Kamis, 20 September 2012

IDEOLOGI POLITIK



Oleh Alpiadi Prawiraningrat

Apa itu ideologi?  adalah sebuah pertanyaan mendasar yang berkaitan dengan apa yang dikemukakan oleh Heywood dalam bukunya yang berjudul Politics.  secara sederhana Heywood  berpendapat bahwa: ” Ideology is coherent set of ideas that provides a basis of organised political action..”[1]artinya bahwa ideologi  merupakan seperangkat ide/gagasan dasar dalam  melaksanakan kegiatan politik yang terorganisir. 
Gagasan yang diungkapkan oleh Heywood, bisa jadi terinspirasi dari makna ideologi yang dikemukakan oleh Antoine Destutt de Tracy (1754-1836) yang dianggap sebagai orang yang mempopulerkan istilah ini pada 1796.  De Tracy memaknai ideologi sebagai “ilmu tentang gagasan”. Dia percaya bahwa mengupas akar suatu gagasan secara objektif adalah sesuatu yang mungkin, hal inilah yang hendak dilakukannya dengan ideologi tersebut.
Bagaimana keterkaitannya?  Dari dua pengertian mengenai ideologi di atas, dapat kita pahami bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam suatu negara. Pernyataan tersebut didasarkan oleh pendapat Antoine Destutt de Tracy dalam bukunya Elements of Ideology.  Dia mengungkapkan bahwa ideologi bila dikembangkan dapat menjadi ratu bagi ilmu-ilmu lainya dan berguna dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Kemunculan ideologi sebagai salah satu istilah kunci dalam politik dapat di dari tulisan Karl Marx (1818-1883), terutama dari salah satu karya awalnya The German Ideology. Dalam pandangan Marx, ideologi merupakan manifestasi kekuasaan kelas yang berkuasa. Ideologi digunakan untuk menyamarkan praktik eksploitasi yang dilakukan oleh kelas penguasa atas kelas proletar (pekerja), sehingga kelas proletar gagal untuk menyadari bahwa sesungguhnya mereka telah ditindas. Marx memandang gagasannya sebagai pemikiran ilmiah (scientific), sebab ia disusun secara akurat untuk menelanjangi bekerjanya sejarah dan masyarakat.
Apa makna dari penjelasan Marx tersebut?  Maknanya adalah bahwa selain berguna dalam menyelesaikan suatu persoaalan. Ideologi juga dapat digunakan sebagai alat dalam melanggengkan kekuasaan dan memfasilitasi individu atau kelompok tertentu dalam  menjalankan misinya.
Kembali kepada tulisan Heywood, diungkapkan bahwa Ideologi merupakan suatu sistem gagasan yang kompleks, melingkupi areal kehidupan yang luas. Maka dari itu, acapkali pandangan mengenai suatu ideologi kadang bersinggungan dengan pandangan ideologi lain.
Di bawah ini adalah pengelompokan sederhana berbagai ideologi yang pernah ada.  Pengelompokan ini, tidak bisa secara tepat menggambarkan hakikat ideologi tertentu. Tetapi, pengelompokan ini dapat membantu sebagai pengantar kepada pemahaman yang lebih lanjut.
Tabel 1
Perbandingan Penekanan Ideologi Politik
No
Hal yang Ditekankan
Contoh Ideologi
1
Perjuangan Kelas
 Sosialisme; Komunisme; Marxisme.
2
Kebebasan Pribadi
Liberalisme; Libertarianisme.
3
Kebersamaan
Sosialisme;Sosialdemokrasi; Komunisme; Populisme.
4
Kesukuan atau Kebangsaan
Nasionalisme;Regionalisme; Fasisme; Nazisme; Rasisme.
5
Tradisi
Konservatisme.
6
Isu Pokok Tertentu
Feminisme;Maskulinisme;Ekologisme.
Sumber: diolah dari beberapa sumber
Selanjutnya, dikemukakan gagasan-gagasan pokok yang menjadi ciri beberapa ideologi. Gagasan-gagasan penting dalam liberalisme adalah hal-hal tentang pribadi, kebebasan, nalar, keadilan, dan toleransi.[2] Kontras dengan liberalisme, sosialisme menonjolkan gagasan-gagasan tentang komunitas, kesetaraan, kerjasama, pemenuhan kebutuhan, dan kepemilikan bersama. Sementara anarkisme yang merupakan pengusung ideologi anti-negara mendasarkan pada gagasan-gagasan tatanan alami, anti-negara, dan kebebasan ekonomi. Ideologi yang juga ekstrem adalah fasisme yang mendasarkan pada gagasan-gagasan nasionalisme yang militan, kepemimpinan dan elitisme, perjuangan, dan anti-rasionalisme.[3]
Secara sederhana perbedaan pandangan di antara ideologi-ideologi politik dapat diuraikan sebagai berikut.
Tabel 2
Perbandingan Pandangan Ideologi Tentang Kebebasan
No
Ideologi
Penjelasan
1
Kaum Liberal
 Memprioritaskan kebebasan sebagai nilai tertinggi bagi setiap pribadi.
2
Kaum Konservatif
 Menekankan pada tanggung jawab dan memandang kebebasan negatif sebagai ancaman bagi tatanan masyarakat.
3
Kaum Sosialis
Umumnya memandang kebebasan secara positif sebagai langkah menuju pemenuhan diri secara mandiri.
4
Kaum Anarkis
 Menganggap kebebasan sebagai nilai mutlak yang tidak mungkin didamaikan dengan kewenangan politik dalam bentuk apa pun
5
Kaum Fasis
 Menolak segala bentuk kebebasan pribadi dan menganggapnya sebagai omong kosong.
Sumber: Andrew Heywood. Politics.

Tabel 3
Perbandingan Pandangan Ideologi Tentang Masyarakat
No
Ideologi
Penjelasan
1
Kaum Liberal
 Memandang masyarakat bukan sebagai suatu kesatuan pada dirinya sendiri, melainkan sebagai sekumpulan individu.
2
Kaum Konservatif
 Memandang masyarakat sebagai suatu organisme, sebuah kesatuan yang diikat oleh tradisi, kewenangan, dan moralitas bersama.
3
Kaum Sosialis
 Memahami masyarakat dalam arti kekuatan kelas yang tidak setara, dengan keberjarakan dalam hal hak milik dan ekonomi.
4
Kaum Anarkis
Percaya bahwa masyarakat ditandai oleh ketiadaan regulasi dan harmoni yang alami.
5
Kaum Fasis
 Menganggap masyarakat sebagai kesatuan organik yang menyeluruh, kebersamaan lebih diakui ketimbang keberadaan individu-individu.
Sumber: Andrew Heywood. Politics.
Tabel 4
Perbandingan Pandangan Ideologi Tentang  Kesetaraan
No
Ideologi
Penjelasan
1
Kaum Liberal
Percaya bahwa orang dilahirkan setara, dalam arti bahwa mereka  memiliki nilai moral yang setara.
2
Kaum Konservatif
 Memandang bahwa secara alami masyarakat itu hirarkis, dengan demikian penghapusan ketidaksetaraan tak akan terwujud.
3
Kaum Sosialis
 Memandang kesetaraan sebagai nilai yang mendasar untuk memastikan kohesi sosial dan persaudaraan.
4
Kaum Anarkis
Percaya bahwa masyarakat ditandai oleh ketiadaan regulasi dan harmoni yang alami.
5
Kaum Fasis
Percaya bahwa kehidupan manusia ditandai oleh ketidaksamaan yang radikal baik antara pemimpin dan yang dipimpin maupun antarnegara/ras.
Sumber: Andrew Heywood. Politics.
Pada 1960 Daniel Bell, seorang sosiolog dari Universitas Harvard, melemparkan sinyalemen yang mengejutkan melalui bukunya The End of Ideology. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa setelah Perang Dunia II (terutama di Barat) politik diwarnai oleh kesepahaman umum di antara partai-partai politik besar dan tiadanya perdebatan atau pemilahan ideologis yang jelas. Ketidaksepahaman di antara partai-partai hanya menyangkut cara terbaik untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan materi. Dengan demikian politik telah direduksi dan berada di bawah persoalan ekonomi. Bagi Bell, ideologi pun kemudian menjadi tidak lagi relevan.
Pada 1970an berkembang neo-liberalisme yang mengedepankan gagasan ekonomi privat dan nilai-nilai keluarga. Ideologi ini pun memperoleh gugatan dari berbagai kalangan mengingat dampak negatif yang dihasilkannya. Yaitu antara lain melebarnya kesenjangan antara kalangan berpunya dan mmiskin, terpinggirkannya kepentingan publik, dan kerusakan lingkungan.
Pada 1989, dunia juga dikejutkan oleh runtuhnya Tembok Berlin dan terpecahnya Uni Soviet menjadi beberapa negara baru merdeka. Keruntuhan ini dianggap oleh banyak kalangan sebagai kebangkrutan ideologi komunis. Zbigniew Brzezinski (1992) menyebut bahwa glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi) yang digagas oleh Gorbachev telah meruntuhkan bangunan gagasan Leninisme yang berpijak terutama pada totalitarianisme dan teror. Pemusatan kekuasaan politik di tangan segelintir elite partai membuat birokrasi mampu mengendalikan hampir seluruh struktur masyarakat. Sementara, teror menggejala pada digunakannya kekerasan terorganisasi untuk menyelesaikan berbagai persoalan politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Pembaruan politik yang dilakukan kemudian meruntuhkan basis keabsahan politik rezim totaliter, sebab pembaruan tersebut kemudian memberi ruang yang lebih leluasa bagi partisipasi sosial (meski baru pada tataran yang minimal).
Melihat kenyataan ini, Francis Fukuyama (1992) dengan optimis menyebut era ini sebagai the end of history. Setelah bangkrutnya fasisme dan runtuhnya komunisme, kata Fukuyama, kini demokrasi liberal muncul sebagai pemenang di arena politik. Optimisme ini dipandang secara skeptis oleh Samuel Huntington. Bagi Huntington penerimaan universal demokrasi tidak serta merta menghindarkan konflik di dalam liberalisme, selain itu kemenangan satu ideologi tidak menyingkirkan kemungkinan munculnya ideologi baru. Huntington (1997) pun kemudian memunculkan tesis baru bahwa sumber utama konflik di dunia pasca Perang Dingin bukan lagi ideologi atau ekonomi. Budayalah yang akan menjadi faktor pemecah belah umat manusia dan sumber konflik yang dominan. Suatu benturan antar peradaban.


Daftar Pustaka
Heywood, Andrew. 1998 (2nd edition), Political Ideologies: an Introduction, MacMillan Press Ltd, London.
Surbakti, Ramlan. 2010.  Memahami Ilmu Politik.  PT Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta.
Fukuyama, Francis, 1992. The End of History and the Last Man. Avon Books: New York.
Brzezinski, Zbigniew, 1992 (cet 2), Kegagalan Besar: Muncul dan Runtuhnya Komunisme dalam Abad Kedua Puluh (terj: Tjun Surjaman), Rosda Karya: Bandung.


[1]  Andrew Heywood, Politiczs, (London:  Macmillan Press Ltd, 1997), hal. 62.
[2] Ramlan Surbakti,  Memahami Ilmu Politik.  PT Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta. hal. 43-44.
[3] Ramlan Surbakti,  Memahami Ilmu Politik.  PT Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta. hal. 49.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar