Hal menarik dari tulisan
Theda Skocpol yang berjudul France,
Russia, China: A structural Analysis of Social revolutions adalah
keberhasilan membahas tiga basis analisis struktural yang menjelaskan keberadaan
revolusi, yaitu: Pertama, perspektif
struktural untuk melihat penyebab dan hasil dari sebuah revolusi sosial. Di
dalam perspektif struktural sendiri menjelaskan hubungan sebab akibat yang
terjadi dari sebuah revolusi yang berdampak kepada lapisan sosial
masyarakat. Kedua, mempertimbangkan konteks internasional dan sejarah dunia. Di
dalam menganalisis suatu gerakan revolusioner tersebut, Scokpol banyak
menganalisis revolusi sosial yang berpengaruh kepada dunia, yaitu Perancis
(1787-1800), Rusia (1917-1921) dan Cina (1911-1949). Hal yang mendasari
terjadinya revolusi di tiga negara tersebut adalah bahwa rakyatnya kurang
merasa puas dengan sistem lama yang terkesan kaku dan adanya kekuasaan yang
mendominasi di dalam negara, banyak suara dan aspirasi rakyat tidak dipenuhi
oleh kelompok kepentingan dan adanya perbedaan kepentingan antara petani dan
tuan tanah. Dan yang ketiga adalah
meletakkan fungsi dan peran negara. Fungsi dan peran negara adalah hal yang
paling menentukan kontinuitas dan eksistensi suatu negara baik di dalam negeri
maupun di luar.
Dalam
tulisanya, Skocpol mengungkapkan bahwa revolusi sosial dipahami sebagai sebuah transformasi
yang sangat cepat dan mendasar dari kondisi sosial dan struktur kelas, mereka
dicapai melalui pemberontakan kelas bawah dari kondisi sosial berbeda. Pemberontakan
tersebut bertujuan untuk merubah struktur sosial maupun struktur politik.
Perubahan struktur sosial maupun struktur politik secara mendasar dan
berlangsung secara bersamaan dan saling memperkuat. Perubahan ini berlangsung
melalui konflik sosial-politik yang kuat dan perjuangan kelas memainkan peranan
yang sangat penting.
Akan tetapi revolusi
sosial berbeda dengan pemberontakan, dalam revolusi sosial konflik dan proses
transformasi hampir semua melalui kombinasi dari dua peristiwa, yaitu perubahan struktur sosial disertai dengan
pemberontakan kelas, dan transformasi politik sSebaliknya, pemberontakan meskipun
disertai dengan pemberontakan atau kekerasan dari kelas tertindas, tetapi tidak
menyebabkan perubahan struktural. Begitupun berbeda dengan revolusi politik
yang hanya dapat mengubah struktur negara, tetapi tidak struktur sosial, dan
mereka tidak selalu disertai dengan konflik kelas. Perlu dicatat, bahwa hal
menarik dari revolusi sosial adalah bahwa perubahan mendasar dalam struktur sosial
dan struktur politik terjadi bersama-sama dalam kondisi yang saling mendukung
perubahan, terjadi melalui konflik sosial
dan politik yang intensif di mana perjuangan kelas memainkan peran kunci.
Dalam
artikel lain, Skocpol juga mengungkapkan bahwa Revolusi terjadi karena adanya
beberapa faktor, yaitu ketika keadaan struktur yang lemah yang mengalami
tekanan ekonomi dan militer meningkat dari luar negeri, kombinasikan dengan
struktur sosial-politik agraria yang diperbolehkan untuk pemberontakan petani,
sama hasil dari revolusi dapat dipahami melalui pemeriksaan tekanan struktural
yang dihadapi oleh pemerintahan revolusioner yang masuk. Pemberontakan yang
dilakukan oleh petani biasanya berasal dari pengambilan tanah mereka oleh para
tuan tanah, peningkatan secara mencolok pajak atau sewa tanah, atau karena
problem kelaparan. Karena adanya permintaan yang tidak terpenuhi oleh para
petani, maka mereka membuat suatu gerakan revolusioner yang mana ingin membuat
suatu sistem baru yang lebih mengutamakan aspirasi mereka.
Dari pemahaman tersebut, dapat
dianalogikan bahwa terjadinya revolusi dikarenakan sistem yang telah terpatri
di dalam suatu masyarakat tidak berkelanjutan dan cenderung berjalan di tempat
dan adanya pemberontakan dari kelas bawah yang kepentingan mereka tidak
diperjuangkan oleh negara. Jika negara tidak memperjuangkan kepentingan
rakyatnya dapat dikatakan fungsi dan peran negara sudah rusak. Revolusi kadang
diperlukan agar memperbaharui sistem lama yang terkesan tidak berpihak kepada
tiap-tiap golongan. Karena, apabila ada satu golongan yang tidak diperhatikan
oleh negara, maka negara tersebut dapat dikatakan mal-fungsi.
Meskipun
Skocpol, telah mengungkapkan syarat terjadinya revolusi, yaitu: Pertama, harus
ada "krisis negara" yang sering kali dipicu oleh faktor-faktor
internasional, seperti meningkatnya persaingan ekonomi atau keamanan dari luar
negeri. Hal tersebut merupakan sebuah krisis dan tantangan bahwa negara tidak
dapat memenuhi kebutuhan, akibatnya , elit ( dan tentara) menjadi terbagi atas
apa yang harus dilakukan dan loyalitas kepada rezim melemah. Ini krisis negara
menciptakan situasi revolusioner. Kedua, pola dominasi kelas menentukan
kelompok akan bangkit untuk mengeksploitasi situasi revolusioner. krisis Revolusioner dikembangkan bila
status rezim lama menjadi tidak dapat memenuhi tantangan yang berkembang di
dalam situasi internasional. Disintegrasi administrasi dan militer terpusat
oleh karenanya telah memberikan benteng kesatuan tunggal tatanan sosial dan
politik. Sering kali permulaan revolusi itu ditandai dengan gembar-gembor soal
kelemahan atau kelumpuhan negara, biasanya disebabkan oleh ketidakberdayaan
pemerintah untuk memecahkan problem-problem utama di bidang militer, ekonomi
dan politik. Hasilnya
adalah sebuah revolusi sosial, pola-pola dominasi kelas hanya menentukan siapa
yang akan memimpinnya. Berkaitan dengan
kedua hal tersebut, saya kurang memahami maksud dari pola dominasi yang
dikemukakan oleh Skocpol. Apakah maksud dari “pola” tersebut? Jika kedua syarat
tersebut menjadi suatu syarat utama proses revolusi, apakah pola dari dominasi
tersebut memiliki kesamaan antara satu negara dengan negara lain? Logikanaya
setiap negara atau wilayah memiliki karakteristik tersendiri, sehingga
memungkinkan lahirnya pola yang berbeda pula.
Disamping
itu, meskipun pemaparan Skocpol secara historis komparatif menjelaskan secara
terperinci mengenai proses revolusi di beberapa negara, akan tetapi saya kurang
memahami berkaitan dengan "kecepatan" proses transformasi masyarakat
pada masa revolusi sosial. Hal ini mungkin didasarkan atas ketidakpastian titik
awal dari proses revolusi sosial itu sendiri. Sebagai contoh jika dikaitkan
dengan peristiwa revolusi Perancis: mana yang lebih dahulu telah dimulai
pengambilalihan Bastille? Atau dengan pemberontakan petani yang mendahuluinya? Lebih
spesifik pernyataan di atas menjurus kepada pertanyaan mana yang lebih dahulu
terjadi perubahan struktur sosial atau transformasi politik? Atau mungkinkah
keduanya terjadi secara bersamaan?
Tulisan karya Don Aitkin dan Brian
Jinks ini secara keseluruhan sudah
mendeskripsikan unsur-unsur penting dari revolusi yang terjadi di
beberapa negara. Nilai lebih dari tulisan ini menjadi stimulan yang menarik bagi pembaca untuk memahami lebih
mendalam mengenai proses revolusi. Sedangkan di
sisi lain, akan jauh lebih baik jika tulisan tersebut juga memuat analisis terhadap contoh kasus yang dipaparkan, dan memuat
informasi rinci yang dapat dipergunakan bagi praktisi. Informasi-informasi
tersebut berupa komparasi kelebihan dan kelemahan dari
masing-masing aktor atau pihak yang terlibat dalam revolusi, hal tersebut
diharapkan memberikan gambaran dan korelasi terhadap hasil dari revolusi yang
dilakukan di masing-masing negara. Informasi seperti itu, tentunya sangat berguna bagi pembaca untuk lebih memahami lebih
mendalam mengenai revolusi di dunia modern ini.
Sumber:
Skocpol, Theda. Social Revolution in The Modern World: A Critical Review of Barrington
Moore’s Social Origins of Dictatorship and Democracy. New York: Cambridge University Press, 1994. Hlm. 133-166.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar