Rabu, 09 Oktober 2013

“Faktor-Faktor yang Mneghambat Demokratisasi dalam Perspektif oleh Huber, Rueschemeyer dan Stephens”



 oleh: Alpiadi Prawiraningrat
Mengapa upaya menciptakan kesetaraan sosial dan ekonomi tidak terjadi bersamaan dengan demokratisasi? Pertanyaan tersebut menjadi pemicu kali ini. Dalam artikel The Paradoxes of Contemporary Democracy. Formal, Participatory, and Social Dimensions yang ditulis oleh Huber, Rueschemeyer dan Stephens mengawali tulisanya dengan membagi demokrasi menjadi tiga jenis utama, yaitu: formal, partisipatif dan sosial demokrasi. Mereka mengidentifikasi bahwa masalah utama demokrasi adalah distribusi kekuasaan. Oleh karena itu, mereka melakukan analisis terhadap promosi setiap bentuk demokrasi di Amerika Latin yamg didasarkan atas tiga cluster kekuasaan yang membentuk kondisi dan penciptaan demokrasi, yaitu: kekuatan kelas, negara dan masyarakat sipil, dan internasional atau struktur kekuasaan transnasional. Sebelumnya, telah diungkapkan oleh para penulis bahwa pada kondisi sejarah yang sama yang dipromosikan demokrasi formal, yaitu pergeseran keseimbangan kekuatan kelas dalam masyarakat sipil akan membantu kemajuan kesetaraan sosial dan ekonomi,   akan tetapi relitasnya tidak demikian. Sebgaiamna diungkapkan:
“the current historical conjuncture strides toward introducing and consolidating formal democracy in Latin America and eastern Europe appear to be combined with movements away from more fully participatory democracy and equality”[1]
"Sejarah saat langkah konjungtur dalam memperkenalkan dan mengkonsolidasikan demokrasi formal di Amerika Latin dan Eropa Timur tampaknya dikombinasikan dengan tindakan yang jauh dari demokrasi partisipatif dan kesetaraan."
Huber, Rueschemeyer dan Stephens mendefinisikan demokrasi formal sebagai suatu sistem politik yang menggabungkan empat aspek utama, yaitu:
“regular free and fair elections, universal suffrage, accountability of the states administrative organs to the elected representatives and effective guarantees for freedom of expression and association as well as protection against arbitrary state action.”[2]
“Pemilihan berkala yang bebas dan adil, hak pilih universal, akuntabilitas administrasi negara untuk para wakil terpilih dan jaminan efektif untuk kebebasan berekspresi dan berserikat serta perlindungan terhadap tindakan negara yang sewenang-wenang.”
Akan tetapi, mereka cenderung menyoroti bahwa label demokrasi sering digunakan luntuk mewakili setiap negara yang telah melakukan pemilihan secara bebas, namun di dalamnya terjadi praktek kecurangan. Sehingga Huber, Rueschemeyer dan Stephens melihat bahwa kerap kali demokrasi formal tidak melahirkan kesetaraan, bahkan jika semua empat persyarat terpenuhi, sebuah negara masih mungkin masih jauh dari kesetaraan dalam proses pembuatan keputusan kolektif atau distribusi kekuasaan politik.
Berdasarkan argumen di atas saya setuju, karena kerap kali dalam implementasinya demokrasi yang tujuanya melahirkan kesetaraan dan distribusi kekuasaan dalam masyarakat, justru dalam hal kekuasaan dalam pembuatan kekuasaan hanya dikuasai oleh segelintir individu yang notabennya adalah para pemilik modal.  Sehingga, pihak lain yang tidak memiliki modal sebagai mayoritas nampaklah tidak memiliki kekuasaan dan terjadi ketidakmerataan distribusi kekuasaan di masyarakat.
Selanjutnya, penulis juga mengungkapkan berkaitan dengan demokrasi partisipatoris mensyaratkan kriteria yang telah diungkapkan di atas, ditambah tingkat partisipasi yang tinggi tanpa perbedaan kategori sosial (misalnya kelas, etnis, gender). Sedangkan sosial demokrasi menunjukkan sistem politik yang menggabungkan lima kriteria pertama serta meningkatkan kesetaraan dalam hal sosial dan ekonomi .
Telah diungkapkan sebelumnya bahwa Huber, Rueschemeyer dan Stephens menyoroti meskipun demokrasi formal yang jatuh jauh dari cita-cita yang terkait dengan konsepsi demokrasi sosial, akan tetapi mereka juga mengungkapkan bahwa pembentukan demokrasi formal adalah titik awal yang berguna dalam perkembangan menuju demokrasi sosial tetap.  Bagaimanapun demokrasi formal membuka kemungkinan dan merupakan syarat untuk kemajuan ke arah demokrasi partisipatif dan sosial.
Para penulis mengungkapkan perlunya menggarisbawahi bahwa hubungan antara struktur negara dan negara serta masyarakat adalah sangat penting untuk terciptanya demokrasi. Hal tersebut dikarenakan: 1) Setiap dasar utama kebijakan menuju demokrasi sosial memerlukan kapasitas peran negara yang sangat signifikan; 2) Negara harus kuat dan cukup otonom untuk memastikan aturan hukum atau menghindari kekuasaan dominan elit tertentu; 3) Kekuatan negara perlu counterbalances dengan kekuatan organisasi masyarakat sipil yaitu masyarakat sipil tidak boleh dikuasai oleh negara sehingga dapat tercipta akuntabilitas; 4) Hubungan kekuasaan internasional juga sama pentingnya dengan perubahan dalam politik dan ekonomi dunia, karena dapat berpengaruh terhadap struktur dan kapasitas negara, perdebatan yang dihadapi oleh negara dalam pembuatan kebijakan, hubungan negara-masyarakat dan bahkan keseimbangan kekuasaan dalam masyarakat; 5) Struktur transnasional kekuasaan juga memainkan peran penting, karena cukup menguntungkan untuk mempromosikan demokrasi formal dengan implementasi pemilu yang teratur sehingga berimplikasi terhadap partisipatif dan sosial demokrasi.
Dengan demikian, sebagaimana diungkapkan bahwa: “Thus, the political side of current transnational structures of power, while supporting the expansion of formal democracy, has worked against the promotion of participatory and social democracy because it has closed of consideration of alternative social democratic policy and, by closing off alternatives, has made popular mobilisation and participation less meaningful.[3]
Namun, penulis menjelaskan bahwa banyak negara di Amerika Latin gagal memenuhi kriteria lain dari demokrasi formal yang didefinisikan di awal, karena: 1) Lemahnya akuntabilitas (misalnya kuatnya peran presiden dan lemahnya peran legislatif dan lembaga peradilan ), terjadinya fragmentasi dan kelemahan salah satu lembaga negara menjadikanya sulit untuk menegakkan akuntabilitas; 2) tidak meratanya perlindungan politik dalam masyarakat sipil; disamping itu, 3) Tekanan utang yang terus menguat yang diperkuat oleh kecenderungan untuk memusatkan kekuasaan di eksekutif, melindungi para pembuat kebijakan ekonomi dan pemerintah.
Jika dikaitkan dengan demokrasi partisipatif, kegagalan dapat dilihat dari berbagai aspek: 1) Partai politik, partai-partai politik gagal membangun atau memelihara hubungan dengan kelas bawahan dan mengartikulasikan tuntutan mereka secara efektif; 2) Partisipasi politik rakyat, sedikit ruang untuk partisipasi rakyat; 3) Desentralisai politik, dalam banyak kasus, pelsaksanaan desentralisasi politik justru memperkuat posisi elite lokal dan jaringan klien penguasa; 4) Sistem internasional, berbeda dengan efek positif dari sistem internasional pada promosi demokrasi formal, dalam kasus Amerika Latin sistem internasional telah memiliki dampak yang menekan partisipasi warga. Sebagaimana diungkapkan bahwa:  
“Economic problems rooted in the international system, most prominently continuing debt pressures but also growing internationalization of capital, have also weakened a critical part of the infrastructure of participation, political parties and party systems.”
"Masalah ekonomi yang berakar dalam sistem internasional, yang paling mencolok adalah tekanan utang yang terus tumbuh tetapi juga internasionalisasi modal telah melemahkan bagian penting dari infrastruktur partisipasi, partai politik dan sistem kepartaian."
Sedangkan dalam hal demokrasi sosial, para penulis menjelaskan bahwa kegagalan terjadi karena: 1) Pergeseran kekuasaan karena reformasi neoliberal mengakibatkan kelemahan partai politik dalam demokrasi dan efek kekuasaan militer dan diktator telah berdampak kegagalan untuk mengatasi masalah distribusi kekuasaan.  Jika ada, kebijakan penyesuaian neoliberal telah secara signifikan memperburuk ketimpangan sosial ekonomi.  Sebagaimana diungkapkan:
“The beneficiaries of neoliberal reforms, then, have become very powerful constituencies and obstacles to the pursuit of social democratic policies.”
2) Melemahnya intervensi negara untuk memperbaiki konsekuensi egaliter dari pasar; 3)  berkurangya ruang kekuasaan pemerintah untuk melakukan manuver dengan munculnya globalisasi. Sebagaimana diungkapkan:[4]
 “Increasing internationalization of financial operations and production chains has reduced government’s room to manoeuvre even more in developing than in advanced industrial countries”
"Peningkatan internasionalisasi operasi keuangan dan rantai produksi telah mengurangi ruang pemerintah untuk mengembangkan manuver lebih dalam daripada di negara-negara industri maju.”
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Huber, Rueschemeyer dan Stephens menyoroti kontradiksi antara kemajuan dalam demokrasi formal dan hambatan dalam upaya peningkatan demokrasi yang lebih partisipatif dan berorientasi sosial.  Mereka berpendapat hal ini dikarenakan bahwa keseimbangan kekuatan kelas yang tidak menguntungkan untuk memajukan demokrasi partisipatif, meskipun disisi lain agak menguntungkan bagi keberlangsungan demokrasi formal. Sebagai dasar organisasi penting untuk mobilisasi kelas bawah ke partisipasi politik  telah dirusak oleh meningkatnya kekuatan modal yang disebabkan oleh reformasi neoliberal.
Disamping itu, mereka mengungkapkan bahwa lemahnya partai politik dalam mewakili kepentingan kelas bawah  telah mengakibatkan lemahnya akuntabilitas dalam pemerintahan.  Ditambah tidak berkembangnya hubungan antara struktur negara dan masyarakat, sangat jelas tidak menguntungkan bagi upaya melahitkan demokrasi partisipatif dan sosial demokrasi yang baik. Selain itu, melemahnya otonomi negar dan intervensi struktur kekuasaan internasional juga memberikan pengaruh terhadap perkembangan demokrasi partisipatif dan demokrasi sosial.
Secara keseluruhan Huber, Rueschemeyer dan Stephens telah mendeskripsikan unsur-unsur penting dari demokrasi formal, demokrasi partisipatif dan demokrasi sosial. Nilai lebih dari tulisan ini menjadi stimulan yang menarik bagi pembaca untuk memahami lebih mendalam mengenai demokrasi dan bagaimana faktor ekternal seperti halnya struktur politik internasional juga ikut berperan dalam pengimplementasian demokrasi tersebut. Sedangkan di sisi lain, akan jauh lebih baik jika tulisan tersebut juga memuat analisis terhadap contoh kasus yang dipaparkan, dan memuat informasi rinci yang dapat dipergunakan bagi praktisi. Informasi-informasi tersebut berupa data ataupun komparasi kelebihan dan kelemahan dari ,asing-masing model demokrasi serta bagaimana mekanisme pengaruh yang diberikan oleh faktor eksternal, seperti struktur intenasional mempengaruhi jalannya masing-masing.


Daftar Putsaka
Huber, E., Rueschemeyer, D. and Stephens, J. 1997. The Paradoxes of Contemporary Democracy. Formal, Participatory, and Social Dimensions,  Comparative Politics, Vol. 29, No. 3, pp. 323-342.


[1] Huber, E., Rueschemeyer, D. and Stephens, J. 1997, ‘The Paradoxes of Contemporary Democracy. Formal, Participatory, and Social Dimensions’, Comparative Politics, Vol. 29, No. 3, p. 323
[2] Huber, E., Rueschemeyer, D. and Stephens, J. Ibid.,
[3] Huber, E., Rueschemeyer, D. and Stephens, J. Ibid., hlm. 330.
[4] Huber, E., Rueschemeyer, D. and Stephens, J. Ibid., hlm. 337.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar