oleh: Alpiadi Prawiraningrat
Judul Buku : Teori-Teori Kkonomi Politik: Pendekatan
Berbasis Negara dalam Ekonomi Politik.
Penulis : James A. Caporaso dan David P.
Levine
Apakah yang dimaksud dengan negara? Teori-teori
apa saja yang menjelaskan tentang negara? Dan Bagaimanakah keterkaitan negara
(otonomi negara) dan ekonomi dalam konteks ekonomi politik? Pertanyaan tersebut
menjadi pemicu kali ini. Secara sistematis James A. Caporaso dan David P.
Levine Dalam tulisannya “Teori-Teori Ekonomi
Politik: Pendekatan Berbasis Negara dalam Ekonomi Politik.” menjawab
pertanyaan tersebut dan memaparkan berbagai pendekatan-pendekatan dengan negara
sebagai pemeran utama serta ketrekaitannya dengan ekonomi politik.
Mengawali karyanya, penulis memaparkan bahwa
negara memiliki peran yang sangat aktif,
karena negara memiliki agenda-agenda yang tidak dapat direduksi menjadi
kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam wilayah pribadi (perekonomian)[1]
dengan merujuk pada otonomi negara, yang dipahami sebagai kemampuan negara
untuk mendefinisikan semata-mata oleh kepentingan pribadi dari
individu-individu dalam masyarakat. Definisi pendekatan yang berpusat pada
negara sebagaimana yang diungkapkan penulis adalah memandang wilayah negara
atau memandang bahwa agenda dari negara dan perekonomian juga merupakan agenda
dari wilayah pribadi.
Pengertian negara yang dikutip penulis mengutip
apa yang diungkapkan oleh Max Weber yang mendefinisikan Negara sebagai suatu
masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah
dalam sesuatu wilayah.[2]
Sedangkan dalam literatur lain Robert M. Maclver mengungkapkan negara sebagai
asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat berdasarkan
sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud
tersebut diberi kekuasaan memaksa.[3]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa negara adalah suatu daerah teritorial yang
rakyatnya diperintah (governed) oleh
sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada
peraturan perundang-undnagannya melalui penguasaan (kontrol) monopolitis
terhadap kekuasaan yang sah.[4]
Penulis mengungkapkan bahwa pada dasarnya ide
tentang otonomi negara merujuk pada kemampuan negara untuk bertindak secara
independen dari faktor-faktor sosial (terutama faktor ekonomi). Pandangan bahwa otonomi adalah kebebasan dari
pengaruh “eksternal” memiliki tiga konsekuensi[5],
yaitu: Pertama, adalah bahwa negara
yang dikatakan bebas akan mampu “menang dalam melawan” tekanan-tekanan dari
masyarakat sipil; Kedua, bahwa
tindakan negara dipandang sebagai tidak dipengaruhi oleh satu kelompok manapun
atau antarkelompok manapun; Ketiga,
bahwa negara dianggap mampu menolak atau menahan tekanan dari luar.
Selanjutnya penulis memaparkan berbagai
pendekatan-pendekatan berbasis negara untuk lebih memhami mengenai konsep
ekonomi politik. konsep tersebut di antaranya:
Pendekatan-pendekatan berbasis masyarakat, yang
terdiri dari: Pendekatan utilitarian yang
dilakukan Nordlinger dengan pertama-tama membuat definisi negara yang
didasarkan pada pemikiran utilitarian yang dipahami pada semua individu yang
memegang jabatan di mana jabatan ini memberikan kewenangan kepada individu
untuk membuat dan menjalankan keputusan-keputusan yang dapat mengikat pada
sebagian atau keseluruhan dari segmen-segmen dalam masyarakat. Ada dua hal penting dalam negara menurut
pendekatan ini[6],
yaitu: Pertama, negara terdiri dari
beberapa individu. Kedua, negara terpisah dari masyarakat di mana ini terikat untuk
mematuhi keputusan-keputusan negara. Dalam
pandangan ini, otonomi negara adalah berbentuk kemampuan dari para pejabat
negara untuk dapat melaksanakan pilihan-pilihan mereka dengan cara menerjemahkan
ke dalam kebijakan publik, yang bisa selaras atau bisa bertentangan dengan
pilihan-pilihan dari orang lain yang bukan pejabat negara.
Salah satu aliran pendekatan utilitarian adalah
aliran pluralisme, yang memandang bahwa negara memiliki peran sebagi fasilitator
belaka. Pluralisme sebagai sebuah teori sosial memberikan peran yang kecil bagi
negara. Menurut pluralisme, otonomi
negara adalah fenomena yang ada secara empris dan tidak dapat dijelaskan
(anomali). Pendekatan korporatis, yang menyatakan bahwa kelompok-kelompok
masyarakat tidak selalu melakukan penggabungan secara bebas, sehingga tidak
bisa mencerminkan realita sosial yang tengah berlangsung.
Selanjutnya adalah pendekatan Marxian, dalam teori
Marxian konsep ekonomi relatif dari negara merupakan sebuah penolakan terhadap
pendapat bahwa negara bertindak sebagai pelaksana dari kepentingan-kepentingan
orang-orang atau individu-individu tertentu yaitu individu yang kapitalis dan
kepentingan mereka masing-masing. Negara
dipandang memiliki kepentingan sendiri yang ideologis, bahwa kepentingan negara
harus disimpulkan dari pemahaman tentang bagaimana struktur dari masyarakat dan
bagaimana mempertahankan kohesi sosial, sehingga memungkinkan terjadinya
akumulasi kekayaan pribadi dalam jangka panjang oleh individu-individu di
dalamnya. Kepentingan yang hendak
dicapai oleh negara adalah kepentingan untuk mempertahankan tatanan sosial
tertentu.
Meskipun kedua teori baik marxis maupun
utilitarain memfokuskan perhatian kepada analisa kepentingan dan tatanan sosial.
Namun keduanya sama-sama tidak mampu menghasilkan teori tentang sebuah negara
yang mampu menjaga tatanan masyarakat yang diperlukan agar
kepentingan-kepentingan sempit itu bisa dikejar oleh indivu-individu dalam
masyarakat.
Untuk membuktikan bahwa cara kerja dari perekonomian kapitalis membawa
dampak politik, Marx mengajukan kritik terhadap pandangan klasik tentang pasar
yang meregulasi dirinya sendiri. Dia melakukan kritik bukan dengan tujuan untuk
membenarkan konsep kapitalisme yang dikendalikan negara, melainkan untuk
menunjukkan bahwa kapitalisme tidak dapat bertahan hidup dalam waktu yang
lama.
Pembuktian dari pernyataan bahwa kapitalisme tidak dapat bertahan hidup dalam
waktu yang lama, menggunakan
konsep kesadaran kelas antara kelas pekerja dan kelas kapitalis akan
memperjelas gap antara kaum pekerja dengan kaum kapitalis atau pemilik modal. Seperti dalam penelitian yang dilakukan marx yang di
sampaikan Charles Bettelheim 1985, dimana akibat dari hubungan produksi (reletion
of production) menjadikan sebuah masyarakat menjadi beberapa kelas.[7]
Penulis juga menjelaskan macam pendekatan lainya,
yaitu statisme, yang berbeda dengan
teori berbasis masyarakat di mana yang mejadi faktor penyebab pemicu adalah
pilihan pribadi (menurut teori utilitarian) atau kondisi material yang dihadapi
individu (menurut teori marxis) yang kemudian menyebabkan terbentuknya tuntutan
politik secara terorganisir (seperti lewat kelompok kepentingan atau partai)
yang di sodorkan kepada negara.
Dalam pendekatan Statisme ini, penulis mencoba
mengutip pemikiran Krarsner yang memahami negara sebagai sejumlah peran dan
institusi yang memiliki dorongan dan tujuan khusus yang berbeda dari
kepentingan kelompok tertentu mana pun dalam masyarakat. Di mana tujuan dari
suatu negara sebagai kumpulan dari keinginan individu-individu atau
kelompok-kelompok adalah sebuah kesalahan yang sangat mendasar, karena tujuan
negara merujuk pada kegunaan (utility)
dan dapat disebut sebagai kepentigan umum masyarakat atau kepentingan nasional.[8]
Masih dalam konteks pemikiran Kresner yang
digunakan penulis, dalam pandangannya negara dipahami sebagai institusi yang
bertanggugjawab menentukan nilai-nilai yang digunakan untuk menentukan kegunaan
masyarakat. Hal yang menarik dari pendekatan Krasner adalah bahwa perbedaan
antara negara dengan masyarakat tidaklah paralel dengan pembedaan antara
wilayah publik dan wilayah pribadi. Krasner secara eksplisit memandang bahwa
tindakan negara memiliki hubungan dengan ideologi, dan meskipun Krasner telah
berusaha untuk menghubungkan ideologi
dengan kepentingan pribadi, namun hubungan yang dihasilkanya belum
dikatakan kuat.
Secara tersirat apa yang dipaparkan penulis yang
memiliki keterkaitan dengan teori-teori tentang otonomi negara telah menunjukan
kepada kita keterbatasan dari metode-metode yang digunakanya untuk memahami
hubungan antara negara dengan masyarakat.
Sehingga kurang dapat menunjukan perubahan-perubahan apa yang perlu
dilakukan terhadap konsep kepentingan pribadi agar dapat menampung ide tentang
negara yang mampu berperan aktif.
Di
samping itu James A. Caporaso dan David P. Levine juga mendeskripsikan mengenai
Pendekatan transformasional terhadap negara.
Dalam pendekatan ini, otonomi negara dipahami dalam dua artian.[9] Pertama, otonomi negara dipahami sebagai
agenda negara yang berbeda dari agenda kepentingan pribadi dan tidak bisa
ditentukan berdasarkan kepentingan-kepentingan pribadi dari individu-individu
dalam masyarakat. Kedua, otonomi negara sejauh ini dianggap sebagai kemampuan negara
untuk melaksanakan kemampuannya sendiri.
Dengan kata lain dalam otonomi negara menurut pandangan ini terdapat
suatu kemampuan untuk membuat tujuan dan kemudian mencapai tujuan tersebut.
Pemikiran dalam tulisan inipun tidak terlepas dari
konseptual dasar mengenai teori negara yang berasal dari Max Weber yang
menyatakan bahwa negara adalah struktur organisasional yang memiliki instrumen kekuasaan
dan pelaku-pelaku yang berhak atau memiliki legitimasi untuk melakukan kekrasan
(force). Konsep pembeda yang menjadi kunci dalam
pandangan Weber berkaitan dengan teori-teori lainnya adalah adanya legitimasi,
yang memandang bahwa negara memiliki hubungan dengan tujuan publik atau
kepentingan publik sehingga hubungan antara negara dengan perekonomian menjadi
erat kaitannya dengan wilayah publik dan wilayah pribadi.
Lalu bagaimana pandangan teori
ekonomi klasik mengenai keterkaitan negara dengan pasar?
Dalam pandangan klasik, pasar dengan sistemya mampu berjalan sendiri dengan mengikuti logika hukumnya, atau pasar itu sebagai
suatu mekanisme otomatis yang selalu mengarah pada neraca keseimbangan,
sehingga terwujud sumberdaya dengan cara yang paling efektif dan
efesien. Salah satu aktor yang berpandangan klasik
adalah Smith melalui ajarannya
yaitu, Laissez faire (biarkan saja). Menurutnya ekonomi pasar akan berkembang dengan bebas
jika negara tidak menghalanginya dengan memberi batasan-batasan.
Penulis menjelaskan bahwa dalam pemikiran Smith menegaskan peranan pemerintah sebaiknya ditekan
seminimal mungkin dalam mekanisme ekonomi pasar dan bahwa sistem pasar adalah sebuah realita yang akan
tercipta dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia, di mana pasar
memiliki hubungan dengan negara tapi pasar bukan organ bawahan dari negara. Inilah
argumentasi kapitalisme liberal klasik dalam menentang campur tangan negara.
Negara dalam konteks ini hanya bertugas menyediakan
kerangka hukum untuk kontrak, pertahanan serta ketertiban dan keamanan. Dalam keyakinan
ekonomi klasik, intervensi negara yang besar terhadap pasar akan memperburuk
lajunya pasar.[10]
Menurut Adam Smith hubungan negara dengan pasar itu, di antaranya: Pertama, melakukan
penjagaan atau pertahanan dalam hal pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
masyarakat kepada masyarakat lainnya; Kedua, proteksi atau penjagaan dimaksudkan untuk melindungi dari tekanan atau
ancaman individu masyarakat atas masyarakat lain, negara menjaga kondisi pasar
agar tetap dalam suasana adil; Ketiga, menjaga barang-barang milik publik agar terhindar dari kerusakan yang
dilakukan masyarakat.[11]
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwasanya
negara itu hanya berfungsi pada bidang-bidang tertentu. Hal ini dilakukan agar terhindar dari berbagai pelanggaran. Di sini pasar
dibiarkan berjalan dengan sendiri tanpa adanya campur tangan negara
secara penuh, negara hanya menjadi penjaga setia pasar agar selalu aman dari
tindak kecurangan. Negara hanya menjadi subordinasi dari pasar dalam upaya
mensejahterakan masyarakatnya.
Buku
ini secara keseluruhan sudah mendeskripsikan unsur-unsur dan teori-teori penting
dalam memahami negara. Teori-teori
mengenai negara (otonomi negara) yang telah dipaparkan
penulis menjadi bagian inti dari buku ini, dijelaskan dengan baik dan disertai
contoh-contoh faktual sehingga sangat membantu pembaca untuk dapat memahami
teori yang sudah dipaparkan. Nilai lebih dari buku ini (khususnya chapter
delapan) adalah menjadi stimulan yang menarik bagi
pembaca untuk lebih memahami lebih mendalam tentang negara yang dipahami bertujuan
untuk kepentingan kepentingan umum sebagai kepentingan masyarakat dan rakyat
banyak dapat tercapai. Sedangkan di sisi
lain, akan jauh lebih baik jika buku ini juga memuat analisis terhadap contoh
kasus yang dipaparkan, dan memuat informasi rinci yang dapat dipergunakan bagi
praktisi. Informasi-informasi tersebut berupa komparasi kelebihan dan kelemahan
antar tori mengenai negara dan konteks yang seperti apa yang cocok untuk masing-masing teori. Informasi tersebut tentunya sangat berguna
bagi pembaca untuk lebih memahami kompleksitas keterkaitan antara negara (otonomi negara) dan ekonomi di dalam ekonomi
politik.
Daftar Pustaka
Sumber Referensi Utama:
Caporaso,
James A. dan David P. Levine. Teori-Teori Ekonomi Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
----------------Theories of Political Economy. New York: Cambridge University Press, 1992.
Sumber
Referensi Pendukung:
Budiardjo,
Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Fakih, Mansour. Bebas
dari Neoliberalisme. Yogyakarta: Insist, 2003.
Gerth,
H.H. and C.Wright Mills, trans., eds and
introduction, From Max
Weber:Essays in Socilogy. New York: Oxford University Press, 1958.
Maclever,
R.M. The Modern State. London: Oxford University Press, 1926.
[1] James A. Caporaso dan David P.
Levine, Teori-Teori Ekonomi Politik
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 447.
[2] H.H. Gerth and C.Wright Mills,
trans., eds and introduction, From Max Weber:Essays in Socilogy (New
York: Oxford University Press, 1958), hlm. 78. “The state is human society that (succesfully) claims the monopoli of
the legitimate use physical force within a given terrritory”
[3] R.M. Maclever, The Modern State (London: Oxford
University Press, 1926), hlm. 22.
[4] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 49.
[5] James A. Caporaso dan David P.
Levine, Op.Cit., hlm. 448.
[6] James A. Caporaso dan David P.
Levine, Op.Cit., hlm. 452
[8] James A. Caporaso dan David P.
Levine, Op.Cit., hlm 11-12.
[9] James A. Caporaso dan David P.
Levine, Op.Cit., hlm 473-474.
[11] James A. Caporaso dan David P.Lavine, Theories
of Political Economy, (New
York: Cambridge University Press, 1992), hlm. 44.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar