Minggu, 12 Mei 2013

"Kompleksitas dalam Memahami Teori Negara”

oleh: Alpiadi Prawiraningrat

Judul Buku      : Theories of Comparative Political Economy: Theories of The State
Penulis             : Ronald H. Chilcote
Apakah itu negara? Bagaimana negara dapat terbentuk? Teori-teori apa saja yeng menjelaskan tentang negara? Pertanyaan tersebut menjadi pemicu kali ini. Secara sistematis Ronald H. Chilcote menjawab pertanyaan tersebut dan memaparkan berbagai macam teori yang berkaitan dengan negara melalui dua konsep utama, yaitu: a) The Liberal State, mulai dari masa Plato dan Aristoteles sampai dengan masa klasik seperti Hobbes, Locke, Rousseau, Montesquieu, lalu liberal tradisional Adam Smith, utilitarian Bentham dan pluralisme seperti Weber, Schumpeter dan Dahl; dan b) The Progressive State. mulai dari masa klasik yaitu Hegel dan tradisional Marx & Engels, dan hegemoni oleh Gramsci.
Max Weber mendefinisikan Negara sebagai suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam sesuatu wilayah.[1] Sedangkan Robert M. Maclver mengungkapkan negara sebagai asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.[2] Sehingga dapat disimpulkan bahwa negara adalah suatu daerah teritoroal yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undnagannya melalui penguasaan (kontrol) monopolitis terhadap kekuasaan yang sah.[3] Berkaitan dengan pengertian negara tersebut, penulis mencoba memaparkan berbagai teori negara menurut beberapa ahli, di antaranya:
Plato dalam bukunya Republic membagi empat tipe negara, yaitu: a). Timokrasi, merupakan bentuk negara yang pemerintahanya ingin mencapai kemasyhuran dan kehormatan; b) Oligarkhi, bentuk pemerintahan yang hanya dipegang oleh segelintir orang saja; c) Demokrasi, pemerintahan oleh rakyat miskin (jelata).  Dalam demokrasi semua orang memiliki kebebasan yang sama. dan d). Tirani, yaitu pemerintahan oleh seorang penguasa yang bertindak dengan sewenang-wenang.
Selanjutnya, penulis juga memaparakan pemikiran Thomas Hobbes, yang temasuk seorang penyokong teori Divine Right[4] yang memiliki pemikiran yang sama dengan Rousseau bahwa pemerintahan terbentuk karena adanya kontrak atau perjanjian sosial yakni pactum subjectionis atau perjanjian pemerintahan, dengan cara segenap individu berjanji menyerahkan semua hak-hak kodrat yang mereka miliki kepada seorang atau sekelompok orang yang ditunjuk untuk mengatur kehidupan mereka[5] yang  menjamin kebebasan dan kesetaraan setiap orang. Bagi Hobbes konstitusi atau undang - undang yang berlaku di sebuah negara dapat membuat pemerintahannya berjalan dengan stabil jika negara tersebut mematuhinya, karena peraturan yang mengatur penggunaan kekuasaan lebih mungkin diamati ketika kekuasaan berada di tangan orang yang berdaulat daripada dibagi di antara beberapa orang yang berkuasa dan ditambahkan oleh Rousseau bahwa negara memiliki intervenor untuk mencegah terjadinya ketidaksetaraan. Dan baginya pemerintahan yang baik dapat terwujud melalui pendidikan dan budi pekerti yang baik pula.  Pemikiran Hobbes bertentangan dengan Montesquieu yang membagi tiga tipe pemerintahan yaitu republik, monarkhi, dan despotisme dan berpendapat bahwa kekuasaan pemerintah memiliki batasan dan bukan merupakan kekuasaan yang absolut seperti yang diungkapakn Hobbes. Sementara Locke berpendapat bahwa pemerintahan di suatu negara terbentuk dari kekuasaan paternal. Sehingga, orang dapat masuk dalam pemerintahan, lalu mempertahankan kebebasan dan keamanan mereka masing-masing serta bergabung untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan mematuhi hukum yang berlaku.
Penulis juga menjelaskan bahwa skeptisme mengenai teori keseimbangan kekuasaan terletak pada ide mengenai pasar bebas yang dapat meningkatkan ambisi politik seseorang. Menurut Adam Smith, ketika individu dimotivasi dengan pertumbuhan ekonomi maka orang tersebut akan berupaya untuk mengumpulkan semaksimal mungkin barang-barang yang ada dan hanya peduli terhadap dirinya sendiri dan tidak memperdulikan orang lain. Disini, peran Negara adalah meregulasi pasar di dalam merkantilisme kapitalisme ekonomi dan Negara harus menyediakan legal “framework” untuk memfasilitasi pasar.
Dalam konsep Progressive State, penulis mengangkat pemikiran Hegel yang membagi negara dalam tiga kekuasaan, a). Legislatif, berperan dalan menentukan keputusan yang bersifat universal; b). Eksekutif, berperan menyelesaikan kehendak tertentu; dan c). Kekuasaan yang berdaulat atau raja, sebagai pembuat keputusan terakhir dalam negara. Sementara untuk Marx dan Engels, berpendapat bahwa setiap negara memiliki hirarki atau kelas sosial yang melahirkan kesenjangan di antara kelas, serta memunculkan eksploitasi dari yang kaya kepada yang miskin dalam bidang ekonomi. Dalam pemikiran Gramsci terhadap negara, ia memberikan konsep hegemoni, yaitu organisasi yang disetujui melalui persuasi dan paksaan dimana kelas dan wakil-wakilnya memegang kekuasaan atas kelas bawahan.
Penulis juga menjelaskan beberapa teori tentang bentuk Negara, yaitu: a). Mainstream Theory yang cenderung memandang negara dari sisi liberal kapitalis dan korporatis; dan b). Alternative Theory, lebih memandang negara dari sisi Marxis sosialis dan regulasi ekonomi.
Berkaitan dengan Maintream Theory, dapat dipahami dengan beberapa perspektif: yaitu: a). Perspektif Pluralis Kapitalis (Pluralist-capitalist perspective), melihat negara sebagai arena pasar yang politis dan bekerja menyaring permintaan dan kepentingan kelompok dan individu di dalamnya dan badan-badan negara berfungsi sebagai badan netral, berperan sebagai mediator dalam konflik antar kelompok-kelompok berkepentingan; b). Perspektif Institusional (institutional perspective), melihat negara terbentuk berdasarkan kumpulan dari badan-badan pemerintahan; c). Perspektif Korporatis (corporatist perspective), sebuah sistem ekonomi di mana negara berperan mengontrol bisnis-bisnis swasta demi empat tujuan: kesatuan, keteraturan, nasionalisme dan kesuksesan; d). Perspektif Birokratik Otoriter (Bureaucratic authoritarian perspective), negara dianggap sebagai penjamin dan pengatur yang dilakukan lewat struktur kelas burjois yang tersubordinasi; dan  e). Perspektif Neoliberal (Neoliberal perspective), yang menghendaki pasar bebas dan otonomi individual dalam proses pasar serta berkeinginan untuk menyingkirkan pemerintah dari arena ekonomi dengan cara melakukan privatisasi ekonomi, membebaskan pasar dari regulasi pemerintah dan membuka ekonomi nasional pada perdagangan internasional dan investasi asing dan akan menghentikan program bantuan sosial.
            Sedangkan Alternative Theory juga dipahami melalui beberapa perspektif, yaitu: a). Perspektif Pluralis Sosialis (Pluralist socialist perspective), bahwa negara sebagai mediator yang berwenang di atas segalanya dan memastikan jalannya kompetisi yang teratur antara individu dan kelompok bersamaan menjaga kepentingan masyarkat; b). Perspektif Marxis Institusionalis (Marxist institutionalist perspective), berbasis pada teori ekonomi neoklasik dan teori ekonomi Marxis, dengan fokus pada institusionalisme dan menilai bahwa individu-individu terikat dalam struktur-struktur sosial, politik dan ekonomi Negara; c), Perspektif Instrumental (instrumental perspective), memfokuskan pada kelas yang berkuasa dalam negara dan mekanisme yang menghubungkan kelas tersebut dengan kebijakan negara. Melihat bahwa negara merupakan komite atau instrumen bagi kelas borjuis untuk mengurus kepentingannya, seperti oleh Lenin yang menganggap bahwa tentara dan polisi merupakan alat bagi kelas yang menguasai Negara; d). Perspektif Struktural (structural perspective), penting dalam membedakan basis ekonomi atau infrastruktur dengan suprastruktur, yang merupakan negara dan aparatusnya. Gramsci menambahkan pada teori ini tentang apa yang dapat dikontribusikan oleh suprastruktur terhadap kapital, yaitu dengan menciptakan hegemoni atau blok historis; e). Perspektif Regulasi (regulation perspective), melihat bahwa kapitalisme berkembang melalui beberapa periode krisis berdasarkan regularitas dan melihat bahwa sistem ekonomi tanpa regulasi tidak dapat berjalan, terutama disaat krisis, sehingga dapat jatuh dalam konflik sosial dan politik; 6). Perspektif Feminis (feminist perspective), menghendaki perubahan pada sistem patriarkis yang selama ini berlangsung. Para feminis menghendaki masuknya peran feminis dalam birokrasi dalam politik dan ekonomi, yang selama ini identik dengan kaum pria.
            Dari beragam teori dan pandangan di atas, masih terdapat isu-isu permasalahan dalam memahami state theory, di mana peran kapital atau modal dalam negara modern dapat dilihat dalam aspek instrumentalisme, yang mana kelas borjuis atau kapitalis, secara keseluruhan atau sebagian dari mereka memanipulasi negara dan menggunakannya sebagai instrumen untuk memajukan kepentingan mereka dan dalam prosesnya mengorbankan kelas lainnya. Juga dapat dilihat permasalahan melalui strukturalisme; yang mana tekanan dan ikatan eksternal membuat negara sulit untuk membuat kebijakan yang berlawanan dengan kepentingan pemegang modal, atau kebalikannya struktur dalam negara itu sendiri yang mengikat negara dan memastikan bahwa kepentingan pemegang modal terpenuhi.
Artikel Theories of The State ini secara keseluruhan sudah mendeskripsikan unsur-unsur penting dalam teori negaraTeori-teori yang dipaparkan penulis yang menjadi bagian inti dari artikel ini, dijelaskan dengan baik dan disertai contoh-contoh faktual sehingga sangat membantu pembaca untuk dapat memahami teori yang sudah dipaparkan. Nilai lebih dari buku ini adalah menjadi stimulan yang menarik bagi pembaca untuk lebih memahami lebih mendalam tentang teori negara.  Sedangkan di sisi lain, akan jauh lebih baik jika buku ini memuat analisia terhadap contoh kasus yang dipaparkan, dan memuat informasi rinci yang dapat dipergunakan bagi praktisi. Informasi-informasi tersebut berupa komparasi kelebihan dan kelemahan antarmodel teori dan konteks yang seperti apa yang cocok untuk masing-masing teori.  Informasi tersebut tentunya sangat berguna bagi pembaca untuk lebih memahami kompleksitas dalam memahami teori negara.
Daftar Pustaka
Sumber Utama:
Chilocote, Ronald H. Theories of The State dalam Theories of Comparative Political.         Oxford: Westview Press, 2000.

Referensi Tambahan:
Budiardjo, Miriam.  Dasar-Dasar Ilmu Politik.  Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Friedman, W.  Legal Theory.  London: Stevens & Sons Limited, 1960.
Gerth, H.H. and C.Wright Mills, trans., eds and  introduction, From Max Weber:Essays in            Socilogy.  New York: Oxford University Press, 1958.
Lubis, M. Solly S. H.  Ilmu Negara.  Bandung: Alumni, 1981.
Maclever, R.M. The Modern State. London: Oxford University Press, 1926.



[1] H.H. Gerth and C.Wright Mills, trans., eds and  introduction, From Max Weber:Essays in Socilogy (New York: Oxford University Press, 1958), hlm. 78. “The state is human society that (succesfully) claims the monopoli of the legitimate use physical force within a given terrritory
[2] R.M. Maclever, The Modern State (London: Oxford University Press, 1926), hlm. 22.
[3] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 49.
[4] M. Solly Lubis S. H.  Ilmu Negara.  (Bandung: Alumni, 1981), hlm. 37.
[5] W. Friedman.  Legal Theory. (London: Stevens & Sons Limited, 1960), hlm. 42.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar