oleh Alpiadi Prawiraningrat
Senin, 12 Maret 2012; pukul 14.00-16.00 WIB; beretepatan di Gedung
I Fakultas Ilmu Budaya Univerisitas Indonesia (FIB UI), merupakan agenda
peluncuran buku karya Eko Wijayanto dengan judul Geneteika Kebudayaan. Sekaligus
bedah buku dan diskusi mengenai Genetika Kebudayaan yang berkaitan dengan
teori-teori filsafat. Di mana di dalam bedah buku dan diskusi tesebut terdapat
tiga pembicara, yaitu Bapak Prof. Alois agus Nugroho, bapak Rocky Gerung dan
penulis sendiri yaitu bapak Eko Wijayanto dengan Saraswati, M. Hum sebagai
moderator. Genetika Kebudayaan merupakan
karya ketiga yang ditulis oleh Eko Wijayanto setelah sebelumnya beliau telah
menulis dua buku yang juga berkaitan dengan kebudayaan, yaitu Evolusi
Kebudayaan (merupakan disertasi beliau yang dipertahankan di depan guru besar
untuk meraih gelar doktoral) dan Ayat-Ayat Evolusi. Maka dari itu Genetika
Kebudayaan dapat dikatakan merupakan pengembangan dari seri-seri sebelumnya.
Pembicara
pertama adalah Bapak Rocky Gerung, yang berpendapat bahwa buku ini berusaha
menyelundupkan sutau pikiran yang sebetulnya secara faktual hal tersebut
telarang dalam komunitas kalangan akademis.
Tindakan menyelundupkan tersebut merupakan suatu tindakan yang sangat
filosofis, karena Filsafat selalu berusaha menyelundupkan rasionalitas kedalam tipologi. Selain itu, beliau menjelaskan bahwa disamping
keketatatan analisis dan kekuatan
naratif kita memerlukan tindakan kritik di setiap aspek kehidupan. Yang mana kritikan tersebut harus dilakukan
dengan didasarkan dengan adanya argument tandingan.
Selanjutnya,
beliau membahsa bagimana pada dasarnya hubungan antara otoritas politik dan
otoritas moral sebetulnya tidak terjadi perubahan. Darwinisme berusaha mencari kesepakatan untuk
memahami tentang hakikat manusia berdasarakn perpektif nonreligius. Kita dapat
berspekulasi bahwa dalam hal ini Darwin telah menawarkan suatu cara ekplanasi alternatif
terhadap eksplanasif Meintthan. Karena
analisis yang dilakukan Darwin adalah melakukan analisis dari kecenderungan vertikal
kearah horizontal. Dimana pikiran vertikal
ini merupakan suatu hal yang yang berkaitan dengan Kreatisme yang terkadang
dibantah dengan tema-tema empirik dan proposal-proposal ilmiah.
Fakta lain yang dikemukakan oleh Pak Rocky adalah bahwa
ilmuwan pertama yang menciptkan teori Evolusi bukanlah Darwin, tetapi kakeknya
yang bernama Erasmus Darwin. Salah satu yang perlu
diketahui berkaitan dengan sosok Darwin
adalah bahwa dia mempunyai ambisi
kuat untuk menganalisis dan membuat
teori-teori berkaitan dengan
manusia. Neo-Darwinisme menganggap bahwa manusia bagian dari animal kingdom,
sehingga sebenarnya tingkah laku manusia itu mempunyai kemiripan dengan binatang.
Ditambahkan oleh Bapak Eko Wijayanto bahwa perspektif budaya beranggapan bahwa
manusia merpakan puncak penciptaan atau mahluk yang paling unggul, Darwinisme
mengatakan bahwa perilaku manusia tidak jauh dari kerabat primatanya, misalnya
simpanse. Sebagai contoh yaitu
tindakan poligami tidak hanya dilakukan oleh manusia,
tetapi simpanse dan gorila juga melakukan poligami. Di dalam teori itu juga
disebutkan ada tiga ide Darwin yang perlu diketahui yaitu hereditas, variasi,
dan evolusi, di mana ketiganya merupakan bagian dari algoritma.
Menyinggung
apa yang telah dikemukakan oleh Bapak Rocky Gerung. Pembahasan yang telah beliau jelaskan di atas
merupakan bagian dari teori Richard Dolkhins yaitu “virus pikiran”. Bagimana
kerja suatu implikasi kebudayaan terus terjadi dan bagaimana setiap abad
kekerasan yang terjadi secara berulang-ulang merupakan suatu modus virus
pikiran.
Disamping teori darwin
yang telah disinggung sebelumnya. Bapak Eko Wijayanto sedikit menjelaskan bahwa
penulisan buku ini merupakan suatu tawaran lain yang digunkan untuk mengkaji
kebudayaan secara Naturalisme. Sehingga dapat menjelaskan bagaimana
perkembangan tradisi dapat menajdi evalusai bagi perkembangan tradisi itu
sendiri dan memberikan eksplanasi naturalistik terhadap apa yang menjadi
kritikan pedas, bahwa analisis kebudayaan tidak pernah memberikan interpretasi
atau sumbangsih terhadap ilmu alamiah.
Melalui karya inilah, berusaha dijelaskan bagimana seleksi ilmiah yang dikembangkan Darwin tidak hanya
mempengaruhi ranah ilmiah melainkan juga sosial, budaya dan politik.
Dalam
diskusi ini dijelaskan pula berkaitan dengan konsep
“meme” yang merupakan salah satu bagian dari penjelasan
teori atau prinsip Darwin. Konsep ini merupakan
sebuah gagasan atau mengutip dari kata sambutan yang ditulis oleh Alois A.
Nugraha, “meme”
merupakan “unit kultural yang beranalogi dengan gen,
di mana gen adalah pembawa informsi biologis, sedangkan meme adalah pembawa informasi kultural berupa keyakinan dan
gagasan”. Lebih jelasnya bapak Eko Wijayanto menegaskan bahwa replikator dalam
kebudayaan “meme” mereplikasikan
bukan terhadap sikap atau watak, melainkan ide yang ditularkan. Sebagai contoh adalah lagu, pakaian dan lain sebagainya. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa replikator evolusi biologis adalah gen, tetapi dalam kebudayaan
disebut dengan “meme”.
Dalam penutup acara,
bapak Rocky Gelun menegaskan bahwa konsekuensi dari teori Darwinisme adalah
mempersoalkan tindakan kenekatan yang dilakukan manusia untuk memberi dirinya
sendiri dimensi jiwa. Hakikatnya manusia sebenarnya
adalah nature, tetapi dengan memberi
jiwa dan dengan mendefinisakan jiwa di dalam dirinya, manusia ingin pindah atau mengalamai transformasi dari
nature ke super nature. Dapat dianalogikan
bahwa mereka lebih ingin dekat dengan Dewa dibandingkan dengan kecoa. Sehingga menjadikan suatu persoalan yaitu atas
dasar apa manusia mendefinisakan dirinya sendiri dan dengan cara itu menilai
dan memandang mahluk yang lain lebih rendah. Efek terhadap sejarah adalah
dengan menyebut manusia sebagai evolusi tertinggi, berarti dengan kata lain
ingin mengatakan bahwa manusia ditumbuhkan untuk mencapai keutamaan tertinggi.
Padahal masih ada mahluk lain yang ikut dalam proses evolusi, yaitu bakteri
yang merupakan mahluk yang juga bertahan dalam proses evolusi dan mengalami
progres dalam fase evolusinya. Tetapi manusia memberikan labeling mematikan kepada bakteri, manusia menginterpretasikan
bahwa bakteri tumbuh di dalam sejarah evolusi tetapi dengan akibat yang buruk
dan lebih rendah dari manusia. Sehingga, semakin mengatakan bahwa kita sebagai
manusia adalah pemberi hidup pada dunia, maka arogansi tersebut dapat berdampak
yang salah
satunya terhadap degradasi lingkungan.
Dari
seluruh penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa buku ini memberikan penjelasan
yang menarik. Karena selain membahas mengenai
pertanyaan-pertanyaan menyangkut kewajaran akan perselingkuhan antar manusia dan persoalan dimana moralitas
memiliki implikasi yang lebih kuat dibanding hukum, juga menunjukan suatu gugatan mengenai bagiamana
seleksi ilmiah yang dikembangkan Darwin tidak hanya mempengaruhi alamiah tapi
juga sosial, budaya dan politik dalam lingkungan kehidupan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar