Kamis, 20 September 2012

Bedah Buku “Genetika Kebudayaan” Karya Eko Wijayanto


oleh Alpiadi Prawiraningrat

Senin, 12 Maret 2012; pukul 14.00-16.00 WIB; beretepatan di Gedung I Fakultas Ilmu Budaya Univerisitas Indonesia (FIB UI), merupakan agenda peluncuran buku karya Eko Wijayanto dengan judul Geneteika Kebudayaan.  Sekaligus bedah buku dan diskusi mengenai Genetika Kebudayaan yang berkaitan dengan teori-teori filsafat. Di mana di dalam bedah buku dan diskusi tesebut terdapat tiga pembicara, yaitu Bapak Prof. Alois agus Nugroho, bapak Rocky Gerung dan penulis sendiri yaitu bapak Eko Wijayanto dengan Saraswati, M. Hum sebagai moderator.  Genetika Kebudayaan merupakan karya ketiga yang ditulis oleh Eko Wijayanto setelah sebelumnya beliau telah menulis dua buku yang juga berkaitan dengan kebudayaan, yaitu Evolusi Kebudayaan (merupakan disertasi beliau yang dipertahankan di depan guru besar untuk meraih gelar doktoral) dan Ayat-Ayat Evolusi. Maka dari itu Genetika Kebudayaan dapat dikatakan merupakan pengembangan dari seri-seri sebelumnya.
Pembicara pertama adalah Bapak Rocky Gerung, yang berpendapat bahwa buku ini berusaha menyelundupkan sutau pikiran yang sebetulnya secara faktual hal tersebut telarang dalam komunitas kalangan akademis.  Tindakan menyelundupkan tersebut merupakan suatu tindakan yang sangat filosofis, karena Filsafat selalu berusaha menyelundupkan rasionalitas kedalam tipologi.  Selain itu, beliau menjelaskan bahwa disamping keketatatan  analisis dan kekuatan naratif kita memerlukan tindakan kritik di setiap aspek kehidupan.  Yang mana kritikan tersebut harus dilakukan dengan didasarkan dengan adanya argument tandingan. 
Selanjutnya, beliau membahsa bagimana pada dasarnya hubungan antara otoritas politik dan otoritas moral sebetulnya tidak terjadi perubahan.  Darwinisme berusaha mencari kesepakatan untuk memahami tentang hakikat manusia berdasarakn perpektif nonreligius. Kita dapat berspekulasi bahwa dalam hal ini Darwin telah menawarkan suatu cara ekplanasi alternatif terhadap eksplanasif Meintthan.  Karena analisis yang dilakukan Darwin adalah melakukan analisis dari kecenderungan vertikal kearah horizontal.  Dimana pikiran vertikal ini merupakan suatu hal yang yang berkaitan dengan Kreatisme yang terkadang dibantah dengan tema-tema empirik dan proposal-proposal ilmiah. 
Fakta lain yang dikemukakan oleh Pak Rocky adalah bahwa ilmuwan pertama yang menciptkan teori Evolusi bukanlah Darwin,  tetapi kakeknya yang bernama Erasmus Darwin. Salah satu yang perlu diketahui berkaitan dengan sosok Darwin adalah bahwa dia mempunyai ambisi kuat untuk menganalisis dan membuat teori-teori berkaitan dengan manusia. Neo-Darwinisme menganggap bahwa manusia bagian dari animal kingdom, sehingga sebenarnya tingkah laku manusia itu mempunyai kemiripan dengan binatang. Ditambahkan oleh Bapak Eko Wijayanto bahwa perspektif budaya beranggapan bahwa manusia merpakan puncak penciptaan atau mahluk yang paling unggul, Darwinisme mengatakan bahwa perilaku manusia tidak jauh dari kerabat primatanya, misalnya simpanse. Sebagai contoh yaitu tindakan poligami tidak hanya dilakukan oleh manusia, tetapi simpanse dan gorila juga melakukan poligami. Di dalam teori itu juga disebutkan ada tiga ide Darwin yang perlu diketahui yaitu hereditas, variasi, dan evolusi, di mana ketiganya merupakan bagian dari algoritma.
Menyinggung apa yang telah dikemukakan oleh Bapak Rocky Gerung.  Pembahasan yang telah beliau jelaskan di atas merupakan bagian dari teori Richard Dolkhins yaitu “virus pikiran”.  Bagimana kerja suatu implikasi kebudayaan terus terjadi dan bagaimana setiap abad kekerasan yang terjadi secara berulang-ulang merupakan suatu modus virus pikiran.
Disamping teori darwin yang telah disinggung sebelumnya.  Bapak Eko Wijayanto sedikit menjelaskan bahwa penulisan buku ini merupakan suatu tawaran lain yang digunkan untuk mengkaji kebudayaan secara Naturalisme. Sehingga dapat menjelaskan bagaimana perkembangan tradisi dapat menajdi evalusai bagi perkembangan tradisi itu sendiri dan memberikan eksplanasi naturalistik terhadap apa yang menjadi kritikan pedas, bahwa analisis kebudayaan tidak pernah memberikan interpretasi atau sumbangsih terhadap ilmu alamiah.  Melalui karya inilah, berusaha dijelaskan bagimana seleksi ilmiah  yang dikembangkan Darwin tidak hanya mempengaruhi ranah ilmiah melainkan juga sosial, budaya dan politik.  
Dalam diskusi ini dijelaskan pula berkaitan dengan konsep “meme” yang merupakan salah satu bagian dari penjelasan teori atau prinsip Darwin. Konsep ini merupakan sebuah gagasan atau mengutip dari kata sambutan yang ditulis oleh Alois A. Nugraha, meme merupakan “unit kultural yang beranalogi dengan gen, di mana gen adalah pembawa informsi biologis, sedangkan meme adalah pembawa informasi kultural berupa keyakinan dan gagasan”. Lebih jelasnya bapak Eko Wijayanto menegaskan bahwa replikator dalam kebudayaan “meme” mereplikasikan bukan terhadap sikap atau watak, melainkan ide yang ditularkan. Sebagai contoh adalah lagu, pakaian dan lain sebagainya.  Sehingga, dapat dikatakan bahwa replikator evolusi biologis adalah gen, tetapi dalam kebudayaan disebut dengan meme. 
Dalam penutup acara, bapak Rocky Gelun menegaskan bahwa konsekuensi dari teori Darwinisme adalah mempersoalkan tindakan kenekatan yang dilakukan manusia untuk memberi dirinya sendiri dimensi jiwa. Hakikatnya manusia sebenarnya adalah nature, tetapi dengan memberi jiwa dan dengan mendefinisakan jiwa di dalam dirinya, manusia ingin pindah atau mengalamai transformasi dari nature ke super nature. Dapat dianalogikan bahwa mereka lebih ingin dekat dengan Dewa dibandingkan dengan kecoa. Sehingga menjadikan suatu persoalan yaitu atas dasar apa manusia mendefinisakan dirinya sendiri dan dengan cara itu menilai dan memandang mahluk yang lain lebih rendah. Efek terhadap sejarah adalah dengan menyebut manusia sebagai evolusi tertinggi, berarti dengan kata lain ingin mengatakan bahwa manusia ditumbuhkan untuk mencapai keutamaan tertinggi. Padahal masih ada mahluk lain yang ikut dalam proses evolusi, yaitu bakteri yang merupakan mahluk yang juga bertahan dalam proses evolusi dan mengalami progres dalam fase evolusinya. Tetapi manusia memberikan labeling mematikan kepada bakteri, manusia menginterpretasikan bahwa bakteri tumbuh di dalam sejarah evolusi tetapi dengan akibat yang buruk dan lebih rendah dari manusia. Sehingga, semakin mengatakan bahwa kita sebagai manusia adalah pemberi hidup pada dunia, maka arogansi tersebut dapat berdampak yang salah satunya terhadap degradasi lingkungan.
Dari seluruh penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa buku ini memberikan penjelasan yang menarik. Karena selain membahas mengenai pertanyaan-pertanyaan menyangkut kewajaran akan perselingkuhan antar manusia dan persoalan dimana moralitas memiliki implikasi yang lebih kuat dibanding hukum, juga menunjukan suatu gugatan mengenai bagiamana seleksi ilmiah yang dikembangkan Darwin tidak hanya mempengaruhi alamiah tapi juga sosial, budaya dan politik dalam lingkungan kehidupan kita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar