oleh Alpiadi Prawiraningrat
Apakah borjuasi
selalu melahirkan demokrasi? Kaum borjuis seperti apakah yang mendukung lahirnya
demokrasi? Pertanyaan tersebut menjadi pemicu kali ini. Dalam karyanya yang
berjudul The Social Origins of
Dictatorship and Democracy, Barrington Moore mencoba mengklasifikasikan pembentukan sistem politik
pada suatu negara sangat dipengaruhi oleh kekuatan kaum borjuis sebagai aktor
politik yang memegang peran yang sangat besar. Tesis tersebut didasarkan pada
fenomena yang terjadi di beberapa negara seperti, United States, Cina, Inggris, Rusia, Prancis, Jepang dan Jerman.
Hal
menarik dari tesis Moore menunjukan apabila kekuatan borjuis strong maka yang lahir adalah negara
dengan sistem politik demokrasi, apabila kekuataan borjuis moderat maka yang lahir adalah negara dengan sistem facisme,
sedangkan apabila kekuatan borjuis weak
maka sistem politik negara yang lahir adalah komunisme. Namun terdapat kritikan
terhadap tesis tersebut, di antaranya berkaitan dengan model borjuasi; indikator kekuatan dari borjuasi serta ruang
lingkup atau cakupan tesis yang dikemukakan Moore tersebut.
Moore mengungkapkan
bahwa kaum borjuis memiliki peranan penting dalam pembentukan sistem politik
demokrasi, akan tetapi definisi borjuis sebagai kaum menengah semacam apa yang
diungkapkan oleh Moore tidaklah jelas, apakah kaum pengusaha? birokrat? ataupun versi lainnya, karena perlu dipahami
bahwa borjuis sebagai kelas menengah bukanlah suatu entitas tunggal, tapi merupakan
entitas majemuk (middle classes) karena
terdiri dari berbagai kategori kelompok. Sehingga cukup sulit untuk memahami
definisi borjuis sebagai kelas menengah menurut pandangan Moore.
Kritik
tersebut berimplikasi terhadap pertanyaan selanjutnya yaitu indikator yang
digunakan oleh Moore dalam mengklasifikasikan kekuatan dari kaum bojuis itu
sendiri. Moore mengungkapkan beberapa kategori kekuatan dari kaum borjuis yang berdampak terhadap pembentukan suatu sistem
politik dalam suatu negara, akan tetapi indikator yang digunakan Moore
kuranglah jelas, indikator ini saya rasa menjadi suatu hal yang perlu untuk
dipahami sebagai salah satu cara melihat kategorisasi dari borjuis sendiri
sebagai entitas yang majemuk, sehingga menjadi acuan atau tolak ukur untuk
memahami sumber-sumber kekuatan serta dampak yang dihasilkannya.
Definisi
utama dari kaum borjuis serta indikator yang digunakan dalam melihat borjuasi
memiliki korelasi dengan sejauh mana cakupan tesis Moore dapat digunakan. Apakah
teori ini berlaku untuk daerah-daerah di
bawah struktur negara seperti hal nya daerah di Indonesia yang yang terdiri dari
banyak etnis dan bangsa? Hal ini
mengingat karena klasifikasi borjuis sebagai kaum menengah di tingkat lokal dimungkinkan
memiliki perbedaan dengan tingkat nasional.
Kekonsistenan
Moore pada tesisnya yang mengungkapkan kelas borjuis sebagai pelopor demokrasi
yang ditunjukan dengan trek dari
negara-negara maju yang kuat kelas borjuis-nya seperti halnya Amerika Serikat
didasarkan karena feodalisme atau tuan tanah tidak disukai oleh kapitalis,
karena tidak bebas untuk mengakumulasi kapital dan kapitalis tidak bisa hidup
dalam feodalisme, orang feodal masih bisa hidup dalam kaptalisme sebagai
contoh adalah Inggris. Hal tersebut
merujuk kepada petanyaan, apakah hanya kaum borjuis yang mampu menciptakan
demokrasi dan sistem politik lainnya?
Perlu dipahami bahwa kejatuhan feodalisme dan
stabilnya demokrasi merupakan rentang waktu yang lama dan buruhlah yang
memiliki pengaruh terhadap pembentukan demokrasi bukan kelas borjuis. Hal ini didasarkan bahwa pada tahun 1790-an
tumbuh demokrasi yang sebagian besar dipengaruhi buruh dan pada tahun 1970-an lah stabilnya demokrasi
baru dirasakan dibuktikan dengan tumbuh kembangnya kesetaraan kulit hitam dan
putih serta mulai diakuinya hak pilih perempuan. Buruh menjadi aktor penting
dalam demokrasi karena mereka merupakan
kelompok paling berkempentingan dibandingkan dengan kaum menengah atau
borjuis. Dibandingkan dengan kaum
borjuis buruh lebih sering ditindas karena upah rendah dan tunjangan yang
rendah, sehingga nampaklah bagimana buruh memungkinkan untuk melakukan revolusi
sistem politik menuju demokrasi, karena tekanan psikologis yang
dimilikinya. Hal ini didasrkan oleh
teori agregat psikologis yang diungkapkan Theda Skocpol dalam tulisanya “State and Social Revolution” yang mana
konsep ini menekankan bahwa motivasi yang mendorong individu untuk melibatkan
diri dalam kekerasan politik dan gerakan revolusioner. Begitupun dengan kaum buruh, dorongan akan
tekanan psikologis yang dimilikinya menjadi salah satu faktor gerakan
revolusioner kaum buruh untuk menuntut suatu perubahan sistem politik, termasuk
mengarahkannya kepada demokrasi. Oleh
karena itu, perpektif bahwa borjuis bukanlah satu-satunya aktor yang mendukung
pengimplementasian upaya menuju demokasi, kelompok lain termasuk buruhpun dapat
ikut berperan tergantung dari situasi dan kondisi dimana hal tersebut terjadi.
Daftar
Pustaka
Referensi Utama:
Skocpol,
Theda. Social Revolution in The Modern
World: A Critical Review of Barrington Moore’s Social Origins of Dictatorship
and Democracy. New York: Cambridge University
Press, 1994. Hlm. 25-54.
Referensi Tambahan:
Moor,
Barrington JR. The Social Origins of Dictatorship and Democracy. http://courses.nus.edu.sg/course/socsja/SPCnotes/Moore.html. Diakses pada 12 September 2013; Pukul 11.16
WIB.
Skocpol, Theda. States and Social Revolution: A
Comperative Analysis of France, Rusia, and China. New York: Cambridge University Press,
1979.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar