Chapter 3: “Did Žižek Say
Democracy?”
oleh Alpiadi Prawiraningrat
Pembahasan
pada bab tiga yaitu “Did Žižek Say
Democracy?” merupakan kelanjutan bab pertama yaitu “Žižek and the Radical-Democratic Critique
of Ideology”, yang menceritakan bagaimana pandangan Žižek terhadap ideology dengan kritik demokrasi
radikal. Jika pada bab kedua buku ini yaitu, “Retrieving the subject: Žižek Teheotrical
Politics” tentang manifesto komunis dan teori serta kritikan
terhadap teori. Pada chapter ini, dijelaskan mengenai teori politik Žižek yang ketiga yaitu teori tentang tipe dari
rezim politik. Teori politik Žižek yang radikal
demokratis menggabungkan analisis ideologi Sinisme dengan kritik mengenai teori
post – sturcturalist dalam posisi
yang kuat dan masuk akal. Dengan subjek kelompok Kiri dan kelompok Kanan serta
keterkaitanya dengan demokrasi berdasarkan pemikiran Žižek .
Pada
awalnya, para pilosofis politik menggunakan dasar pemikiran pada pemikiran
tentang pembagian tipe_tipe dari rezim politik, yang kemudian dilanjutkan
dengan kualifikasi yang ditambahkan oleh Aristoteles, Machiavelli dan
Montesquieu. Tetapi pemikiran ini cenderung ketinggalan zaman karena tidak
sesuai dengan keadaan modern di barat.
Pemikiran
pre-modern adalah pemerintah yang baik merupakan pemerintah yang memiliki visi
tunggal mengenai masyarakat berjalan baik. Oleh karena itu, dengan adanya
perubahan zaman maka karakterstik dari agen politik dan para pilosofis pun
berubah. Partai politik dan rezim diklasifikasikan antara “progressive” atau “reactionary”
dengan melihat bagaimana mereka bertahan selama masa Enlightenment. Selain itu ada pengklasifikasian lain yaitu “conservative ”, “liberal” atau “socialist”.
Liberalisme
politik merupakan ideologi yang paling sesuai dengan keadaan modern karena
terdapat solusi terbaik terhadap permasalahan yang ada di masyarakat pra-modern
dan pada masa perang abad Ke-16 dan 17, serta merupakan kesatuan dari kelompok
politik yang memiliki beragam nilai moral dan idealis politik yang saling
bersaing utuk mendapatkan sebuah bentuk kesetiaan dari para pengikutnya. Nilai
pluralisme yang ada itu tidak bisa dikurangi tetapi merupakan fakta sejarah
dari kehidupan politik modern. Liberalisme politik telah menjawab pertanyaan
dari ide tantang moral dan otonomi politik:
·
Setiap individu bebas untuk memilih
konsep mengenai kebutuhan terpenting dari doktrin kepercayaan, ideologi
politik, ide moral dan lainnya.[1]
·
Setiap individu memiliki hak untuk
merealisasikan konsep mereka yang mereka miliki terhadap masyarakat terkecuali
mereka ingin melanggar hak milik orang lain.[2]
·
Negara menjamin kebebasan tiap individu
untuk netral dalam nilai, ide dan ke-Tuhanan.[3]
Posisi seorang liberan bagi
masyarakat modern yang konservatif dan soisalis mendefinisikan mereka sendiri
sebagai oposisi dari politik liberalisme. Tujuan konservatif merupakan kebeasan
politik yang meremehkan pentingnya “blood,
soil, tradition, and God”. Liberalisme memaksa tiap individu untuk tidak
menentu dan mengarah ke “postmodern nihilism”. Menurut para sosialis,
liberalisme politik ini menutup pandangan mengenai hubungan kekuatan yang
mengarah terhadap perlakuan yang tidak berkeprimanusiaan dari masyarakat yang
berbasis pasar. Para sosialis ini menentang ide liberalism tentang pengampunan
dari eksploiatasi ekonomi sebagai “free
contract” antara individu individu.
Perkembangan teknologi dari
masyarakat modern telah memungkinkan adanya kemunculan dari rezim yang tidak
terbayangkan oleh filosofi politik yang lama. Rezim ini berlawanan dengan liberalisme.
Pada awal abad 20an terdapat kemunculan dari rezim fasisme dan terdapat juga
rezim yang berlawanan dengan itu yaitu “totalitarianisme” yang dijelaskan
sebagai manifestasi dari cara pemerintah rezim fasis dan komunis. Permulaannya,
digunakan oleh Hannah Arendt, Carl Friedrich dan Zbigniew Brzezinski. Terdapat
kritik yang menunjukan bagaimana siapnya penyediaan dari tujuan ideologi dari Amerika
dan negara liberal-kapitalis pada saat perang dingin dengan bagian komunis
setelah perang dunia kedua.
Pada masa kini, pengunaan dari
istilah “totalitarianisme” menggunakan 5 pernyataan[4],
·
“Totalitarianisme” merupakan modernisme
yang terkesan serba salah, karena rezim ini mengisi rentang antara terputusnya
modernisasi dari semua hubungan organik sosial tradisional.
·
Holocaust
merupakan kejahatan yang absolut yang tidak bisa dianalisa dalam keadaan
konkret dari analisis politik.
·
Neoliberal mengklaim bahwa proyek
pembebasan politik yang radikal memerlukan akhir dalam beberapa versi dari
dominasi dan control totalitarian.
·
Postmodern saat ini menyatakan bahwa
politik totalitariansme telah di hukum oleh penutupan metafisikal.
·
Pada akhirnya, studi kebudayaan
postmodern itu sendiri telah dipanggil sebagai “totalitarian”.
Žižek
menggunakan istilah “totalitarianisme” sebagai istilah yang umum. Žižek memperhatikan perbedaan antara rezim
fasisme, leninisme, dan stalinisme sebagai bagian yang penting bagi oposisi
politiksaat ini.
Perbedaan Žižek antara peredaan rezim politik modern berasal dari Jacques
Lacan yang disebut dengan “four disources”[5]
dimana yang dimaksud sebagai cara orang dapat mengatur hubungan sosial mereka.
·
S1, penanda Master dalam
berbagai pembicaraan.
·
S2, merupakan semua penanda
lain selain penanda master yang berfungsi untuk menyetabilkan.
·
Objek (a), Psikoanalisis mengajarkan bahwa
sususnan untuk menjadi subjek politik, kita harus mengakses kesenangan yang
tidak tercampur.
·
$, subjek kosong.
Selain Psikoanalisis, Lacan
juga menentukan pembentukan “four
discourse” oleh perbedaan pengaturan posisi keempat elemen dalam garis.
Perbincangan yang mungkin muncul :
1.
Tempat dimana pesan dari percakapan ini
diucapkan.
2.
Siapa yang mendapatkan pengaruh dari
pesan.
3.
Produk terbentuk dari pertukaran.
4.
Tempat dimana percakapan berlangsung.
Untuk lebih memahami pembahasan
dari perbedaan tipe rezim politik, Žižek
membuat rumus atau cara perhitungan berdasarkan atas perhitungan menggunakan
keempat elemen percakapan yang dibuat Lacan. Pembentukan parameter ini lebih
digunakan untuk mengetahui antara rezim dan perhatian tradisional dengan dari
dan berapa banyak aturan, bagaimana berakhir, dan berdasarkan tamabahan
kriteria yaitu tempat, waktu, intuisi sejarah, dan kebudayaan yang pernah
digunakan.
Žižek
telah menyatakan ideologi logis dari rezim modern telah mencakup “quarter turn” dari skema milik Lacan
mengenai ke empat percakapan dan jauh dari “Discourse
of the Master” pre-modern. Žižek yakin akan pemahaman
yang dimiliki oleh Lacan tentang rezim politik yang merupakan pengurangan akan
ide dari bentuk tunggal “totalitarian” sebagai bentuk pemerintahan yang
berlawanan dengan liberalisme.
Zizek
memiliki 2 cara untuk menjelaskan mengenai pengurangan idenya[6]:
·
Pertama, Žižek
membedakan fasisme sebagai reaksi dari
liberalism modern dan Stalinisme yang dianggap sebagai instansi politik.
·
Kedua, Žižek
konsumerisme merupakan ideologi kelanjutan dari kapitalisme serta mewakili
sebuah instansi daripada bentuk ekspresi dari “freedom” dan berlawanan dengan
totalitarianisme stalinis.
Berkaitan
dengan keyakinan Žižek
bahwa pemahaman Lacanian memiliki hubungan dengan rezim politik yang
merusak gagasan tunggal tentang bentuk
pemerintahan 'Totaliter' , yang
sepenuhnya menentang liberalisme.[7]
Berdasarkan
dengan hal tersebut, Žižek mencoba menjelaskannya
melalui cara berikut:
• Pertama, Žižek membedakan antara fasisme, yang menurutnya
melibatkan upaya untuk reinstitute sebagai
reaksi terhadap liberalisme modern, dan Stalinisme, yang
merupakan politik Instansiasi dari Wacana Universitas.
• Kedua, Žižek berpendapat mengenai konsumerisme.
Di
tengah kontradiktif di antara konsep Žižek
dan Lacanian. Para pengamat teori
yang membela 'totaliterisme' dikejutkan oleh kesamaan-kesamaan antara rezim fasis dan
Stalinis. Friedrich dan Brzezinksi yang dijelaskan dalam enam aspek[8]:
a. Ideologi pejabat finansial menuntut kepatuhan umum,
mengajukan suatu keputusan akhir yang sempurna.
b. Satu partai massa, hirarki terorganisir, memiliki jalinan erat dengan birokrasi negara dan biasanya dipimpin oleh satu
orang;
c. Monopoli dan mengontrol angkatan bersenjata;
d. Monopoli sarana komunikasi massa yang efektif;
e. Sistem kontrol polisi teroristik;
f. Pusat kontrol dan arah dari seluruh ekonomi (Friedrich dan
Brzezinksi 1956).
Berbeda dengan politik lainnya yang fokus terhadap teori teks pada rezim-rezim, Žižek lebih fokus
terhadap ekonomi dan kelembagaan elemen, dan spesifik mengenai kondisi sejarah.
Žižek berfokus terutama pada enam komponen, yang kita identifikasi sebagai kontribusi
utama Žižek mengenai teori politik: pemahaman Lacanian tentang ideologi.
Žižek memang mengklaim bahwa
komunisme
liberal adalah proyek selalu
mencoba berhubungan dengan institusi
pendididkan dalam hal ini Universitas. Sebagai contoh adalah di
Yugoslavia, pada saat rezim pemerintahan dipimpin oleh Marshal Tito, semua film
yang akan diputarkan di publik haruslah diberikan kepada universitas terlebih
dahulu untuk dievaluasi. Hal ini menguntungkan Žižek. Ia bisa
menonton film Amerika dan Eropa Barat yang akan di putar di sinema setempat.
Film-film tersebut nantinya akan menjadi ilustrasi yang menarik bagi
filsafatnya di kemudian hari.[9]
Pendapat
lain yang dikemukakan Žižek yaitu
bahwa politik “totaliterisme”
pada saat ini tidak sama dengan penggunaannya pada saat rezim dimasa silam.
Penjelasaannya menggunakan logika
konsumerisme kontemporer. Dimana Žižek mencoba mengilustrasikanya dengan produk
Coca-Cola dengan sloganya “Enjoy”.
Dalam contoh tersebut menjelaskan bahwa untuk mempengaruhi atau setiap
orang dapat dilakukan dengan promosi
atau stimulasi.[10]
Lalu
bagaimanakah arah pandangan Žižek mengenai demokrasi? Terdapat tiga kunci penting untuk menentukan
arah pemikiran Žižek tentang Demokrasi. Untuk kontribusi politik teori: teori ideologi, teori
subjek yang
mana tiga aspek tersebut merupakan adaptasi dari teori Lacanian. Žižek sangat kritis terhadap cara harapan Pencerahan
ini untuk pengetahuan rasional memainkan peran lebih besar
dalam masyarakat telah benar-benar dimainkan. Ini adalah salah satu poin dari sekian banyak pendekatan
dan teori kontemporer lainnya yang disadari dapat menimbulkan polemik. Meskipun banyak menimbulkan polemik berkaitan
dengan cara pandangnya tentang demokrasi dan konstruksi mengenai politik
positif dan ideal. Namun Žižek tetap memiliki tempat dalam pemahaman berkaitan
dengan demokrasi radikal.
Selain
itu, Žižek mengungkapkan
bahwa demokrasi modern
dimulai pada Revolusi Perancis yang ditandai dengan penjatuhan kekuasaan raja
absolute.
Pada
saat itu, melihat
raja sebagai inkarnasi langsung kekuasaan
dan dinggap '”Ditunjuk oleh Tuhan”, yang memberikan jaminan harmoni sosial. Revolusi
Perancis ini telah memperkenalkan larangan baru ke dalam politik modern. Ini adalah larangan
terhadap satu orang atau dalam kelompok yang mengaku memiliki kekuasaan lebih
atau terkesan otoriter dalam lembaga eksekutif.
Dalam masyarakat pra-modern,
bahwa
pemimpin secara umum
dianggap harus memiliki visi substantif tunggal bahwa bisa
mengklaim sah dan memerintah. Revolusi liberal modern bukan
ditempatkan batas waktu jabatan
seseorang. Namun, penguasa harus mengekspos
diri untuk pemilihan dengan suara mayoritas
terbanyak
Žižek juga mengungkapkan sebuah “homologi struktural”
antara teori Cartesian dan pemahaman Lefortian berkaitan dengan
demokrasi. “Demokrasi tidak mencatat
ras, gender, seksualitas, agama, kekayaan, etiket di meja makan, atau kebiasaan
tidur warganya. Demokrasi hanya tertarik ketika segala karakteristik ini sudah
dihilangkan..”[11]
Dalam definisi inilah argumentasi Žižek tentang subjek menjadi pas. Dengan
mengosongkan subyek Žižek justru hendak memberi tempat yang lebih besar bagi
mentalitas demokratis, di mana setiap warga setara di hadapan sistem, hukum,
dan tradisi. Pada titik ini ia memberikan analogi, subyek adalah sebagai suatu
cara pandang terhadap dunia. Dalam bahasa Myers subyek adalah, “suatu tempat
dimana dunia itu dilihat.”[12]
Selain
itu, terlepas dari konsep demokrasi yang telah diungkapkan. Žižek berargumen bahwa terdapat sebuah
pemisah yang permanen di dalam Keteraturan Simbolis (the
Symbolic Order)
dari sebuah resim politik itu sendiri. Terdapat sebuah sisi publik dari sebuah
ideologi. Hal ini menuntut sebuah rasa identitas yang mengorbankan diri sendiri
di dalam rezim tersebut. Contohnya, sebuah bangsa harus dapat mengedepankan
rasa identitas atas bangsa itu sendiri, dan mengesampingkan perbedaan-perbedaan
yang ada.
Žižek
berargumen bahwa penemuan demokratis (democratic
invention) pada level politik
mengarah kepada mengosongkan semua hal dari resim-resim yang telah
diproskripsikan tetapi secara diam-diam diperbolehkan. Kasus yang berlaku untuk
Žižek selalu adalah "kampung halamannya" di Yugoslavia, yang
terombang-ambing setelah pasca-perpecahan di tahun 1989 oleh perjuangan dari
fantasi-fantasi ideologis yang berbasis etnis: bangsa Serbia menyalahkan bangsa
Kroasia dan Muslim atas musibah yang menimpa mereka, sementara banga Kroasia
dan Muslim menyalahkan bangsa Serbia, dan seterusnya. Žižek berkomentar bahwa
apa yang sebuah solusi damai akan melibatkan di Eropa Timur bukanlah
pemberdayaan dari masyarakat madani ("empowerment of
civil society"),
tetapi lebih banyak pengasingan: penerapan sebuah negara yang terasingkan yang
akan mempertahankan jaraknya dari masyarakat madani yang akan formal dan
kosong, yaitu yang tidak akan mewujudkan sebuah mimpi komunitas etnis tertentu
(dan lantas akan menjaga agar ruang itu terbuka untuk mereka semua).
Salah
satu bagian dalam pembelaan Žižek terhadap demokrasi modern adalah antara
penemuan demokratis dan teori moralnya Immanuel Kant. Pada intinya adalah sebuah panggilan kepada
subjek-subjek untuk melakukan tugas moral mereka (dengan cara mengikuti
kepentingan kategoris dari hukum moral), dan tidak mementingkan betapa itu
menyakiti mereka dan semua yang mereka cintai. Ini juga merupakan alasan
mengapa Kant, mengikuti Jean-Jacques Rousseau, tergolong antara pemikir-pemikir
pertama yang membenarkan ketidakaturan umum atas hukum yang tidak bermoral.
Hukum
moral untuk Kant juga adalah universal. Hukum tersebut bertujukan kepada kita
semua secara adil dan tidak melihat ras, jenis kelamin, gender, kelas, dan
sebagainya. Kant berargumen bahwa tidak ada sebuah kebenaran yang sejati (Sovereign
Good): suatu hal atau cara hidup yang dapat
menyatukan kebajikan dan kebahagiaan, yang terlalu sering ditantang di dalam
hidup ini.[13] Atau, kalaupun ada suatu
hal tersebut, kita tidak dapat mengaksesnya. (Žižek di sini juga mengikuti
Lacan, dalam melihat sebuah persamaan antara kebenaran yang sejati dan hal
maternal yang kita semua telah kehilangan akses sebagai harga yang harus
dibayar dari peradaban.) Alasan mengapa
Kant, secara dramatis, berpikir bahwa kita tidak dapat meraih kebenaran yang
sejati adalah karena ide bahwa manusia secara radikal adalah jahat (radically
evil; persamaan
dari Kant mengenai dosa yang pertama). Ini berarti bahwa kita telah selalu
memilih kepentingan dan kebutuhan kita di atas hukum moral. Kant berpikir bahwa
sifat jahat kita yang radikal ditunjukkan dengan betapa susahnya untuk kita
dapat bertindak secara bermoral, melakukan kepada orang lain apa yang kita
inginkan dilakukan kepada diri kita sendiri.
Žižek
menyatakan terdapat persamaan antara pemikiran Kant dan pemikiran Lefort
mengenai pengkosongan dari sebuah tempat kekuasaan politis dalam jaman
demokratis modern, yang bertentangan dengan upaya-upaya totalitarian secara
substansial dan langsung untuk mencapai kebaikan yang tertinggi (Highest
Good) melalui
politik.
Untuk
waktu yang lama, Žižek mendukung teori bahwa politik melibatkan perjuangan di
antara pembanding-pembanding utama yang relatif universal: pembanding-pembanding
seperti demokrasi atau sosialisme, yang saling berkompetisi untuk mewakili
kepentingan telah diterima bersama, dengan cara menjahit ulang (requilting) semua pembanding-pembanding politis yang lain.
Namun, merajuk kepada pemikiran Lacan-psikoanalisis tentang subjektivitas dan
yang di bawah sadar, Žižek selalu menolak untuk menerima bahwa persaingan
politik antara pembanding-pembanding utama selalu terjadi pada dataran yang
rata. Alasan untuk ini adalah antagonisme sosial.[14]
yang merupakan salah
satu aspek termenarik dari posisi Laclau dan Mouffe, berdasarkan atas kombinasi
dari kategori Lacan mengenai apa yang nyata (the Real) dengan konsep dekonstruktif dari différance. Pemahaman Žižek
atas subjektivitas tentu menambah kepada apa yang telah dinyatakan oleh Laclau
dan Mouffe bahwa politik merupakan bisnis yang sangat bergairah karena ia
sering kali bertumpu pada fantasi-fantasi bawah sadar mengenai lawan atau
antagonis, dan pencurian atas kenikmatan (theft of enjoyment) yang tidak legal.
Pendirian
Laclau dan Mouffe biasanya dikatakan sebagai politik radikal-demokratis.
Pendirian tersebut dikatakan sebagai radikal karena ia mengusulkan untuk
belajar hidup dengan antagonisme, untuk memeluk dimensi-dimensi dari oposisi
demokratis dan populer. Dalam bahasa Lacan, seperti telah diargumentasikan oleh
Yannis Stavrakakis pada tahun 1999, ini berarti menolak fantasi ideologis
mengenai keharmonisan sosial dan keinginan untuk menghapuskan ide yang
bertentangan yang muncul daripadanya. Perspektif mengenai demokrasi tersebut
melibatkan pembelaan atas pergerakan-pergerakan sosial yang menantang ideologi
yang bertahan serta perjuangan politik dalam berbagai arena yang penting untuk
politik demokratis.
Di
sisi yang lain, antagonisme sosial yang nyata terjadi hanya ketika salah satu
dari para antagonis itu menemukan lokasi dari pembanding utamanya di dalam
bidang dari transgresi-transgresi yang diproskripsikan yang telah ditolak oleh
ideologi yang sedang berkuasa. Tentu saja, terdapat banyak dari transgresi-transgresi
yang inheren dari ideologi yang sedang berkuasa yang secara moral sangat
mengerikan: neo-rasisme, nasionalisme etnis, fundamentalisme agama, dan
seterusnya.
Namun,
juga terdapat satu seri dari posisi-posisi politik universal yang telah tersampingkan
oleh ideologi yang sedang berkuasa, yang salah direpresentasikan sebagai
totaliter, dan diperlakukan sebagai Yahudi-Yahudi politik (political Jews), sebagai cara untuk menahan agar mereka hanya
berada di pinggiran saja. Beberapa dari posisi-posisi ini mewakili sebuah
bentuk yang diperdalam dan diperluas dari universalitas (deepened and expanded form of universality) sebagai kontras dengan pembanding utama yang
sedang berkuasa - mereka, terutama sosialisme, adalah yang Žižek, paling
tidak di dalam tulisan awalnya yang Kiri, akan mencoba untuk menarik perhatian
kita.
Žižek
sendiri selalu berhati-hati dan ambigu ketika berjalan melintasi jalan yang
secara radikal adalah demokratis. Argumen-argumen yang secara jelas adalah
anti-demokratis bersampingan dengan momen-momen progresif tersebut, bahkan
dalam tulisan-tulisan awalnya. Memahami bahwa sisi Kiri selalu berada pada
posisi yang bawah dalam antagonisme sosial yang disebabkan oleh perjuangan
politik antara Kiri dengan Kanan, Žižek juga sangat sadar bahwa terlalu
gampang untuk para progresif dapat mengkritisi kapitalisme neoliberal dan
politik liberal tanpa bertanggung jawab atas mengubah dunia. Masalahnya adalah
sisi Kiri itu terlalu sayang dengan apa yang disebut sebagai narsisisme dari
perjuangan yang kalah (narcissism of the Lost Cause): advokasi yang menyakitkan diri sendiri dari
permintaan-permintaan tidak mungkin dan pergerakan-pergerakan yang terkalahkan,
seakan-akan satu-satunya cara agar sisi Kiri dapat percaya kepada suatu
universal yang politik adalah memastikan bahwa dia tidak lagi dapat terakutalisasikan
dalam politik. seperti telah dinyatakan
oleh Žižek, permintaan yang histeris akan tuan yang baru. Sisi Kiri
memborbardir sang tuan (liberalisme politik) dengan permintaan-permintaan yang
tidak mungkin, dengan harapan bahwa sang tuan akan memperbaiki semuanya dan
melarang para histeris (sisi Kiri) dari harus bertanggung jawab atas
pengimplementasian dari solusi-solusi yang telah diusulkan untuk kondisi kacau
balau yang sedang kita alami sekarang.
Harus dikatakan bahwa momen-momen di mana Žižek
mengambil alih perjuangan demokrasi radikal itu terpasangkan dari awal sekali
oleh ketidakpastian-ketidakpastian yang sedang tumbuh. Khususnya, Žižek
berandai: apa yang terjadi apabila demokrasi radikal hanyalah liberalisme yang
terradikalisasi, yang menyisakan eksploitasi ekonomis yang tak terpisahkan
dengan kapitalisme modern? Salah satu alasan untuk keraguan Žižek adalah
karena, dalam semua hasil karyanya, Žižek belum pernah menghasilkan sebuah
analisis yang berkelanjutan mengenai satu filsafat politik liberal. Memang,
pemikiran Žižek mengenai demokrasi parlementer berada di dalam
koordinat-koordinat atas doktrin-doktrin Marxis dari dunia kedua yang telah
berlalu. Hal ini diekspresikan dalam pengulangan Žižek yang terus menerus
mengenai kondensasi demokrasi liberal ketika yang dia maksud adalah
pemerintahan yang representatif dengan ekonomi yang relatif liberal. Demokrasi
yang formal, bourgeois, atau liberal, tentu saja bertentangan dengan demokrasi
sesungguhnya (real democracy) atau kediktatoran proletar (dictatorship of the proletariat), sesuatu yang untuk Žižek awalnya berarti:
totalitarianisme. Namun, saat kecurigaan-kecurigaannya bahwa demokrasi radikal
melibatkan sebuah renaturalisasi kapitalisme meningkat, posisi dia mengenai
totalitarianisme berbalik arah. Ketika pada tahun 2001, Laclau dapat menyadari
bahwa dalam putaran balik Žižek yang revolusioner, dia tidak hanya
mengadvokasikan penggulingan kapitalisme atas nama perjuangan kelas (class
struggle), namun
juga penghapusan resim-resim demokratis yang liberal dan penggantian mereka
dengan kediktatoran proletar.
[1] Žižek, Slavoj
(2010). Žižek and Politics: A Critical
Introduction. London: Edinburgh
University Press, Hal 87.
[2]
Ibid.
[3]
Ibid.
[4]
Ibid, hal 88-89.
[5]
Žižek, Slavoj (2010). Žižek and Politics: A Critical
Introduction. London: Edinburgh
University Press, hal 90-91.
[6]
Žižek,
Slavoj (2010). Žižek and Politics: A
Critical Introduction. London: Edinburgh
University Press, hal 94.
[7]
Ibid, hal 94.
[8] Ibid, hal 94-95.
[9] Pada bagian ini saya mengikuti pemaparan Tony
Myers, Slavoj Žižek, Routledge, London, 2003. Diakses pada dari Slavoj Žižek _ Rumah Filsafat (The House of
Philosophy).htm. pda selasa, 21 Februari 2011; pukul 20.38 WIB.
[10] Žižek, Slavoj (2010). Žižek
and Politics: A Critical Introduction.
London: Edinburgh University Press, hal 99.
[11]
Žižek,
Slavoj (2010). Žižek and Politics: A
Critical Introduction. London: Edinburgh
University Press.
[12]
Pada bagian ini saya mengikuti
pemaparan Tony Myers, Slavoj Žižek, Routledge, London, 2003. Diakses
pada dari Slavoj Žižek _ Rumah Filsafat
(The House of Philosophy).htm. pda selasa, 21 Februari 2011; pukul 20.38 WIB.
[13]
Žižek, Slavoj (2010). Žižek and Politics: A Critical
Introduction. London: Edinburgh
University Press.
[14]
Žižek, Slavoj (2010). Žižek and Politics: A Critical Introduction. London: Edinburgh University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar