Kamis, 20 September 2012

Sosialisasi Politik (Political Socialization)


         oleh Alpiadi Prawiraningrat


A.    Pengertian Sosialisai Politik
1.      Austin Ranney
      Sosialisasi politik adalah proses perkembangan di mana seorang memperoleh orientasi politik dalam pola perilaku individu tersebut.[1]

2.       David F. Aberle, dalam “Culture and Socialization

Sosialisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku,
yang menanamkan pada individu-individu keterampilan-keterampilan (termasuk ilmu
pengetahuan), motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-
peranan yang sekarang atau yang tengah diantisipasikan (dan yang terus berkelanjutan)
sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus
dipelajari.[2]

3.      S.N. Eisentadt, dalam “From Generation to Ganeration

Sosialisasi politik adalah komunikasi dengan dan dipelajari oleh manusia lain, dengan
siapa individu-individu yang secara bertahap memasuki beberapa jenis relasi-relasi
umum. Oleh Mochtar Mas’oed disebut dengan transmisi kebudayaan.[3]

4.      Rod Hauge and Martin Harrop

adalah proses melalui mana kita belajar tentang politik. menyangkut terjadinya kepemilikan emosi, identitas dan keterampilan serta informasi. dimensi utama adalah apa yang orang belajar (konten), ketika mereka belajar itu (waktu dan urutan) dan dari siapa (agen).[4]
B.     Profil Pengembangan Diri dalam Sosialisasi Politik.
Proses sosialisasi berlangsung sejak dia lahir hingga mati.  Banyak variasi terhadap proses sosialisasi tersebut baik setiap individu maupun setiap negara, namun secara umum  Austin Ranney mengungkapkan proses atau siklus sosialisasi tersebut adalah sama, diantaranya:
1.      Permulaan/Awal (Beginnings)
Sosialisasi politik pada tahap ini, dimulai pada awal usia tiga atau empat tahun, ketika seorang anak  melihat beberapa objek politik dasar seperti:  polisi, pemerintah sebagai individu di luar lingkungan tempat tinggal mereka.  Dalam tahap ini pula, memilki identifikasi seorang anak lebih emosional daripada konten kognitif.

2.      Masa kanak-kanak (Childhood)
Pada tahap ini, mereka bergerak dari konsepsi-konsepsi yang sangat pribadi seperti kata"pemerintah" sebagai sinonim atau memilki sedikit persamaan "Kantor Polisi".  Dalam tahap ini pula,  mereka mengetahui  kejelasan identitas yang berbeda dan kegiatan presiden, polisi, dll.  Pemahaman perbedaan ini mengambarkan bahwa pada masa ini umumnya pemahaman individu berkembang dari individual dan personal ke lebih umum dan abstrak.

3.      Masa Remaja (Adolescence)
Tahap ini ditandai dengan telah mengalaminya masa pubertas.  Dalam tahap ini biasanya seorang anak sudah bisa menunjukan siakp tidak sepenuhnya setuju  atau kontra terhadap suatu bentuk perubahan politik.  Teman sepermainan sangat berpengaruh  dalam tahap ini dikarenakan masa ini adalah jembatan menuju kedewasaan, sehingga mereka berusaha mencari jati diri dan lingkungan yang membuatnya nyaman.

4.      Masa Dewasa (Adulthood)
Dalam masa ini, individu sudah sangat memahami tentang pemerintahan dan politik.  Sehingga pada masa ini individu mulai paham dimana suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah berhasil atau tidak. Kehausna informasi mulai mereka cari sendiri baik melalu sumber primer maupun sumber sekunder.  Pada tahap ini pula, penilaian individu terhadap suatu masalah lebih dipahamai berdasarkan pemikiran logis dibandingkan dengan emosional semata.

C.     Agen Sosialisasi Politik
Menurut Austin Ranney, agen sosialisasi tersebut adalah:

1.      Keluarga
Merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak untuk tumbuh dan berkembang.keluarga merupakan dasar pembantu utama struktur social yang lebih luas, dengan pengertian bahwa lembaga lainya tergantung pada eksistensinya. Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Fungsi keluarga antara lain: (1) Pengaturan seksual; (2) Reproduksi; (3) Sosialisasi; (4) Pemeliharaan; (5) Penempatan anak di dalam masyarakat; (6) Pemuas kebutuhan perseorangan; (7) Kontrol sosial.( Munandar 1989).

2.       Lembaga pendidikan formal (Sekolah)
      Lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity).[5] Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab. Sehingga sekolah dirasa sebagai tempat yang cukup efektif dalam mendidik seorang anak untuk memupuk rasa tanggung jawab untuk kewajiban dan haknya. Di sekolah, individu juga diajarkan bagaimana cara berpartisipasi dalam kegiatan politik. 

3.      Kelompok Sebaya
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.

4.      Media Massa Komunikasi
Termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.  Media massa memainkan peran utama dalam membentuk pola pokir, serta pendapat tertentu kebanyakan orang terhadap informasi politik.  Sosialisasi melalui media massa adalahcara terbaik yang tersedia dalam sosialisasi informasi politik, dan banyak para ahli berpendapat bahwa media massa sangat penting untuk modernisasi politik.





Tidak hanya agen diatas, Menurut Tischler (1999), masih ada tiga agen lain yang berpengaruh dalam sosialisasi politik, diantaranya:
1.      Pemerintah
Pemerintah merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Pemerintah merupakan agen yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik. Pemerintah yang menjalankan sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah biasanya melibatkan diri dalam politik pendidikan, di mana beberapa mata pelajaran ditujukan untuk memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu kebangsaan, dan sejenisnya. Pemerintah juga, secara tidak langsung, melakukan sosialisasi politik melalui tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah, orientasi afektif individu bisa terpengaruh dan ini mempengaruhi budaya politiknya.

2.       Partai Politik
Partai politik adalah agen sosialisasi politik secondary group. Partai politik biasanya membawakan kepentingan nilai spesifik dari warga negara, seperti agama, kebudayaan, keadilan, nasionalisme, dan sejenisnya. Melalui partai politik dan kegiatannya, individu dapat mengetahui kegiatan politik di negara, pemimpin-pemimpin baru, dan kebijakan-kebijakan yang ada.
3.      Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.  Selain itu, sosialisasi politik juga ditentukan oleh faktor interaksi pengalaman-pengalaman seseorang dalam keluarga, tempat tinggal, pendidikan dan pergaulannya. Karena hal ini yang sangat berperan membentuk karakter anak untuk dewasa nantinya.


1.      Imitasi
Peniruan terhadap tingkah laku individu-individu lain. Imitasi penting dalam sosialisasi masa kanak-kanak. Pada remaja dan dewasa, imitasi lebih banyakbercampur dengan kedua mekanisme lainnya, sehingga satu derajat peniruannya terdapat pula pada instruksi mupun motivasi.
2.      Instruksi
Peristiwa penjelasan diri seseornag dengan sengaja dapat ditempatkan dalam suatu situasi yang intruktif sifatnya.
3.      Motivasi
Sebagaimana dijelaskan Le Vine merupakan tingkah laku yang tepat yang cocok yang dipelajari melalui proses coba-coba dan gagal (trial and error).
Jika imitasi dan instruksi merupakan tipe khusus dari pengalaman, sementara motivasi lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman pada umumnya.
Sosialisasi politik yang selanjutnya akan mempengaruhi pembentukan jati diri politik pada seseorang dapat terjadi melalui cara langsung dan tidak langsung. Proses tidak langsung meliputi berbagai bentuk proses sosialisasi yang pada dasarnya tidak bersifat politik tetapi dikemudian hari berpengatuh terhadap pembentukan jati diri atau kepribadian politik. Sosialisasi politik lnagsung menunjuk pada proses-proses pengoperan atau pembnetukan orientasi-orientasi yang di dalam bentuk dan isinya bersifat politik.
Referensi
Austin Ranney, Governing: An Introduction To Political Science.
David F. Aberle, dalam “Culture and Socialization”
S.N. Eisentadt, dalam From Generation to Ganeration
Rod Hauge and Martin Harrop, Comparative Government and Politics
Fuller dan Jacobs, dikutip dari (Pengantar Sosiologi, Kamanto Sunarto).
Tischler (1999) yang dikutip dari http://tentangkomputerkita.blogspot.com/
http://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/01/sosialisasi-politik/






[1]  Austin Ranney, Governing: An Introduction To Political Science.
[2] David F. Aberle, dalam “Culture and Socialization”
[3] S.N. Eisentadt, dalam From Generation to Ganeration
[4] Rod Hauge and Martin Harrop, Comparative Government and Politics
[5] Fuller dan Jacobs, dikutip dari (Pengantar Sosiologi, Kamanto Sunarto).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar