Abstract
This paper will describe the
influence of Korean Wave to South Korea's economic growth. By using the theory
Soft Power proposed Joseph S. Nye interesting to see how the implementation of
the Korean Wave as Soft Power diplomacy of South Korea with other countries,
including Indonesia and provide benefits for South Korea. In addition,
interesting how the implementation of the Korean Wave is facilitated by other
actors, such as state, mass media and MNC and the impacts for Indonesia.
Key Words: Korean Wave; Soft Power
PENDAHULUAN
Globalisasi
budaya pop Korea Selatan atau lebih dikenal dengan gelombang Korea (Hallyu) berhasil mempengaruhi
masyarakat. Beragam produk budaya Korea mulai dari drama, film, lagu, fashion, hingga produk-produk industri
menghiasi ranah kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk
Indonesia. Hal ini tidak dapat terlepas
dari peran media massa yang secara sadar atau tidak telah membantu terjadinya
aliran budaya Korea Selatan tersebut. Pemerintah Korea Selatan menyadari bahwa Korean Wave membuka jalan bagi kemajuan
ekonomi Korea Selatan, sehingga mereka rela mengucurkan dana untuk membiayai
produksi hiburan mulai dari film, sinetron, hingga musik. Bedasarkan situs www.kbs.co.kr, sekitar
8,5 juta wisatawan asing berkunjung ke Korea pada akhir tahun 2010. Jumlah ini
sangat jauh berbeda dibandingkan tahun 2000 yaitu sekitar 1,5 juta wisatawan
asing saja.
Dewasa ini, Korea Selatan telah berkembang
menjadi salah satu negara paling makmur di Asia yang ditandai dengan
perekonomian terbesar ketiga di Asia dan ke-13 di dunia.[1] Hal
penunjang kebangkitan ekonomi Korea Selatan tidak lain karena sektor industri
teknologi transportasi dan teknologi komunikasi yang juga didukung oleh sektor
kebudayaannya melalui Korean Wave.
Pada tahun 2004, ekspor film dan program televisi bersama dengan pariwisata dan
produk K-Pop menghasilkan pendapatan
total hampir US$2 miliar.[2]
Selain itu, menurut statistik Bank Of
Korea dari bidang ekspor budaya dan jasa hiburan, industri musik K-pop telah menghasilkan US$794 juta
tahun 2011 dan mengalami peningkatan 25% dari US$637 juta di tahun 2010 seiring
K-pop semakin diminati oleh
masyarakat internasional.[3]
Hubungan diplomatik Korea Selatan dan Indonesia
secara resmi telah terjalin sejak 18 September 1973 dan direkatkan melalui
pembentukan Kemitraan Strategis pada kunjungan Presiden Roh Moo Hyun ke Jakarta
tanggal 4-6 Desember 2006. Pembentukan Kemitraan Strategis tersebut mencakup kerja
sama di bidang politik, keamanan, ekonomi, perdagangan dan sosial budaya.
Hubungan bilateral melalui sosial-kebudayaan Korea Selatan dan Indonesia
semakin intens dilakukan seiring
budaya Korean Wave semakin digemari
masyarakat Indonesia. Popularitas Korean
wave di Indonesia ditandai dengan diselenggarakannya serangkaian kegiatan
pameran kebudayaan Korea sejak tahun 2009 hingga 2011 yakni “Korea-Indonesia Week”. Pergelaran budaya
tersebut diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Korea di Indonesia untuk
memperkuat hubungan bilateral di bidang sosial kebudayaan karena melihat respon
positif masyarakat Indonesia terhadap budaya Korea Selatan, khususnya Korean Wave. Di samping itu, Pemerintah
Korea Selatan membangun Pusat Kebudayaan Korea di Jakarta agar dapat berfungsi
sebagai pusat informasi kebudayaan Korea Selatan.[4]
Perkembangan K-pop didukung oleh peran sinkronisasi antara aktor negara, yakni
Pemerintah Korea Selatan itu sendiri dengan aktor non-negara seperti para
pelaku bisnis, masyarakat, selebritis dan media. Pemerintah Korea Selatan
menjadikan K-Pop sebagai upaya
pembangunan citra ataupun nation-branding
Korea Selatan. Penyebaran pengaruh Korean
Wave bukan hanya meningkatkan peluang untuk melaksanakan pertukaran budaya,
meningkatkan interaksi budaya, tetapi juga sarana untuk menghegemoni. Hegemoni
tercipta karena kemajuan media serta pengalaman populer terkait dengan
konsumsi. Media menciptakan popularitas konsumsi barang komoditi. Dalam hal ini
Korea berusaha untuk menghegemoni dalam hal budaya yang dapat mempengaruhi pola
pikir dan pola bertindak masyarakat di dunia sekalipun.
Berdasarkan pada pemaparan diatas, penulis
ingin melihat bagaimana Korea Selatan melalui korean wave dapat mencapai pertumbuhan ekonomi dan bagaimana budaya
korean wave memberikan dampak
terhadap budaya di Indonesia.
“Bagaimanakah Pengaruh ‘Korean Wave’ sebagai
‘Soft Power’ terhadap Perkembangan Ekonomi Negara Korea Selatan dan dampakanya
terhadap Indonesia?”
Kajian Teori
Global Pop
Culture
Global Pop
Culture adalah budaya populer dalam suatu wilayah atau region yang kemudian
dipopulerkan hingga ke taraf dunia atau lingkup global. Dalam sebuah situs atau
pranala, dikatakan sebagai faktor utama penyebab globalisasi budaya adalah
pesatnya perkembangan teknologi informasi, khususnya pada awal abad ke-20. [5]
Sementara itu, pranala lainnya yang
membahas tentang global pop culture
menyatakan sejumlah faktor penyebab terjadinya globalisasi budaya adalah
sebagai berikut:
“Causes included the development of new technologies
and the economic globalization of capital, labor, natural resources,
production, and consumption. Political factors also played a role, from
imperialism and nationalism to totalitarian states and the Cold War; so to did
social struggles over the construction of race, class, ethnicity, religion, and
gender.”
Ternyata, perkembangan teknologi
tidak semata menjadi faktor utama, dalam hal ini globalisasi ekonomi juga ikut
berperan, bahkan hingga kepada faktor-faktor politik. Hal ini juga menjelaskan
mengapa globalisasi tidak terlepas dari politik, ekonomi, bahkan budaya, yang
ditenggarai sebagai globalisasi ketiga.
Teori Soft Power
Dalam
pandangan Joseph S. Nye, power merupakan kekuatan atau
kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk mendapatkan hasil yang diinginkan[6]. Di mana, power ini terbagi menjadi dua spektrum perilaku yang berbeda, yaitu hard power termasuk dalam spektrum perilaku command
power, yaang merupakan kemampuan untuk mengubah apa
yang pihak lain lakukan (what others do)
dan soft power yang termasuk
dalam spektrum perilaku co-optive power, yang merupakan kemampuan yang digunakan sehingga dapat mempengaruhi
dan membentuk apa yang pihak lain inginkan
(what others want)[7]. Co-optive power diperoleh melalui dua cara,
yaitu:[8] a) agenda setting, dengan cara memanipulasi
agenda pilihan politik sehingga pihak lain gagal mengekspresikan suatu
preferensi politik tertentu karena merasa preferensi tersebut terlihat tidak
realistis yang bersumber pada institusi; dan b) attraction, didasarkan pada daya tarik yang
bersumber pada budaya, nilai-nilai serta kebijakan yang dimiliki.
Selanjutnya Soft power dijelaskan Nye sebagai suatu kekuatan atau
kemampuan yang digunakan untuk mempengaruhi
pihak lain sebagai upaya mendapatkan hasil yang
diinginkan (power) melalui penggunaan daya tarik daripada penggunaan kekerasan (coercion) atau imbalan (payment)[9]. Nye memaparkan bahwa soft power suatu negara
utamanya berasal dari tiga sumber, yaitu[10]: a) kebudayaan (culture), sehingga membuat negara tersebut menarik bagi pihak lain; b) nilai politik (political values) yang dianut negara tersebut di dalam maupun luar negeri; dan c). kebijakan luar negeri (foreign
policies) yang membuat negara memiliki
legitimasi dan otoritas moral.
Nye kemudian
mengungkapakan bahwa kebudayaan
sebagai salah satu sumber soft power terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu:[11] a) high culture, seperti seni, literatur, dan pendidikan yang menarik perhatian elit tertentu
dan b) pop culture, di mana berfokus pada
produksi hiburan massal (mass
entertainment). Di samping
itu, dalam memahami implementasi soft power perlu juga memperhatikan aktor yang
terlibat dalam pengimplementasianya.
Menurut Nye, aktor-aktor yang terlibat dalam pembentukan soft power diistilahkan sebagai “referees” dan “receivers”
soft power[12].
“Referees” soft power” dipahami
sebagai pihak yang menjadi sumber
rujukan legitimasi dan kredibilitas soft
power. Sedangkan “receivers” soft power adalah target yang dituju
sebagai sasaran penerima soft power.[13]
PEMBAHASAN
Perkembangan Korean Wave atau “Hallyu”
Korean Wave, atau “Hallyu” dalam bahasa Korea merujuk pada fenomena gelombang budaya
Korea Selatan yang dimulai pada tahun 1990-an di Asia Timur dan berkembang
hingga ke Amerika, Eropa dan Timur Tengah[14]. Istilah Korean Wave sendiri muncul pada
pertengahan tahun 1999 oleh media yang tekejut dengan gelombang kepopuleran
produk budaya Korea pada kalangan muda di Cina[15]. Kini istilah Korean Wave lebih sering digunakan untuk
menjelaskan mengenai penyebaran budaya populer Korea di berbagai negara[16].
Korean Wave merepresentasikan aliran produk budaya populer Korea ke berbagai negara
melalui media seperti televisi, film, animasi, games, serta musik
populer. Sejak ekspor drama televisi pertama di Cina pada tahun 1990-an,[17] Korea Selatan terus memperluas pengaruh Korean Wave dengan mengekspor lebih banyak drama televisi, film,
dan merambah pada ekspor industri musik populer yang sering diistilahkan dengan
K-Pop ke berbagai negara di Asia,
Amerika dan Eropa. Berbagai jurnalis kemudian juga berpendapat bahwa ekspor
drama televisi, film, dan musik Korea Selatan berpengaruh terhadap promosi
produk budaya lainnya seperti makanan tradisional, bahasa dan juga pada
industri pariwisata di Korea Selatan.[18]
Di Asia Tenggara, negara yang paling awal mendapatkan pengaruh Korean Wave adalah Vietnam, yakni ketika
drama televisi masuk pada akhir tahun 1990-an bersamaan dengan Cina dan Taiwan.[19] Kemudian pada tahun 2000 hingga kini, drama televisi Korea Selatan dan produk budaya populer lainnya terutama K-Pop mulai diterima dan populer
di negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk Indonesia.[20]
Amerika dan Eropa baru menerima efek Korean
Wave pada pertengahan tahun 2000-an baik melalui media drama televisi dan K-Pop serta media lain seperti animasi
dan games. Animasi paling populer di
Korea, “Pororo the Little Penguin” berhasil
dijual ke lebih dari 120 negara termasuk di Eropa, yakni Perancis dan Inggris.
Menurut data terkini dari Statistik Korea Selatan, animasi tersebut berhasil meraih rating tertinggi 57% pada penyiarannya di stasiun televisi Perancis TF1 pada tahun 2004.[21] Online games juga menjadi produk
yang berhasil dijual ke Amerika Utara seperti Ragnarok Violet oleh NEO-CYON dan
permainan jaringan sosial Rule the Sky.[22]
Terbentuknya Korean Wave sebagai Soft Power Korea Selatan.
Terciptanya Korean Wave sebagai soft power Korea Selatan tidak terlepas
dari unsur-unsur pembentuknya, yaitu seperti sumber soft power, aktor yang
terlibat dalam hal ini
“referees”
dan “receivers”, serta agenda setting dan attraction yang disertai dengan
faktor-faktor pendukung daya tarik soft
power.
Menurut Nye, soft power suatu
negara bersumber dari tiga hal, [23] yaitu kebijakan luar negeri, nilai-nilai dan kebijakan domestik, serta
kebudayaan. Dalam konteks, Korean Wave sendiri yang merupakan soft power Korea Selatan bersumber pada budaya populer (pop culture). Korean Wave dapat terbentuk sebagai soft power Korea Selatan karena sumber budaya populer tersebut telah diekspor ke berbagai Negara termasuk Indonesia dalam berbagai bentuk produk antara lain
drama televisi, film, musik K-Pop,
animasi dan games. Budaya populer
seperti ini diciptakan untuk dapat dinikmati oleh masyarakat luas dari berbagai
kalangan dan generasi.
Terkait dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pembuatan budaya populer,
terutama dalam drama televisi dan film, Korea Selatan berusaha
mengkolaborasikan antara modernitas dan
teknologi dengan tradisi dan nilai kekeluargaan yang ada di Korea Selatan, sehingga drama tersebut dapat diterima
banyak kalangan, terutama masyarakat Indonesia. Begitupun
dalam konteks K-Pop, Korea Selatan
memproduksi produk budaya yang diminati oleh masyarakat luas karena keunikan
unsur domestik khas Korea dengan teknologi dan modernitas ala Barat.[24] Sebagai contoh adalah dalam video klip grup boyband Big Bang yang menampilkan Hangul atau Hanja
(semacam Barongsai) sebagai bagian dari seni tardisional masyarakat Korea
Selatan. Dengan upaya ini Korea Selatan berhasil menjembatani budaya Barat dan Timur, sehingga menghasilkan suatu produk yang bisa diterima oleh keduanya.
Dalam kaitanya
dengan pihak atau aktor yang terlibat dalam
pembentukan Korean Wave sebagai soft power Korea Selatan, terdiri dari
“referees” yaitu pemerintah, media (televisi, internet), industri produk budaya (industri
drama televisi, musik, film, animasi, games),
industri produk komersial (MNC seperti Samsung dan LG) sebagai serta “receivers” sebagai penerima yang merupakan
penerima kebudayaan tersebut yaitu, publik
negara-negara di Eropa dan Amerika, Asia termasuk Indonesia. Pemerintah
Korea Selatan sebagai referees, terlibat dalam upaya mendukung
promosi budaya populer melalui kebijakan-kebijakannya. Sedangkan media berperan
sebagai sarana dalam menyebarluaskan dan menikmati produk budaya seperti drama, film, animasi, K-Pop dan online games.
Industri drama televisi, film, musik, animasi dan games merupakan pihak yang
terlibat dalam produksi kreatif budaya populer Korea Selatan tersebut. Industri produk komersial seperti perusahaan multinasional Samsung dan LG
adalah pihak yang terlibat dalam mendukung sekaligus memanfaatkan Korean Wave sebagai alat promosi produk
komersial.
Korean Wave sebagai soft power melibatkan agenda setting dan attraction sebagai bagian dalam
spektrum co-optive power. Agenda setting atau pembentukan agenda Korean Wave sebagai
soft power, merujuk
kepada upaya Korea Selatan dalam meningkatan
perekonomian Korea Selatan pasca krisis ekonomi dengan institusi pemerintah
Korea Selatan sebagai referee yang
menentukan agenda tersebut. Menurut The
Economist, Korean Wave direncanakan sebagai suatu potensi soft power terutama semenjak kejatuhan ekonomi Korea Selatan ketika krisis finansial Asia tahun 1998 yang mana menunjukan bahwa GDP yang turun drastis hingga 7%[25]. Pemerintahan Korea Selatan mulai melihat Hallyu (Korean Wave) sebagai instrumen soft
power, dengan sebuah harapan bahwa ekspansi profil Korea Selatan ke luar negeri melalui Korean Wave akan diikuti oleh permintaan terhadap ekspor produk budaya dan pariwisata Korea
Selatan.[26]
Sedangkan attraction atau daya tarik dari Korean Wave ini
memiliki beberapa faktor sebagai pendukung
popularitas, sehingga dapat diterima oleh publik
negara-negara lain. Faktor-faktor
tersebut di antaranya kebijakan Pemerintah Korea Selatan terkait Korean Wave; nilai-nilai konfusianisme dan modernitas; kreativitas produksi produk budaya; pemanfaatan media internet. [27]
Faktor pertama adalah kebijakan pemerintah terkait Korean Wave seperti dukungan
anggaran finansial untuk perkembangan promosi budaya Korea ke luar negeri dan
kebijakan liberal pemerintah Korea Selatan yang menghormati kreativitas
individu, mengijinkan adanya struktur pasar budaya yang transparan serta kemampuan
membangun suatu budaya populer yang kritis dan mampu bersaing. Dukungan
finansial oleh pemerintah dapat dilihat melalui tindakan pemerintah Korea
Selatan dalam beberapa tahun terakhir melalui Kementerian Kebudayaan, Olahraga
dan Pariwisata yang mulai menaruh perhatian lebih pada pengembangan industri
budaya populer di Korea Selatan dengan memberikan dukungan administratif bagi
ekspor budaya Korea. Sebagai contoh adalah
dengan pembentukan pusat-pusat
kebudayaan Korea di luar negeri sebagai sarana diplomasi publik untuk
mempromosikan Korean Wave. Selain itu
juga adanya dukungan finansial bagi
industri budaya populer seperti memberi subsidi pada industri musik sebesar 40
miliar Won pada tahun 2007 serta investasi sebesar 2 triliun Won pada tahun
2008 untuk membentuk “Korean Wave
Hollywood” sebagai upaya untuk membentuk Budaya Asia Timur yang dapat
disandingkan dengan Hollywood di Amerika Serikat.[28]
Faktor kedua adalah nilai-nilai
konfusianisme dan modernitas yang disajikan melalui produk budaya seperti drama
televisi dan film. Konfusianisme adalah tradisi yang secara historis dimiliki
bersama oleh negara-negara di Asia Timur yang membuat negara-negara tersebut
memiliki kedekatan kultural.[29] Tema-tema drama televisi dalam Korean
Wave menggunakan nilai-nilai dalam Konfusianisme seperti nilai-nilai
kekeluargaan, penghormatan terhadap generasi yang lebih tua, ketaatan terhadap
tradisi sebagai bagian dari dramatisasi Korea Selatan akan “sensibilitas Asia”[30] yang
membuat drama-drama Korea Selatan dapat
dinikmati lintas generasi, terutama di negara-negara Asia Timur yang berbagi
kesamaan nilai Konfusianisme[31].
Nilai domestik lain yang juga dimuat dalam drama-drama televisi Korea
Selatan adalah modernitas. Hal ini terlihat pada penggambaran Korea Selatan
sebagai negara yang cool, happening, dan modern[32].
Bagi publik negara-negara di Asia, gaya hidup dan tren yang diusung melalui
penggambaran modernitas Korea Selatan dalam drama Korea ini dianggap sebagai
daya tarik dan ingin mereka tiru[33]. Korea
Selatan juga menggambarkan modernitas dengan memadukan teknologi dan drama
melalui penyertaan produk teknologi terkini dalam sebagian besar drama televisi
baik itu alat-alat elektronik, gadget,
kendaraan, maupun teknologi informasi.
Faktor ketiga adalah kreativitas produksi produk budaya dalam Korean Wave. Dalam mempertahankan
penerimaan Korean Wave di berbegai
negara, Korea Selatan melakukan perkembangan strategi produksi produk
budayanya. Salah satu usaha yang juga
dilakukan oleh Korea Selatan adalah mengupayakan strategi lokalisasi dengan
mendekati pasar lokal di negara lain. Strategi ini dilakukan dengan cara
memberangkatkan artis Korea Selatan ke kota-kota
di Asia seperti di Jepang dan Cina untuk lebih memperkenalkan diri mereka pada
pasar lokal melalui kolaborasi pembuatan produk drama televisi dengan artis dan
perusahaan lokal[34].
Selain itu dalam industri musik K-Pop, terutama di Asia telah dikenal dalam
meproduksi lagu-lagu yang dibuat dalam multibahasa untuk memperluas penyimak
musik K-Pop. Grup musik seperti Super
Junior, Girls Generation, Wonder Girls, maupun penyanyi solo seperti BoA dan Rain selalu menyanyikan beberapa lagu terpopuler milik mereka dalam
bahasa Korea, Inggris, Jepang maupun Mandarin. Bahkan salah satu lagu milik Wonder Girls yang berjudul “Nobody” berhasil menjadi hits di Amerika Serikat setelah
dinyanyikan dalam bahasa Inggris[35].
Faktor keempat adalah pemanfaatan media internet khususnya dalam
mepromosikan produk drama televisi dan K-Pop. Di Amerika dan Eropa, bahkan Indonesia, drama televisi dan K-Pop berhasil menggaet banyak minat publik melalui media internet. Youtube adalah sarana untuk mengakses musik Korea yang membuat
K-Pop lebih mudah menyebar ke publik di Amerika dan Eropa. Dari penelitian
internet, jumlah akses video terkait dengan K-Pop di Youtube mencapai 123.47 juta di
Amerika Utara dan 55,37 juta di Eropa dari total akses K-Pop 793.57 juta di
seluruh dunia[36].
Sedangkan untuk akses drama televisi, terdapat situs seperti DramaFever.com dan DramaCrazy.com yang menyediakan akses legal untuk menonton drama
televisi Korea yang disertai dengan teks terjemahan berbahasa Inggris bagi
publik Amerika Serikat dan Kanada[37].
Pengaruh Korean Wave terhadap Pertumbuhan Ekonomi Korea
Selatan
Keuntungan ekonomi bagi Korea Selatan melalui Korean Wave tercapai tidak hanya melalui keuntungan yang diperoleh
dari ekspor produk budaya namun juga ketika kepopuleran Korean Wave di negara-negara lain dimanfaatkan sebagai alat promosi
dalam memasarkan produk bernilai ekonomi lainnya seperti pariwisata dan produk
komersial. Pemanfaatan Korean Wave sebagai
soft power dalam memperoleh
keuntungan ekonomi bagi Korea Selatan
tersebut dapat dilihat dalam dua hal, yakni digunakannya kepopuleran Korean Wave sebagai daya tarik dalam
industri pariwisata serta pemasaran produk budaya dan produk komersial Korea
Selatan ke berbagai negara.
Korean Wave sebagai daya tarik dalam industri pariwisata dicerminkan dalam penggunaan Korean Wave sebagai ikon promosi
organisasi pariwisata Korea Selatan (Korean
Tourism Organization/KTO). Sejak kepopuleran drama televisi “Winter
Sonata”, lokasi syuting drama televisi mulai dimanfaatkan dalam industri
pariwisata di Korea Selatan. KTO pun mulai menyediakan paket-paket wisata
sesuai dengan yang muncul di drama televisi yang ingin dikunjungi oleh para
turis. Salah satu kunjungan terbesar dari model pemasaran obyek wisata seperti
ini adalah kunjungan dari turis Jepang[38].
Keuntungan yang diperoleh Korea Selatan terkait dengan pemanfaatan Korean Wave dalam industri pariwisata dapat dilihat pada
perkembangan jumlah turis asing yang datang ke Korea pada periode tahun
1990-2010 berikut:
Tabel I.4[39]
Jumlah Kedatangan Turis Asing di Korea Selatan
Periode Tahun 1990-2012
( ) = Growth(%)
Year
|
Visitor Arrivals
(Number)
|
1990
|
2,958,839(8.5)
|
1991
|
3,196,340(8.0)
|
1992
|
3,231,081(1.1)
|
1993
|
3,331,226(3.1)
|
1994
|
3,580,024(7.5)
|
1995
|
3,753,197(4.8)
|
1996
|
3,683,779(-1.8)
|
1997
|
3,908,140(6.1)
|
1998
|
4,250,216(8.8)
|
1999
|
4,659,785(9.6)
|
2000
|
5,321,792(14.2)
|
2001
|
5,147,204(-3.3)
|
2002
|
5,347,468(3.9)
|
2003
|
4,752,762(-11.1)
|
2004
|
5,818,138(22.4)
|
2005
|
6,022,752(3.5)
|
2006
|
6,155,047(2.2)
|
2007
|
6,448,240(4.8)
|
2008
|
6,890,841(6.9)
|
2009
|
7,817,533(13.4)
|
2010
|
8,797,658(12.5)
|
2011
|
9,794,796(11.3)
|
2012
|
11,140,028(13.7)
|
Dari hasil statistik pariwisata di Korea Selatan sejak tahun 1990 hingga
tahun 2010, dapat dilihat bahwa jumlah kedatangan turis ke Korea Selatan
cenderung meningkat. Dari hanya sekitar 2,95 juta orang di tahun 1990, jumlah
turis pasca booming Korean Wave
meningkat hingga mencapai 8,79 juta orang pada tahun 2010.[40] Serupa dengan hasil statistik KTO di atas, Pusat Statistik Korea (KOSTAT)
juga melaporkan jumlah turis yang datang ke Korea Selatan pada tahun 2010
mencapai 8,8 juta orang, yang merupakan kenaikan sebanyak 70,9% dari jumlah
turis pada tahun 2001 yang hanya sejumlah 5,1 juta orang[41]. Data di atas menunjukkan
pada periode kemunculan Korean Wave
dari akhir tahun 1990-an hingga tahun 2010, industri pariwisata di Korea
Selatan mengalami keuntungan peningkatan jumlah turis asing. Bahkan tahun
2012 jumlah turis asing yang berkunjung ke Korea Selatan mencapai 11,1 Juta
orang.
Di samping keuntungan pada industri pariwisata, Korea Selatan melalui
penggunaan Korean Wave mendapatkan
keuntungan yang lebih besar pada pemasaran dan penjualan produk budaya serta
produk komersialnya. Ekspor produk budaya yang dilakukan dalam aliran Korean Wave terutama di negara-negara
Asia adalah ekspor produk drama televisi, produk industri musik, film, animasi
dan online games.
Ekspor Korea Selatan dalam produk program televisi mengalami peningkatan
yang cukup signifikan sejak tahun 2000 (yang termasuk dalam periode awal
kemunculan Korean Wave) hingga tahun
2007 dengan hanya 13 juta US dollar pada tahun 2000 menjadi 162 juta US dolar pada tahun 2007. Bahkan jika sebelumnya pada
tahun 2000 impor Korea lebih tinggi dari ekspornya, yakni 29 juta US dolar,
pada tahun 2007 neraca berbalik ketika Korea Selatan mengekspor sekitar 130
juta US dolar lebih banyak dari jumlah impornya yang hanya sebesar 32 juta US
dollar.
“Winter Sonata”, salah satu
produk drama televisi terpopuler dari Korea Selatan memberikan efek ekonomi
yang besar ketika berhasil meraup keuntungan sebesar 1,1 miliyar US dolar di
Jepang[42].
Kemudian keuntungan juga diperoleh melalui produk musik K-Pop dilihat dari jumlah kopi lagu yang terjual serta popularitas
lagu tersebut di tangga lagu luar negeri. Grup musik H.O.T. berhasil menjual
100.000 kopi musiknya di Cina pada tahun 2001 dan lagu Korea selalu menempati
10 besar dalam tangga lagu di Cina pada saat itu[43]. Di Perancis, SM Town World Tour, sebuah tur penampilan artis
dan grup musik Korea Selatan di bawah naungan SM Town Management, menjual
7000 kursi dalam 15 menit untuk menyaksikan penampilan grup musik dari
manajemen tersebut[44]. Rain,
salah satu bintang K-Pop juga muncul sebagai peraih kepopuleran Korean Wave di Asia dengan menjual lebih
dari 130.000 kursi dalam konsernya di berbagai kota di Asia pada tahun 2005[45].
Ekspor budaya Korea Selatan dalam Korean Wave tidak hanya menguntungkan
dari sisi keuntungan ekspor produk budaya, namun juga meningkatkan keuntungan
pemasaran produk komersial lain ke pasar internasional. Kepopuleran produk
budaya dalam Korean Wave, seperti
drama televisi membiasakan publik dengan gaya hidup ala Korea yang digambarkan
dalam drama tersebut. Pembiasaan ini dapat mendorong konsumsi publik terhadap
produk-produk yang digunakan dalam penggambaran gaya hidup ala Korea, misalnya gadget dengan teknologi terkini atau
pakaian dan kosmetik untuk mendapatkan penampilan ala Korea.
Beberapa contoh produk komersial yang berhasil dipasarkan dan dijual oleh
Korea Selatan adalah produk elektronik dan teknologi komunikasi yang diproduksi
oleh perusahaan Samsung dan LG Electronics.
Dalam pemasaran produk komersial tersebut, perusahaan seperti Samsung dan LG Electronics memanfaatkan kepopuleran
drama televisi Korea sekaligus aktris dan aktor dalam drama televisi tersebut
dengan mempromosikannya bersamaan dengan produk komersial mereka di luar
negari. LG Electronics misalnya,
mempromosikan drama televisi Korea di Vietnam dengan cara membantu stasiun
televisi lokal Vietnam untuk menyiarkan drama Korea secara gratis bahkan
membayar untuk men-dubbing tayangan
drama tersebut[46].
Samsung mempromosikan drama seri interaktif “Twenty, the Start of Wave” dalam produk terbaru Samsung Wave 3 untuk mempromosikan drama Korea dengan
aktor dengan generasi lebih muda sekaligus mempromosikan produk terbarunya[47].
Samsung memasarkan produk komputer di Cina dengan memasang aktor sekaligus
penyanyi Ahn Jae-wook dalam iklannya[48]. Begitupun
dalam konteks Indonesia sendiri, bagaimana produk Kakao Talk yang pendirinya adalah Beom Soo Kim adalah mantan CEO
NHN Corporation yang berbasis di Seoul, juga menampilkan kolaborasi antara grup boyband Korea Selatan Big Bang dan artis Indonesia Sherina
Munaf sebagai bintang iklan produk tersebut.
Pemasaran produk komersial dengan menggunakan kepopuleran budaya Korea
dalam Korean Wave ini memberikan
keuntungan bagi perusahaan-perusahaan Korea tersebut. Di Jepang, produk smartphone Galaxy S II keluaran Samsung Electronics Co. pada bulan Juni 2011
menjadi telepon seluler dengan penjualan terbaik di Jepang menurut badan riset
BCN Inc[49] dan
membantu Korea Selatan menaikkan ekspor produk komersial sebanyak 50% pada enam
bulan pertama tahun 2011. Begitupun dalam konteks Indonesia, Samsung dan LG juga berhasil mendapatkan keuntungan dengan
mengontrol lebih dari 30% pasar produk komersial[50]. Selain produk elektronik,
di Thailand dan Indonesia produk kosmetik asal Korea seperti Etude, Skin Food dan Face Shop juga
menjadi populer di kalangan mahasiswi yang meniru penampilan ala artis Korea[51]. Face Shop misalnya, menjadi merek produk
kosmetik yang digemari sejak tahun 2005 di Indonesia dengan dibantu kepopuleran
aktor/penyanyi Rain dan Kim Hyun-Joong sebagai bintang iklannya[52].
Produk online games juga sukses
ditransfer ke pasar internasional dan membuat industri online games Korea Selatan menjadi industri online games nomor dua terbesar di dunia.[53] Sehingga
berdasarkan pemaparan di atas, dapat terlihat bagaimana Korean Wave memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan Ekonomi negara
Korea Selatan.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya perkembangan
gelombang budaya Korea Selatan atau Korean
Wave (Hallyu) telah berhasil
mempengaruhi masyarakat daengan produk budaya Korea mulai dari drama, film,
lagu, fashion, hingga produk-produk
industri. Hal tesebut
merupakan suatu fenomena yang tentunya memberikan keuntungan untuk negara Korea
Selatan, yang salah satunya adalah dalam hal pertumbuhan ekonomi negara. Dikembangkanya Korean Wave oleh negara Korea Selatan secara teori merupakan sebuah
implementasi dari Soft Power negara
Korea Selatan guna memperoleh keuntungan dan kepentingan nasional negaranya
terutama dalam bidang ekonomi. Soft Power tersebut didasarkan pada daya
tarik yang dimiliki Korea Selatan, seperti halnya pariwisata, modernitas
teknologi negara Korea Selatan dan budaya populer atau K-Pop yang menjadi suatu
pemikat masyarakat dunia, sehingga tertarik untuk menikmatinya. Di sisi
lain, menarik bagaimana melihat
implementasi dari Korean Wave yang
difasilitasi oleh beberapa aktor terkait seperti negara, media massa dan
perusahaan multinasional, masyarakat menjadi salah satu faktor pendukung dalam
memperbaikai kondisi ekonomi negara Korea Selatan pasca krisis ekonomi tahun
1997 yang melanda Asia yang tentunya memberikan dampak positif terhadap
perkembangan ekonomi negara Korea Selatan.
Daftar Pustaka
Sumber Buku:
Vivian,
John. The Media of Mass Communcation. Boston: Pearson, 2008.
Sumber Disertasi:
Ju,
H.J. Globalization of the Korean
Popular Culture in East Asia: Theorizing the Korean Wave [Disertasi].
University of Oklahoma, 2010.
Suryani, Ni Putu Elvina. Korean Wave sebagai Soft Power dalam Memperoleh Keuntungan Ekonomi bagi
Korea Selatan [Tugas Akhir]. Depok: Universitas Indonesia, 2012.
Sumber Artikel (PDF):
Cho H. J. Reading
the “Korean Wave” as a Sign of Global Shift. Korea Jurnal 45(4):147-182, 2005.
Chua B.H. Korean
Pop Culture: Malaysian journal of media studies
volume 12 Vol. 12, no. 1:15-24,
2010.
Huang, S. Nation-branding and transnational
consumption: Japan-mania and the Korean wave in Taiwan Media, Culture &
Society, 33(1): 3–18, 2011.
Kim, J. Y.
Rethinking Media Flow Under
Globalisation: Rising Korean Wave and Korean TV and Film Policy Since 1980s
-
Korean
Culture and Information Service. The
Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenon.
Korean Culture and Information Service, Ministry of Culture,
Sports and Tourism, 2011.
Lee, S.J. The
Korean Wave: The Seoul of Asia. The Elon Journal of Undergraduate Research
in Communications Vol. 2, No. 1: 85-93,
2011.
Liu,
X. The Rising Korean wave among Chinese
Youth, CSP 104 Academic Writing Skills, Chua Chongjin, 2007.
Nye, J.S. Public Diplomacy and Soft
Power: THE ANNALS of the American Academy of Political
and Social Science; 2008. 616;94-109.
Nye, J.S. Soft
Power and Higher Education. Forum for the Future of Higher Education, 2005
diunduh dari http://www.educause.edu/Resources/SoftPowerandHigherEducation/158676,
Senin, 16 Desember 2013; Pukul 07.41 WIB
Sumber Website:
BBC
News. South Korea Profile dalam http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-pacific-15289563.
Diakses pada Selasa, 17 Desember 2013; Pukul 07.42 WIB
Foreign
Direct Investment (FDI),
http://www.korea.net/AboutKorea/Economy/Foreign-Direct-Investment,
diakses pada Senin, 16 Desember 2013;
Pukul 23.28 WIB
Ilbo,
Chosun. 2012. K-Pop Leads Record Earnings
from Cultural Exports dalam http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2012/02/07/2012020700892.html.
Diakses pada Selasa, 17 Desember 2013; Pukul 19.20 WIB
Kedutaan
Besar Republik Korea untuk Indonesia dalam
http://idn.mofat.go.kr/worldlanguage/asia/idn/bilateral/politik/sejarah/index.jsp
Diakses pada Selasa, 17 Desember 2013; Pukul 19.32 WIB
Korea in
the world seen through statistics [2] Culture and Travel, 2011/11/17, http://www.hancinema.net/korea-in-the-world-seen-through-statistics-2-culture-and-travel-35406.html,
diakses pada tanggal Selasa, 17 Desember 2013; Pukul 04.01 WIB
Kumwilaisak,
W., Hallyu, Making A Good Korean Image in
Thailand, http://webzine.kofice.or.kr/201102/eng/sub_01_01.htm diakses pada
Selasa, 19 November 2013 pukul 19.41 WIB
Mariz, E., ‘From Heartthrobs
to Hairdos, Welcome to the Korean Wave’, The
Jakarta Globe, 19 Februari 2013; http://www.thejakartaglobe.com/lifeandtimes/from-heartthrobs-to-hairdos-welcome-to-the-korean-wave/498900,
diakses pada Senin, 16 Desember 2013;
Pukul 19.05 WIB
The
Economist, South Korea’s pop-cultural exports: Hallyu, yeah! A “Korean wave” washes
warmly over Asia, 25 Januari 2010, (Seoul dan Phnom Penh) dalam http://www.economist.com/node/15385735, diakses pada Selasa, 17 Desember 2013; pukul 19.54 WIB
VOA
News. Asia Goes Crazy Over K-Pop dalam
http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2006/01/07/2006010761003.html.
Diakses pada Selasa, 17 Desember 2013; Pukul 07.45 WIB
Yasu, M. dan M. Shiraki. K-Pop
Stars Lure Japanese Consumers to Buy Samsung, LG Goods, http://www.bloomberg.com/news/2011-07-25/k-pop-stars-lure-japanese-consumers-to-buy-samsung-lg-goods.html diakses pada Senin, 16 Desember 2013; Pukul 19.20 WIB
NN. Samsung Korea luncurkan drama seri interaktif
berbasis Wave 3, 22
Maret 2012, http://badaindonesia.blogspot.com/2012/03/samsung-korea-luncurkan-drama-seri.html#.T7aj2lIUQ2w
diakses pada Selasa, 17 Desember 2013;
Pukul 03.38 WIB
Sumber Gambar:
http://koreanindo.files.wordpress.com/2013/03/20130306_gdragon_fantasticbaby_seaweed-600x337.jpg
diakses pada Rabu, 18 Desember 2013; Pukul 19.43 WIB.
www.unisesarviju.com
diakses pada Selasa, 17 Dsember 2013; Pukul 09.59 WIB.
Sumber
Tabel:
Visitor
Arrivals, Korean Departures, International Tourism Receipts &Expenditures, http://kto.visitkorea.or.kr/eng/tourismStatics/keyFacts/visitorArrivals.kto, diakses pada Selasa, 17 Desember 2013; Pukul 05.31 WIB
[1] BBC News. South
Korea Profile dalam http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-pacific-15289563. Diakses pada Selasa, 17 Desember 2013; Pukul
07.42 WIB.
[2]VOA News. 2006. Asia Goes Crazy Over K-Pop dalam http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2006/01/07/2006010761003.html. Diakses pada Selasa, 17 Desember 2013; Pukul
07.45 WIB.
[3] Chosun Ilbo. 2012. K-Pop Leads Record Earnings from Cultural Exports dalam http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2012/02/07/2012020700892.html. Diakses pada Selasa, 17 Desember 2013; Pukul
19.20 WIB.
[4] Kedutaan Besar Republik Korea untuk Indonesia
dalam http://idn.mofat.go.kr/worldlanguage/asia/idn/bilateral/politik/sejarah/index.jsp Diakses pada Selasa, 17 Desember 2013; Pukul
19.32 WIB.
[5], John Vivian. The Media of Mass Communcation
(Boston: Pearson, 2008), hlm. 67.
[6] Nye, J.S. Public
Diplomacy and Soft Power: THE ANNALS of the American Academy of Political and Social Science; 2008. 616;94-109, hlm. 94.
[7] Nye, J.S. Soft
Power and Higher Education. Forum for the Future of Higher Education, 2005
diunduh dari http://www.educause.edu/Resources/SoftPowerandHigherEducation/158676, Senin,
16 Desember 2013; Pukul 07.41 WIB.
[8] Ibid.,
[9] Nye, J.S. Op.
Cit.,
[10] Ibid.,
hlm. 96
[11] Ibid.,
[12] Merupakan pengistilahan yang digunakan dalam
tulisan Joseph S. Nye, Ibid.,
[13] Ibid., hlm.
107.
[14] Lee, S.J. The
Korean Wave: The Seoul of Asia. The Elon Journal of Undergraduate Research
in Communications Vol. 2, No. 1: 85-93,
2011. hlm. 85
[15] Kim, J. Y.
Rethinking Media Flow Under
Globalisation: Rising Korean Wave and Korean TV and Film Policy Since 1980s
- Warwick Research Archive Portal, Welcome to Warwick Research Archive Portal –
Warwick Research Archive Portal, 2007 dalam http://wrap.warwick.ac.uk/1153/ dalam Ibid.,
hlm. 86
[16] Ju, H.J. Globalization of the Korean Popular Culture in East Asia:
Theorizing the Korean Wave [Disertasi] (University of Oklahoma, 2010), hlm.
2
[17] Korean Culture and Information Service. The Korean Wave: A New Pop Culture
Phenomenon (Korean Culture and Information Service, Ministry of
Culture, Sports and Tourism, 2011), hlm. 20
[18] Cho
H. J. Reading the “Korean Wave” as a
Sign of Global Shift. Korea Jurnal 45(4):147-182, 2005. hlm. 150
[19] Korean Culture and Information Service. Op. Cit.,
[20] Ju, H.J. Op.
Cit., hlm. 59
[21] Korea in the world seen through statistics
[2] Culture and Travel, 2011/11/17,
http://www.hancinema.net/korea-in-the-world-seen-through-statistics-2-culture-and-travel-35406.html, diakses
pada tanggal Selasa, 17 Desember 2013; Pukul 04.01 WIB
[22] Ibid.,
[23] Nye, J.S. (2008), Op. Cit.,
[24] Informasi lebih lanjut mengenai animasi dan games Korea Selatan dapat diakses pada http://www.hancinema.net/korea-in-the-world-seen-through-statistics-2-culture-and-travel-35406.html
[25] The Economist, South Korea’s pop-cultural
exports: Hallyu, yeah! A “Korean wave” washes warmly over Asia, 25
Januari 2010, (Seoul dan Phnom Penh)
dalam http://www.economist.com/node/15385735, diakses pada
Selasa, 17 Desember 2013; pukul 19.54
WIB.
[26] Ibid.,
[27] Dalam Tugas Akhir Ni Putu Elvina
Suryani. Korean Wave sebagai Soft Power dalam Memperoleh Keuntungan Ekonomi bagi
Korea Selatan (Depok: Universitas
Indonesia, 2012), hlm. 63.
[28] Liu, X. The
Rising Korean wave among Chinese Youth, CSP 104 Academic Writing Skills,
Chua Chongjin, 2007. hlm. 4
[29] Chua
B.H. Korean Pop Culture: Malaysian
journal of media studies volume 12 Vol. 12, no. 1:15-24, 2010. hlm. 16
[30] Korean Culture and Information Service. Op.
Cit., hlm. 72
[31] Chua
B.H. Op. Cit.
[32] Huang,
S. Nation-branding and
transnational consumption: Japan-mania and the Korean wave in Taiwan Media,
Culture & Society, 33(1):
3–18, 2011. hlm.7
[33] Korean Culture and Information Service. Op. Cit.,
[34] Korean Culture and Information Service.
Ibid., hlm. 70
[35] Ibid., hlm.
48
[37] Ibid., hlm.
54
[38] Kim, E..M. dan
Ryoo, J.W. Op. Cit., hlm. 121
[39]Visitor Arrivals, Korean
Departures, International Tourism Receipts &Expenditures, http://kto.visitkorea.or.kr/eng/tourismStatics/keyFacts/visitorArrivals.kto, diakses pada Selasa, 17
Desember 2013; Pukul 05.31 WIB
[40] Visitor
Arrivals, Korean Departures, International Tourism Receipts &Expenditures, http://kto.visitkorea.or.kr/eng/tourismStatics/keyFacts/visitorArrivals.kto, diakses pada tanggal Selasa, 17 Desember
2013; Pukul 04.28 WIB.
[41] Korea in the world seen through statistics
[2] Culture and Travel, 2011/11/17,
http://www.hancinema.net/korea-in-the-world-seen-through-statistics-2-culture-and-travel-35406.html, diakses
pada Selasa, 17 Desember 2013; Pukul
02.29 WIB.
[42] Kim, E..M. dan Ryoo, J.W. Op. Cit., hlm. 129
[43] Yi, J.H. Op. Cit., hlm. 151
[44] Ibid., hlm.
48
[45] http://www.jype.com The New
York Times January
29, 2005 dalam Kim, E..M. dan Ryoo, J.W. Op.
Cit., hlm. 131
[46] Dikutip dari Nae-oe Economic Daily, (2001), Hanryu
Star Marketing Getting Hot, 31 Jul.:1 dalam Shim, D. Op.Cit., hlm.7
[47] Samsung Korea luncurkan drama seri interaktif
berbasis Wave 3, 22
Maret 2012, http://badaindonesia.blogspot.com/2012/03/samsung-korea-luncurkan-drama-seri.html#.T7aj2lIUQ2w diakses pada Selasa, 17 Desember 2013; Pukul 03.38 WIB
[48] Ibid.,
[49] Yasu, M. dan M. Shiraki. K-Pop Stars Lure Japanese Consumers to Buy Samsung, LG Goods, http://www.bloomberg.com/news/2011-07-25/k-pop-stars-lure-japanese-consumers-to-buy-samsung-lg-goods.html diakses pada Senin, 16 Desember 2013; Pukul 19.20 WIB.
[50] Mariz, E., ‘From Heartthrobs to
Hairdos, Welcome to the Korean Wave’, The
Jakarta Globe, 19 Februari 2013; http://www.thejakartaglobe.com/lifeandtimes/from-heartthrobs-to-hairdos-welcome-to-the-korean-wave/498900, diakses pada Senin, 16
Desember 2013; Pukul 19.05 WIB.
[51] Kumwilaisak, W., Hallyu, Making A Good Korean Image in Thailand, http://webzine.kofice.or.kr/201102/eng/sub_01_01.htm diakses pada Selasa, 19 November 2013 pukul
19.41 WIB
[52] Mariz, E., ‘From Heartthrobs to
Hairdos, Welcome to the Korean Wave’, The
Jakarta Globe, 19 Februari 2013, http://www.thejakartaglobe.com/lifeandtimes/from-heartthrobs-to-hairdos-welcome-to-the-korean-wave/498900, diakses Selasa, 17 Desember
2013; Pukul 04.33 WIB.
[53] Foreign Direct Investment (FDI), http://www.korea.net/AboutKorea/Economy/Foreign-Direct-Investment, diakses pada Senin, 16 Desember 2013; Pukul 23.28 WIB.
Keren sangat membantu bgt TOP
BalasHapus