Jumat, 17 Mei 2013

Reading Comment: Indonesia and the Quest for “Democracy”


oleh Alpiadi Prawiraningrat
Artikel karya Priyambudi Sulistyanto dan Maribeth Erb dengan judul Indonesia and the Quest for “Democracy” menjelaskan mengenai proses demokrasi yang terjadi di Indonesia.  Penulis memaparkan secara sistematis berdasarkan periodesasi perjalanan demokrasi Indonesia dari masa ke masa dengan setiap presiden yang berbeda. Selain itu, secara khusus dan spesifik tema utama yang menjadi pokok pembahasan dalam artikel ini adalah membahas relasi antara pemilihan umum atau pemilu dengan proses demokrasi di Indoensia.  Persoalan seputar desentralisasi, konsolidasi politik dan makna dari pemilu itu sendiri menjadi bagian yang tidak luput menjadi perhatian penulis dalam artikel ini.
Terdapat hal menarik dari apa yang diungkapkan penulis berkaitan dengan desentralisasi terhadap pemerintah lokal, bahwa:
“Desentralisasi dan demokrasi  akan bergabung menjadi satu dan berjalan dengan beriringan, dan memperkenalkan pemilihan umum secara langsung di daerah mengarah kepada konsolidasi demokrasi yang ada di Indonesia.
Jika kita mencoba kaitkan dengan tulisan Archon Fung dan Erik Olin wright dalam artikelnya yang berjudul Deepening Democracy: Innovations in Empowered Participatory Governancebahwa seharusnya tidak hanya dipahami dalam arti sempit, bahwa "Demokrasi" hanya dengan pemilu yang kompetitif di setiap wilayah. Tapi demokrasi harus dapat melakukan sebuah transformasi, sehingga dapat sesuai dengan kehidupan masyarakat saat ini dan sesuai dengan cita-cita demokrasi itu sendiri, yaitu: memfasilitasi keterlibatan politik aktif warga negara, penempaan konsensus politik melalui dialog, merancang dan mengimplementasikan kebijakan publik dan, secara lebih radikal versi egaliter cita-cita demokrasi, memastikan bahwa semua warga mendapat manfaat dari kekayaan bangsa.
          Jika kita melihat asusmsi penulis mengenai keterkaitan desentralisasi dengan pemilihan umum kepala daerah atau pemilukada. Sebenarnya tidak berbeda jauh dengan apa yang diungkapkan Syarief Hidayat dalam tulisannya “Pilkada, Money Politics and The Dangers of Informal Governance Practices” yang mengungkapkan bahwa di Indonesia sendiri ditetapkanya UU No. 32 Tahun 2004 adalah salah satu bentuk legitimasi langkah besar dan fundamental menuju pemerintah lokal yang lebih demokratis atau disebut dengan “local good governance”. Namun, yang menjadi persoalan adalah apakah konsep desentralisasi tersebut benar-benar bebas nilai dan bisa diimplementasikan dengan asumsi-asumsinya yang apolitis?
          Permaslahan yang muncul di Indonesia.  “Democratic behaviour” yang dipahami sebagai perilaku pemilih dalam menentukan keputusan pemilihan umum, yang telah cukup memiliki pengetahuan tentang politik dan kemampuan menentukan pilihan kandidat yang tepat dengan didasarkan atas keputusan yang rasional. Namun dalam konteks Indonesia baru terjadi di tingkat intstitusional dan tipe ini masih dalam kategori demokrasi prosedural dan belum dapat dikatakan sebagai demokrasi yang substantif.  Sebagai akibat dari demokrasi yang prosedural, proses politik didominasi oleh interaksi, kompetisi dan kompromi yang dilakukan oleh aktor-aktor pemerintah, dikarenakan pemilih tidak memahami pentingnya partisipasi politik dalam Pilkada dan berimplikasi kepada pembuatan keputusan yang bersifat pragmatis karena lebih melihat keuntungan apa yang akan mereka dapatkan jika memilih kandidat tertentu.  Hal ini sangat membuka kesempatan pihak-pihak tertentu melakukan money politics sebagai upaya penting dalam melakukan mobilisasi konstituen. Tidak mengherankan jika proses Pilkada di Indonesia selalu diwarnai oleh politik dan aliansi bisnis sehingga setelah Pilkada usai, kepala daerah yang terpilih akan mendedikasikan dirinya kepada politisi dan klien bisnis dibandingkan dengan rakyat dan inilah yang dimaksud oleh penulis sebagai informal governance di mana pemerintahan dikontrol oleh kekuatan sosial, ekonomi dan politik yang mengatur struktur pemerintah formal.
Jika kita melihat dengan fenomena yang terjadi di Indonesia, apakah mungkin dapat dikatakan bahwa Pemilukada sebagai implementasi dari desentralisasi dan upaya perwujudan demokrasi di tingkat lokal merupakan cara yang efektif dan efisien? Meskipun demikian, saya menyadari bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang instant atau magic yang langsung memberikan efek tatkala diimplementasikan dalam masyarakat.
Begitupun dengan implemetasi dari Pemilukada di Indonesia sebagai perwujudan demokrasi juga merupakan suatu proses yang panjang. Demokrasi mungkin tidak secara langsung mengatasi masalah perkembangan ataupun pertumbuhan ekonomi di suatu negara atau justru sebaliknya mengakibatkan munculnya persoalan di tingkat lokal pemerintahan misalnya. Tetapi demokrasi dapat menjadi alat dalam merusumuskan solusi dalam menyelaskan persoalan tersebut yang tentunya dengan penerapan kebijakan yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif.
Selain itu, Demokrasi melalui Pemilukada juga membuka jalan terhadap isu atau persoalan yang tidak dianggap penting oleh suatu rezim pemerintahan di suatu daerah tertentu sehingga dapat dibahas bersama dan dicarikan solusinya, sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya dan politik daerah setempat. Hal ini menunjukan bahwa pelan tapi pasti demokrasi akan menuntun negara menuju ke arah yang lebih baik.
Referensi
Priyambudi Sulistyanto dan Maribeth Erb. Indonesia and the Quest for “Democracy”. Hlm. 1-37
Syarif Hidayat, Pilkada, Money Politics and The Dangers of Informal Governance Practices,
hlm. 125-143.
Amartya Sen. Development as Freedom: The Importance of Democracy.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar