Rabu, 09 Oktober 2013

“Keberhasilan Kebijakan All Women Shortlist dan Kepemimpinan Tony Blair dalam Upaya Meningkatkan Representasi Politik Perempuan di Inggris tahun 1997”



 oleh: Alpiadi Prawiraningrat
I.    Latar Belakang
              Salah satu nilai ataupun prinsip politik yang terkandung dalam The Third Way yang menjadi landasan dari Partai Buruh Baru (The New Labour) adalah persamaan (for the many not the few)[1] yakni memberikan peluang seluas-luasnya untuk setiap individu agar dapat berkompetisi di masyarakat.  Hal tersebut sebagai upaya menghindari adanya kelompok sosial yang memiliki posisi khusus.  Oleh karena itu, kelompok modernis (New Labour) berusaha meninggalkan citra khusus dari Old Labour yang selalau memberikan hak istimewa terhadap beberapa pihak yang berafiliasi. 
              Melihat salah satu prinsip dari Third Way di atas, ternyata memiliki keterkaitan dengan pandangan Tony Blair yang menjadikan Third Way sebagai pedoman partai.   Pandangan Tony Blair tersebut tercantum dalam The Fabian Sociaety, terdapat beberapa prinsip, akan tetapi tulisan ini memfokuskan kepada dua prinsip utama, yaitu: 1) Persamaan (equal worth) yang menjelaskan persamaan atas kedudukan setiap individu di dalam masyarakat (negara).[2] Konsep ini dipahami oleh New Labour mirip dengan perspektif liberal yakni individu berhak memiliki kesempatan seluas-luasnya dalam memenuhi kesejahteraan.  Pada dasarnya, New Labour menekankan prinsip persamaan yang berarti kedudukan setiap kelompok itu memiliki peluang yang sama tanpa harus ada perlakuan yang berbeda bagi individu atau kelompok tertentu dan individu atau kelompok mampu melakukan kompetisi secara “sehat”, tanpa bantuan maupun hak istimewa dari pemerintah; 2) Opportunity for All  yang mengacu pada logika pemikiran neoliberalisme yang dipahami New Labour sebagai kebebasan individu.  Prinsip ini menekankan setiap individu diharapkan memiliki kemandirian dan motivasi untuk selalu berkompetisi.[3] 
              Tulisan ini akan menjelaskan mengenai implementasi prinsip di atas dalam kebijakan All Women Shortlist pada masa kepemimpinan Tony Blair sebagai upaya meningkatkan representasi politik perempuan di Inggris tahun 1997.  Menarik untuk membahas dan memahami fenomena tersebut, karena akan menunjukan kepada kita bagimana prinsip-prinsip yang dimiliki oleh New Labour mampu diimplementasikan terhadap kebijakan yang dibuatnya.

II.   Keberhasilan Kebijakan All Women Shortlist dan Kepemimpinan Tony Blair dalam Upaya Meningkatkan Representasi Politik Perempuan di Inggris tahun 1997”

            Implementasi konsep the third way dalam kebijakan New Labour Party tidak dapat terlepas dari pengaruh kemenangan New Labour Party yang pada dasarnya merupakan pertimbangan waktu.[4]  Keinginan masyarakat untuk merasakan pemerintahan Inggris yang baru, berakibat menurunya dukungan masyarakat terhadap partai konservatif dalam kurun waktu 1979-1997.  Bahkan dukungan terhadap Perdana Menteri Thatcer pun menurun yang semula 43% diawal pemerintahanya menjadi hanya 29% pada tahun 1990.  Begitupun dukungan  Perdana Menteri John Major yang mengalami penurunan, yaitu 52% di tahun 1991 menjadi 34% di tahun 1997.[5] 
Tabel II.1
Persentase Dukungan Masyarakat Terhadap Pemerintahan Partai Konservatif pada 1979-1997
Tahun
Persentase Dukungan
Pemerintahan Konservatif (%)
Perdana Menteri Thatcher (%)
1979
35
43
1980
32
39
1981
25
31
1982
37
42
1983
42
49
1984
38
44
1985
30
36
1986
29
32
1987
39
44
1988
40
44
1989
32
37
1990
27
29
Tahun
Konservatif
Major
1991
33
52
1992
26
42
1993
14
23
1994
12
21
1995
13
23
1996
15
26
1997
25
34
Sumber: Anthony King. Why Labour Won-at last. New Labour Tiumphs: Brittain the Polis (New Jearsy: Chantam House Pub. Inc., 1997), hlm. 178.

       Menurunya dukungan tersebut tidak dapat dipisahkan dari peristiwa 16 September 1992 yang lebih dikenal dengan Black Wednesday yang merupakan titik point yang menghancurkan reputasi Partai Konservatif.[6] Di mana pada saat itu telah menjadikan perekonomian Inggris kacau.
            Berkaitan dengan latar belakang di atas, terdapat kebijakan yang dilakukan oleh Partai Buruh Baru (New Labour Party) sebagai upaya mengimplementasiakn prinsip-prinsip dasar Partai, yang mana kebijakan tersebut juga turut berperan dalam kemenangan Partai pada Pemilu tahun 1997, kebijakan tersebut adalah All Women Shortlist, yang juga dipengaruhi kepemimpinan Tony Blair dalam meningkatkan representasi politik perempuan di Inggris tahun 1997.
            Usaha meningkatkan partisipasi politik perempuan di Inggris  berkembang secara terus menerus. Salah satu pihak yang ikut serta mengembangkan usaha tersebut adalah Partai Buruh Inggris yang secara simultan berupaya agar terjadi peningkatan representasi perempuan di parlemen Inggris.  Usaha tersebut erat kaitanya dengan moderniasi partai Buruh dan juga faktor kepemimpinan Tony Blair menjelang Pemilu 1997.
            Pada sejarahnya, sebelum tahun 70-an kebijakan Partai Buruh  mendukung isu-isu menyangkut gender praktis (kepentingan perempuan dalam peran domestiknya) dan umumnya menolak isu-isu yang dapat mengancam posisi atau peran laki-laki dalam perpolitikan.  Kendatipun mendukung isu mengenai perempuan hanya sebatas jika menguntungkan partai semata.  Tahun 20-an Protective Legislation[7] banyak ditentang feminis dari berbagai partai maupun organisasi, termasuk perempuan partai barai karena dinilai akan melahirkan segregasi perempuan ditempat kerja dan mempersulit perempuan untuk mendapatkan upah yang setara dengan laki-laki.  Akan tetapi dominasi laki-laki dalam partai mengakibatkan usaha perempuan dari partai Buruh terus ditekan dan Partai setuju terhadap Protective Legislation tersebut.  Akibatnya terjadi perpecahan dalam diri partai dengan pengunduran diri 11 orang anggota eksekutif dan diikuti dengan keluarnya beberapa organisasi perempuan yang berafiliasi dengan Partai Buruh.[8]
            Peran serta perempuan dalam politi terus berkembang. Partisipai jumlah pemilih perempuan terus meningkat dan memberikan suaranya pada Pemilu.  Tahun 1967, dengan selisih sebesar 2%, diperhitungkan jumlah pemilih perempuan mencapai 1,8 juta orang lebih banyak daripada laki-laki.  Begitupun pada Pemilu 1997 jumlah pemilih perempuan mencapai 51.76%[9] dari keseluruhan populasi pemilih di Inggris, dan diantara populasi pemilih yang menggunakan hak suaranya, perempuan jumlahanya lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki.[10] Berdasarkan fenomena tersebut, Partai Buruh yang memiliki prinsip persamaan (for the many not the few mencoba merestrukturisasi diri, melakukan perubahan-perubahan dalam rangka mengubah citra Partai yang male-domated menjadi lebih terbuka.
            Strategi yang pertama dilakukan Partai Buruh Baru (New Labour Party) adalah membuat partai menjadi lebih representatif bagi perempuan dengan melakukan perubahan komposisi anggota organisasi partai untuk kemudian komposisi dalam parlemen dan mendorong perempuan masuk dalam jabatan strategis pengambil keputusan baik di partai maupun di parlemen.  Kedua, mengubah tampilan partai menjadi lebih feminis seperti terhadap platform kebijakan partai sehingga lebih mewakili kepentingan perempuan. 
            Perubahan organisasi partai sehingga lebih representatif terhadap perempuan dilakukan partai Buruh dengan mengadopsi tiga strategi,[11] yaitu Retorik, Afirmative Action dan Positive Discrminations.  Strategi retorik dilakukan sebagai langkah awal yakni dengan mengkampanyekan secara terus-menerus pentingnya memasukan perempuan dalam struktur kepengurusan partai, khususnya diposiis-posisi strategis pengambil keputusan.  Sebagai bukti upaya ini adalah dikeluarkanya Charter to Estabilish for Woman sebagai agenda besar program partai untuk meningkatkan representasi perempuan.[12]
            Dalam strategi Affirmative Action, dilakukan dengan melakukan pelatihan-pelatihan dan seminar-seminar politik bagi perempuan dalam Partai Buruh. Hal ini dilakukan sebagai upaya mempersiapkan kader-kader perempuan di jabatan-jabatan politik.  Hal ini penting untuk menghindari bahwa penetapan perempuan dalam jabatan politik seperti anggota kepengurusan partai,  majelis rendah ataupun pemerintahan sebagai upaya pemenuhan kuota saja, tetapi memang karena kualitas kemampuan yang mereka miliki. 
            Sedangkan dalam kaitanya dengan strategi Positive Discrimination, salah satu contohnya adalah dengan kuota, yaitu All Women Shortlist.  Penggunaan strategi ini sejalan dengan kultur dominan partai-partai beraliran kiri tengah sebagaimana dijalankan oleh partai Buruh Inggris.  Partai berpendapat bahwa intervensi dalam rangka mengurangi ketidakadilan sosial dan ekonomi diperlukan melalui negara dan terkait dengan hal ini, strategi intervensi juga penting dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender.  Apa yang dilakukan partai Buruh ini adalah sebagai upaya megimplementasikan prinsipnya, yaitu persamaan (for the many not the few)[13] yakni memberikan peluang seluas-luasnya untuk setiap individu agar dapat berkompetisi di masyarakat dan upaya partai menciptakan persamaan hak antara perempuan dan laki-laki yang didasarkan kepada kaualitas masing-masing. 
            Strategi kebijakan yang diupayakan Partai Buruh Baru (The New Labour) tersebut membuahkan hasil dengan peningkatan jumlah perempuan dalam beberapa posisi strategis. Sebagai contoh adalah dalam Kabinet Bayangan (Shadow Cabinet) Inggris, yang hanya satu orang saja menjadi 5 (lima) orang.  Sehingga proposisi antara anggota laki-laki dan perempuan dalam Kabinet Bayangan menjadi 5:24.  Jumlah delegasi perempuan sebagai wakil dari Constituency Parties dalam Annual Party Confrence juga mengalami peningkatan.  Begitu juga dengan jumlah anggota perempuan dalam Serikat Buruh yang berafiliasi dengan Partai Buruh pada tahun 1995, dalam badan-badan pengambilan kepuutusan dalam partai tingkat lokal sampai nasional jumlah anggota perempuan mencapai 40%.[14]
            Pada dasarnya, kebijakan tersebut merupakan sikap nyata Partai Buruh Baru (The New Labour) mengimplementasikan salah satu prinsipnya, yaitu persamaan (for the many not the few) yakni memberikan peluang seluas-luasnya untuk setiap individu agar dapat berkompetisi di masyarakat.  Di sisi lain, kebijakan ini sebagai upaya memperbesar peluang atau kesempatan kandidat perempuan untuk dapat terpilih di kursi-kursi yang diwakilkannya.  Kebijakan ini kemudian menjadi kebijakan partai  dan tetap disetuji oleh anggota partai Buruh hingga tahun 1997. 
Tabel II. 2
Dukungan Terhadap Penerapan Kuota oleh Anggota Partai Buruh tahun 1997[15]

Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Total
33
33
26
9
Laki-laki
Perempuan
26
42
36
27
21
24
11
6
Kelas Menengah
Kelas Pekerja
33
25
31
39
28
21
8
14
Lulusan Universitas
Bukan Lulusan Universitas
34
27
29
36
28
26
7
11
Anggota Serikat Buruh
Bukan Anggota Serikat Buruh
33
30
32
35
27
25
9
11
Usia Lanjut
Usia Menengah
Usia Muda
20
37
35
39
30
27
30
26
25
12
7
13
Sumber: The 1997 British Candidate Study dalam  skripsi Dewi Laila Sari. Gerakan perempuan, Modernisasi dan kepemimpinan Tony Blair dalam Partai Buruh dalam meningkatkan representasi politik perempuan di Majelis Rendah Inggris pada pemilu 1997 (Depok: Universitas Indoneisa, 2002),  hlm. 102.

            Kebijakan All Women Shortlist mengatur separuh dari inheritor seat (kursi yang dimenangkan oleh partai Buruh pada pemilu sebelumnya dimana wakil dari partai Buruh tersebut akan pensiun pada pemilu berikutnya) dan separuh dari strong challange seat (kursi yang diperkirakan kemungkinann besar dimenangkan oleh partai Buruh) agar diisi oleh kandidat perempuan.[16]  Kebijakan All Women Shortlist tetap memberikan wewenang kepada anggota di tingkat lokal partai untuk memilih kandidat mana yang akan dinominasikan.  All Women Shorlist digunakan untuk menyiasati kendala-kendala sulitnya perempuan untuk dapat terpilih dari kursi incumbency (kursi dimana kandidat yang sama dari partai yang sama dalam pemilu sebelumnya dan biasanya adalah kursi aman partai), sehingga untuk mendongkrak jumlah perempuan dalam parlemen dilakukan melalui inheritor seat dan strong challange seat.
            Keberhasilan penerapan kebijakan All Women Shortlist terlihat dari terjadinya peningkatan dalam jumlah kandidat perempuan dari Partai Buruh Baru (The New Labour)  yakni dari 138 ditahun 1992 menjadi 159 (24,8%).
Tabel II. 3
Jumlah Kandidat Perempuan dalam Pemilu di Inggris tahun 1945-1992
Tahun
P. Konservatif
P. Buruh
P. Liberal Demokrat
PC/S
NP
Total Perempuan
Total Kandidat
% Perempuan
1945
14
41
20
1
76
1542
4.9
1950
29
42
45
0
116
1721
6.7
1951
25
41
11
0
77
1349
5.7
1955
33
43
14
1
91
1367
6.6
1959
28
36
16
0
82
1487
5.5
1964
24
33
24
1
81
1661
4.9
1966
21
30
20
0
71
1605
4.4
1970
26
29
23
10
88
1686
5.2
1974
33
40
40
10
123
1971
6.2
1974
30
50
49
9
138
1971
7.0
1979
31
52
52
7
142
1929
7.4
1983
40
78
76
16
210
2009
10.4
1987
46
92
105
15
258
2004
12.9
1992
63
138
143
22
366
2003
18.3
Sumber: Craig, 1989. The Times Guide to the House of Commons, 1983, 1987 dalam skripsi skripsi Dewi Laila Sari.  Gerakan perempuan, Modernisasi dan kepemimpinan Tony Blair dalam Partai Buruh dalam meningkatkan representasi politik perempuan di Majelis Rendah Inggris pada pemilu 1997 (Depok: Universitas Indoneisa, 2002), hlm. 99.

            Dalam pemilu 1997 terdapat 32 kursi aman dimana anggota parlemen yang mewakili partai Buruh pada pemilu sebelumnya akan memasuki masa pensiun.  Dengan kebijakan All Women Shortlist memungkinkan kandidat perempuan mencalonkan diri di 16 kursi inheritor dan 11 diantaranya terpilih dalam pemilu. Sedangkan 36 Kandidat perempuan lainnya berhasil terpilih kembali di kursi yang sama pada pemilu sebelumnya (incumbency seat).  Kontribusi terbesar bagi peningkatan jumlah perempuan di Majelis Rendah Inggris dihasilkan dari Key Seat, yaitu daerah-daerah yang menjadi target partai untuk memenangkan perolehan suara.  Dari 85 Key Seat yang dimenangkan partai Buruh, 43 diantaranya dimenangkan oleh perempuan sedangkan laki-laki memperoleh 42 kursi, sehingga terdapat perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan (42:43).  Hal tersebut merupakan dampak positif kebijakan All Woman Shortlist, yang menempatkan jumlah kandidat perempuan di kursi kurang dengan peluang kemenangan yang besar untuk Partai Buruh Baru (The New Labour).
Tabel II. 4
Kandidat Partai Buruh Berdasarkan Tipe Kursi Tahun 1997

Women
Men
Total
% Women
Returned Labour Incumbents
36
199
235
15,3
Labour Retirements
11
21
32
34,4
Key Seats
43
42
85
50,6
Unexpected Gains
11
55
66
16,7
Total MPs
101
317
418
24,2
Unwinnable Seats
57
166
223
25,6
Total Candidates
158
483
641
24,6
Sumber: Joni Lovenduski. Sexing Political Behaviour in Britain dalam Sylvia Walby. New Agendas for Women (Great Britain: Antony Rowe Ltd, 1999), hlm. 206.
           
            Keberhasilan Partai Buruh Baru (The New Labour)  dalam meningkatkan representasi Perempuan di Majelis Rendah juga terlihat dari hasil Pemilu 1997, Partai Buruh Baru (The New Labour)  mampu menarik 8% suara perempuan muda berusia 18-24 tahun, yang sebelumnya dimenangkan oleh partai konservatif pada Pemilu 1992. Peralihan suara yang lebih besar juga diperoleh oleh Partai Buruh Baru (The New Labour)  dari perempuan di usia lanjut (55 tahun keatas) yakni sebanyak 40% dibandingkan tahun 1992 maka terjadi peralihan suara perempuan dalam usia ini yang sebelumnya memilih partai Konservatif sebesar 10,5%.  Untuk lebih jelas perhatikan tabel berikut:
Tabel 1.5
Gender Generation Gap in 1997 (%  by age and gender)

Cons
Labour
Liberal Democrat
Other Parties
Cons-Lab
Swing from 1992
Man 18-24
30
45
16
9
-15
10,5
Women 18-24
24
53
15
8
-29
8
Man 55+
35
40
17
8
-5
5,5
Women 55+
37
40
17
6
-3
10,5
Sumber: http://www.charter88.org.uk/policy/elections.html diakses pada Senin, 7 Spetember 2013; Pukul 01.38 WIB.
                Sehingga pada Pemilu 1997, sebanyak 120 perempuan terpilih menjadi anggota Majelis Rendah.  101 dari jumlah tersebut adalah anggota dari Partai Buruh Baru (The New Labour).  35 orang perempuan anggota Partai Buruh Baru (The New Labour) yang terpilih mnejadi anggota Majelis Rendah pada Pemilu 1997, terpilih melalui kebijakan All Women Shortlist.  22 orang dari jumlah tersebut tidak memiliki pengalaman sama sekali menjadi kandidat sebelumnya. [17]
     Selain dari faktor implementasi kebijakan tersebut, terdapat faktor lain yaitu figur Tony Blair.  Tony Blair yang memegang teguh prinsip third way, yaitu 1) Persamaan (equal worth) yang menjelaskan persamaan atas kedudukan setiap individu di dalam masyarakat (negara), di mana setiap individu atau kelompok memiliki peluang yang sama tanpa harus ada perlakuan yang berbeda bagi individu atau kelompok tertentu dan individu atau kelompok mampu melakukan kompetisi secara “sehat”, tanpa bantuan maupun hak istimewa dari pemerintah; dan 2) Opportunity for All  yang menekankan setiap individu diharapkan memiliki kemandirian dan motivasi untuk selalu berkompetisi menjadi dasar keyakinan kuat Tony Blair untuk mengikutsertakan perempuan dalam politik yang banyak didukung oleh anggota Partai Buruh Baru (The New Labour).  Terpilihnya kandidat perempuan dalam Pemilu 1997, sebagaimana kandidat laki-laki juga dipengaruhi perubahan citra partai Buruh akibat modernisasi “Partai Buruh Baru” dan keyakinan masyarakat Inggris bahwa Tony Blair akan membawa perubahan Inggris menjadi lebih baik.  Bagi perempuan sendiri, figur Tony Blair dinilai sebagai individu yang terbuka, fleksibel dan tanggap terhadap aspirasi golongan-golongan dalam masyarakat.  Selain itu, kehidupan keluarga Tony Blair juga menjadi fatktor penarik tersendiri bagi publik Inggris, khususnya perempuan.  Sikap Blair yang sopan dan tidak agresif dalam mengemukakan pendapatnya, juga dianggap mengagumkan dan dapat membawa perubahan yang selama ini diidentikan dengan laki-laki.

III.   Kesimpulan
            Berdasarkan pemaparan di atas dapat terlihat bagaimana modernisasi yang dilakukan  oleh partai Buruh telah membrikan dampak yang signifikan tidak hanya dalam partai Buruh sendiri tapi juga masyarakat Inggris secara umum.  Partai Buruh telah berhasil merubah citranya sebagai partai yang male-dominated menjadi partai yang terbuka terhadap, termasuk kaum perempuan.  Sebagai hasil dari transformasi partai Buruh tersebut adalah diimplementasikanya kebijakan All Women Shortlist pada saat partai Buruh dibawah kekuasaan Tony Blair, yang mana juga ikut berperan dalam upaya meningkatkan representasi perempuan di partai maupun Majelis Rendah Inggris tahun 1997.  Sehingga dapat terlihat bagaimana strategi kebijakan All Women Shortlist yang diterapkan partai Buruh pada masa pemerintahan Tony Blair telah memberikan dampak dengan meningkatnya jumlah representasi perempuan di Majelis Rendah pada Pemilu 1997.











Daftar Pustaka
Sumber Buku:
Banks, Olive.  The Politics of British Feminism 1918-1970.  England: Edwar Edgar, 1993.
Driver, Stephen & Lake Martell. Blair’s Britain.  Cambridge, UK: Polity Press, 2003.
King, Anthony. Why Labour Won-at last. New Labour Tiumphs: Brittain the Polis.  New Jearsy: Chantam House Pub. Inc., 1997.
Lovenduski, Joni & Pippa Norris.  Gender and Party Politics: Sexing Political Behavior in Britan.  Britan: Biddles ltd Guildford, 1993.

Sumber Skripsi:
Pandjaitan, Yolanda.  Faktor-Faktor yang Mendorong Kemenangan Partai Buruh Inggris pada Pemilu 1997. Depok: Universitas Indonesia, 1999.
Pramudinto, Hardjuno. Analisis Diskursus terhadap Modernisasi yang Dilakukan New Labour Party di Inggris Tahun 1994-2001.  Depok: Universitas Indonesia, 2004.

Sumber Website:
Norris, Pippa. Gender Generation Gap, dalam Geoffrey Evans & Pippa Norris (eds), A Critical Election? Understanding The 1997 British Election in Long Term Perspective. http//ksghome.harvard.edu/~pnorris.shortstein.ksg/archive/gendergap.htm diakses pada Minggu, 6 Oktober 2013; Pukul 21. 00 WIB.
http://www.charter88.org.uk/policy/elections.html diakses pada Senin, 7 Spetember 2013; Pukul 01.38 WIB.



[1] Lihat Skripsi Hardjuno Pramudinto. Analisis Diskursus terhadap Modernisasi yang Dilakukan New Labour Party di Inggris Tahun 1994-2001 (Depok: Universitas Indonesia, 2004), hlm. 43.
[2] Stephen Driver & Lake Martell. Blair’s Britain (Cambridge, UK: Polity Press, 2003), hlm. 75.
[3] Social inequality: Policies for Equality dalam skripsi Hardjuno Pramudinto. Op. Cit., hlm. 46.
[4] Anthony King. Why Labour Won-at last. New Labour Tiumphs: Brittain the Polis (New Jearsy: Chantam House Pub. Inc., 1997), hlm. 178.

[6] Anthony King. Ibid., hlm. 183.
[7] Adalah undang-undang yang dibuat pemerintah untuk melindungi perempuan dri kondisi kerja yang berbahaya seperti jam kerja yang panjang dan pekerjaan yang berat, dan lain-lain.
[8] Olive Banks.  The Politics of British Feminism 1918-1970 (England: Edwar Edgar, 1993)., hlm. 15.
[9] Pippa Norris.  Gender Generation Gap, dalam Geoffrey Evans & Pippa Norris (eds), A Critical Election? Understanding The 1997 British Election in Long Term Perspective. http//ksghome.harvard.edu/~pnorris.shortstein.ksg/archive/gendergap.htm Dalam skripsi Dewi Laila Sari.  Gerakan perempuan, Modernisasi dan kepemimpinan Tony Blair dalam Partai Buruh dalam meningkatkan representasi politik perempuan di Majelis Rendah Inggris pada pemilu 1997 (Depok: Universitas Indoneisa, 2002), hlm. 59.
[10] 80. 1% (17,7 juta) perempuan dan 76,96 (15,8 juta) laki-laki menggunakan hak pilihnya dalam pemilu tahun 1997. Atau sekitar 2 juta perempuan lebih banyak dari laki-laki yang menggunakan hak pilihnya, dalam Joni Lovenduski  and Pippa Norris.  Gender and Party Politics: Sexing Political Behavior in Britan (Britan: Biddles ltd Guildford, 1993), hlm. 200.
[11] Skripsi Dewi Laila Sari.  Op. Cit., hlm. 60.
[12] Ibid.,
[13] Lihat Skripsi Hardjuno Pramudinto. Analisis Diskursus terhadap Modernisasi yang Dilakukan New Labour Party di Inggris Tahun 1994-2001 (Depok: Universitas Indonesia, 2004), hlm. 43.
[14] Ibid., hlm. 98.
[15] The 1997 British Candidate Study dalam skripsi Dewi Laila Sari, Ibid., hlm. 102.
[16] Pippa Norris, Breaking The Barriers, dalam Skripsi Hardjuno Pramudinto, hlm. 96.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar