurul Khotimah (Nonong Nurul) merupakan perempuan satu-satunya dalam pendakian kali ini.  Meskipun demikan, Nurul perempuan yang tangguh dan tahan banting. Selama pendakian telah 8 kali jatuh (inipun yang terhitung). 
Nurul adalah mahasiswi Sastra Cina UI angkatan 2011 yang tentunya pasih banget bahasa Mandarin.  Bahkan pada saat diselenggarakan festival budaya Asia-Pasifik di Purwakarta tahun 2014 silam, Nurul dipercaya sebagai LO delegasi Cina yang sangat keterbatasan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris.
Nurul ikut serta dalam pendakian karena ternyata lokasi Gunung Bongkok tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya di Plered. Sekalian rumahnya menjadi rest area setelah selesai pendakian.  FYI, papahnya Nurul baik banget karena kita dizinkan beristirahat di rumahnya, padahal badan kita telah berlumur dosa (baca: noda).

Nurul si Gadis Plered




Devian Adiana (Adev)
Adev ini satu-satunya mahasiswa yang berbeda universitas.  Dia berkuliah di Jati New York (baca: Jatinangor) alias UNPAD, jurusan komunikasi.  Orangnya baik banget, dewasa, sabar, kalem, tapi sayangnya lebih menyukai hubungan percintaan tanpa status. Alhasil, sampai saat ini dia masih menjomblo, mungkin sebagai akibat dari keraguan para wanita akan status yang nanti diberikan Adev kepada dirinya (khawatir di-php-in atau digantung kali yah).
Adev ini jago banget main futsal. Dia pernah beberapa kali ikut kejuaraan futsal dan tergabung dari tim futsal di UNPAD. Adev juga tukang ngadu-ngaduin tim futsal kelas ketika SMA dan salah satu koordinator futsal angkatan, kalau SMANSA 2011 kebetulan lagi ngumpul. Dia juga PO pendakian gunung kali ini yang merencanakan dan memberikan saran-saran yang perlu disiapkan pada saat pendakian.
 Adev si Penyuka Hubungan Percintaan Tanpa Status
Alpiadi Prawiraningrat
NPM: 110xxxxxxxxxxx
---------- SENSOR ----------
---------- DEMI NETRALITAS TULISAN ----------


 Alpiadi sie Publikasi dan Dokumnetasi
Setelah mengetahui semua tokoh yang akan menampakan kisahnya dalam cerita ini, kita langsung simak saja petualangan mereka menaklukkan Gunung Bongkok.

Sekilas Tentang Gunung Bongkok
Gunung Bongkok, atau lebih tepatnya disebut Bukit Bongkok, adalah sebuah gunung batu yang berlokasi di Cikandang Sukamulya, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Belakangan ini, gunung Bongkok sedang populer di kalangan pendaki karena keindahan pemandangan  alam yang disajikannya tatkala berhasil mencapai puncak tertinggi gunung ini, yaitu keindahan Jatiluhur dan daerah sekitar kota Purwakarta.
Menurut cerita masyarakat setempat, asal mula gunung Bongkok sebagai akibat dari diinjak oleh raksasa bernama Jonggrang Kalapitung, ketika sedang memancing di sungai Citarum.  Telapak kaki yang diyakini sebagai patilasan Jonggrang Kalapitungpun dapat dilihat pada batu di puncak gunung Bongkok.
 Telapak Kaki yang Dipercaya Milik Jonggrang Kalapitung 



                                      
                     Keindahan Alam dari Puncak Gunung Bongkok                    

Babak 1: Nyampeur Menyampeur Menjadi Satu
Perjalanan mendaki gunung Bongkok diawali dengan saling jemput satu dengan yang lainnya menggunakan motor. Pertama saya nyamper ke rumah Rifky, setelah itu saya dan Rifky menjemput Adev di depan gang rumahya. Kemudian kita bertiga meluncur ke Plered untuk nyamper Nurul. Berawal dari aktivitas nyampeur menyampeur menjadi satu, perjalananpun dimulai dengan anggota full team dari rumah Nurul di pasar Plered ke Tegalwaru yang memakan waktu sekitar 30 menit-an.
Di antara kita berempat hanya Adev saja yang sudah berpengalaman naik gunung. Saya sendiri cuman berpengalaman sepedahan keliling kampung.  Nurul pengalaman olah ragganya hanya menggerakan otot jari-jari membuka lembar demi lembar kertas buku novel sambil tidur-tiduran di kasur. Sedangkan Rifky, pengalaman olah ragga hanya menjaga dan mengatur berjalannya kerajaan bisnis material ayahnya. Jadi soal naik gunung, saya, Nurul dan Rifky  rada rabun. Begitupun dengan naik Gunung Bongkokpun, di antara kita berempat ternyata belum pernah ada yang  bersilaturahmi ke sana sebelumnya. Oleh karena itu, prinsip kita pada saat hendak melakukan pendakian adalah  Jangan Malu Bertanya, Kalau Tidak Mau Tersesat Di Jalan”.
Sepanjang perjalanan menuju titik start utama gunung Bongkok, kita disuguhi oleh dualisme kondisi alam. Pada satu sisi, kita dimanjakan asrinya alam pesawahan, hutan bambu dan bukit-bukit batu. Namun di sisi lain, kita melihat bagaimana eksploitasi besar-besaran terjadi di daerah ini. Terutama yang terjadi pada salah satu gunung yang tinggal sisa setengahnya untuk diambil batunya. Eksploitasi batu gunung tersebut dilakukan dengan menggunakan dynamite, sehingga tidak mengherankan setiap beberapa menit sekali akan terdengar suara ledakan seperti petir menggelegar akibat dari penggunaan dynamite tersebut.  Rada miris sih sebetulnya, tapi harus bagaimana lagi itulah kapitalisme, asal ada uang alam bisa ditendang, artinya asalkan punya banyak uang atau modal gunung sebagai warisan alam dan titipan Tuhanpun bisa dibeli dan dihancur leburkan sesuka hati untuk memperoleh keuntungan ekonomi.

Babak 2: Pendakian
Akhirnya sampai juga di TKP (Tempat Kejadian Pendakian). Pendakian dimulai dengan sebelumnya menitipkan motor ke Ibu warung  dekat jalan menuju gunung Bongkok.  Setelah membayar tiket masuk untuk kebersihan sebesar Rp. 5000,-/orang, akhirnya kita semangat melakukan pendakian menuju puncak Gunung Bongkok.  Tapi dasar memang pemula, belum sampai 15 menit mendaki lelah datang melanda, kitapun beristirahat sejanak (umur memang tidak bisa dibohongi).
           
 Istirahat setelah 15 menit pendakian
 Awal masuk kawasan pendakian, kita langsung disambut bongkahan batu besar sebagai ungkapan selamat datang dari sang gunung.  Begitupun sepanjang perjalanan, bongkahan-bongkahan batu raksasa selalu menjadi bagian dari pemandangan yang tidak dapat terelakan.  Sehingga suasana pendakian menjadi campur aduk, antara menyenangkan, melelahkan dan rada mencekam.  Menyenangkan karena kondisi alam yang masih asri dan hawa pegunungan yang segar membuat pikiran fresh kembali.  Tapi di sisi lain, kami harus berhati-hati karena kondisi jalan yang licin akibat musim hujan yang sedang melanda Purwakarta menjadikan jalanan becek, tanpa tukang ojek, ditambah kiri dan kanan jalan setapak yang dilalui adalah jurang yang sukarela menanti, jadi kudu ekstra berhati-hati.
                 
Jalur pendakian Gunung Bongkok


  
 Suasana pendakian Gunung Bongkok

Babak 2: Puncak Gunung Bongkok
Setelah sekitar 1,5 jam yang tentunya berjalanan kaki melewati lembah, tebing bebatuan, hutan belantara, jalan-jalan becek berhiaskan badan yang berpeluh keringat, serta nyamuk hutan yang iseng-iseng gigit gemes dan gundah dan gelisah takut turun hujan. Akhirnya kita sampai juga di puncak gunung Bongkok, yang dari atas puncaknya luar biasa parah banget indah panorama alamnya, pokonya nge-hits kekinian banget kalau kata remaja keceh jaman sekarang mah.
Bagaimana tidak nge-hits kekinian, karena dari atas puncak gunung Bongkok kita dapat melihat sungai Citarum dan Jatilihur, serta sebagian wilayah Purwakarta. Selain itu, berhadapan dengan gunung Bongkok kita dapat juga melihat gunung Parang sebagai pegunungan batu andesit terbesar se-Asia dan menjadi lokasin favorit untuk rock climbing.
 
                                                 Keindahan Gunung Parang dari Puncak Gunung Bongkok
Oleh karena itu, tidak lupa kita mengabadikan dengan foto-foto dan selfie sukaesih. Alhamdullilah sinyal di atas Gunung Bongkok juga masih manteng, jadi begitu selesai  foto bisa langsung update ganti DP di BBM, profile picture di line dan nge-post di path dan twitter. Pokoknya aktivitas kekinian banget dah. 


     
                                                       Foto-foto di Puncak Gunung Bongkok

Di puncak gunung Bongkok, juga bertemu dengan sahabat pendaki asal Karawang yang seusia dengan kita.  Mereka berencana untuk menginap semalam dan menikmati sunset dan sunrise dari atas puncak Gunung Bongkok.  Satu hal yang membuat salut adalah meskipun berada di puncak gunung, mereka  tidak lupa untuk melaksanakan kewajiban sebagai muslim, yaitu sholat. Berjamaah lagi. Subhanallah.
 
 Shalat di atas puncak Gunung Bongkok

Babak 3: Turun Gunung
Setelah puas melepas lelah dan berfoto ria, serta berbagi cerita selama kuliah di atas puncak gunung Bongkok, kita pun memutuskan untuk kembali menginjakan kaki ke daratan dengan turun gunung layaknya petapa yang telah berhasil memperoleh wagsit dari sang hyang tunggal. 
Sepanjang perjalanan turun gunung, ternyata jauh lebih sulit dilakukan karena jalur tracking yang licin dan banyak batu-batuan berlumut, tidak mengherankan kita berempat tidak dapat terlepas dari tragedi jatuh bangun. Alhasil badan kita bobolokot  noda tanah.
Perjalanan turun gunungpun menjadi momen yang menyenangkan dan mempererat tali persahabatan, karena kita saling berbagi kisah satu sama lain, tentang cita dan cinta bahkan sampai ngomongin film, Harry Potter, Percy Jakson, dewa laut Posaidon, anak keturunan dewa, Herculles, hobi dewa nikah sama manusia, eskalator, flying fox di atas gunung dan topik ngaler ngidul lainnya.  Ditambah satu pembahasan plus yang selalu menjadi iklan dalam percakapan yaitu momen tatkala Nurul “salah megang”.
Nurul “salah megang”? Kejadianya begini, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Purwakarta tengah mengalami musim hujan.  Begitupun dengan kawasan gunung Bongkok, jalanan yang becek dan licin kerap kali membuat kita harus lebih waspada dan mencari pegangan baik dahan, ranting serta akar pohon ataupun uluran tangan sahabat yang selalu setia setiap saat  tatkala turun gunung melewati tracking yanga ada.  Kami membentuk formasi baris garis lurus, saya paling depan, di susul Rifky kemudian Nurul dan terakhir Adev.  Sebagai individu terdepan saya bertugas mencari jalur yang rada aman untuk dilewati, sebetulnya sih ini modus teman-teman yang lain untuk menjadikan saya sebagai tumbal layaknya kelinci percobaan. Jika pada saat saya menginjakan atau melewati jalur tertentu membuat saya jatuh atau nyungseb, berarti jalan tersebut tidak aman dan jangan dilewati.  Begitupun sebaliknya, kalau saya selamat tidak terjatuh dan tidak nyungseb, berarti jalan tersebut aman untuk dilalui.  Satu waktu, diawal penurunan gunung pada saat menuruni tebing Nurul takut terjatuh dan berusaha mencari objek yang dapat dijadikan pegangan di belakangnya.  Awalnya sih aman-aman saja, karena Adev selalu siap sedia mengulurkan tangan kekar hasil fitness di tempat Adit sebagai objek pegangan (FYI, Adit masih teman seangkatan kita di Smansa Purwakarta). Namun kali ini pada saat Nurul menyentuh objek dibelakangnya tanpa menoleh yang dipikirnya lengan Adev. Tanpa disengaja ternyata objek yang dipegang Nurul “bertekstur” lain, karena sedikit kenyal. Dipikirnya bahwa lengan Adev menjadi kempes, tapi ternyata perkiraan Nurul salah karena yang dipegangnya adalah “lengan” adev yang lain yang juga terletak di posisi tubuh yang lain pula, ternyata “lengan” tersebut merupakan.............Adev (If you know what I mean). Kontan saja Nurul langsung berseru minta maaf, dan Adev pun jadi salah tingkah karena telah dipegang sesuatu yang mirip “lengan berotot” miliknya dibalik perlindungan celana training-nya.  Sepanjang jalan, moment “awas salah megang”pun menjadi topik yang menarik untuk dibahas sampai tiba di titik finish gunung Bongkok. Pesan moralnya untuk teman-teman adalah berhati-hatilah pada saat turun gunung, dan perhatikan lingkungan sekitar apabila hendak mencari peganggan di saat menuruni track pegunungan, karena apabila kurang berhati-hati anda bisa “salah megang” .
Sampai akhirnya kitapun tiba dengan selamat di daratan. Dikarenakan perut yang sudah meminta perhatian lebih karena kelaparan, setelah rehat sejenak di rumah Nurul, kitapun mulai melakukan pemburuan kuliner Sate Maranggi Haji Nadi yang popular banget di Plered yang membuat hati senang, karena perut kenyang dan harga yang harus dibayarkan membuat isi dompet tetap tenang alias murah meriah. Bayangkan  dengan modal finansial kurang lebih Rp. 30.000,- bisa makan sate sapi 15 tusuk, 1 porsi sop iga atau kepala sapi dan 2 porsi nasi timbel, plus bonus air teh hangat gratis tanpa batas.

Babak 4: Penutup #SaveLocalTourism
Itulah sekilas cerita mendaki gunung Bongkok bersama tiga sahabat saya yang sangat menyenangkan dan menggemaskan.  Terdapat beberapa poin penting yang menjadi refleksi bagi diri saya probadi dari perjalanan tersebut, yaitu tentang potensi alam gunung Bongkok dan persahabatan.

        

         




Coretan-coretan dan sampah di Puncak Gunung Bongkok
Berkaitan dengan potensi alam gunung Bongkok, menurut perspektif saya pribadi bahwa sesunggunya merupakan tempat yang sangat memiliki potensi untuk menjadi objek pariwisata, khususnya pariwisata lokal atau local tourism di Purwakarta dan nampaknya bila memungkinkan potensi yang ada dapat lebih dikembangkan. Namun demikian, proses pengembangan potensi local tourism ini perlu didampingi dengan peran serta masyarakat, baik pendaki ataupun penduduk setempat dan pemerintah Purwakarta. Peran pemerintah nampaknya terkait dengan upaya meningkatkan fasilitas khususnya terkait dengan penanda lokasi dan penunjuk arah jalan menuju Gunung Bongkok dan fasilitas pendukung lainnya.  Sedangkan peran dari para pengunjung atau pendaki dan masyarakat setempat adalah upaya menanamkan dan meningkatkan kesadaran dalam menjaga kelestarian, khususnya kebersihan lingkungan Gunung Bongkok. Sebagai contoh adalah temuan yang diperoleh di puncak gunung. Sangat disayangkan keindahan alam yang disajikan di atas puncak pegunungan ternoda oleh sampah dan coretan-coretan tulisan dan ungkapan cinta yang sangat tidak tepat dan tidak bertanggungjawab, serta menggangu keasrian alam gunung Bongkok. Jadi sangat diharapkan sekali kesadarannya untuk menjadi smart traveller, sehingga peran kita tidak hanya sebagai pendaki atau penikmat keindahan alam gunung Bongkok sebagai objek local tourism di Purwakarta, tapi juga bekontribusi nyata dalam menjaga keasrian alamnya, setidaknya dengan tindakan yang paling sederhana yaitu tidak membuang sampah sembarang dan STOP mencurat-coret di puncak batu gunung Bongkok. Jadi keep spirit for #SaveLocalTourism Purwakarta sebagai bagian dari kekayaan alam budaya bangsa Indonesia.
Sedangkan dalam kaitanya dengan persahabatan, tampaknya untuk kalian yang ingin mengenal sahabatnya lebih baik lagi, mendaki gunung adalah alternatif yang dapat dicoba. Mengutip dari tulisan salah seorang sahabat bahwa ada pepatah mengatakan, jika kita ingin mengenal seseorang, kita harus makan bareng, tidur (bermalam) bareng, dan melakukan perjalanan jauh bareng. Dengan begitu, sifat-sifat asli teman kita akan muncul dan kita jadi kenal karakter mereka sebenarnya. 
Dari pendakian yang dilakukan di Gunung Bongkokpun saya belajar bahwa sebetulnya tidak penting apa identitasmu, jenis kelaminmu, statusmu, jurusanmu, hobby-mu, atau bahkan jaket almamater universitas dan asal daerahmu.  Selama kita memiliki tujuan yang positif dan keinginan untuk lebih memahami potensi lingkungan daerah tempat tinggal kita, alam akan menuntun kita menjadi satu kesatuan. Karena bukankah hakikat persahabatan adalah menerima perbedaan? dan sebagai seorang manusia, bukankah hakikat sang pencipta kita sama? Yup, terkadang kontruksi dan lingkungan sosial dimana kita tumbuh dan berada yang menyebabkan kita terkotak-kotak, sehingga membuat kita menciptakan garis batas dan berbeda? Renungkanah. Jadi, semangat ditunggu sekali cerita naik gunung kalian! Keep #SaveLocalTourism!

2 komentar:

  1. ngakak broo pas baca "salah megang" wkwkwk

    BalasHapus
  2. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus