Dalam artikel yang
ditulis Dr. Nayef R.F Al-Rodhan dengan judul “Definitions of Globalization: A Comperhenshive Overview a Proposed
Definition” dipaparkan 114 definisi mengenai globalisasi dari berbagai perspektif.
Dengan mengambil sample, tulisan ini mencoba menglkasifikasikan beberapa definisi
globalisasi tersebut ke dalam berbagai aspek, di antaranya ekonomi, politik,
sosial/budaya, geografi dan teknologi serta menunjukan definisi pro dan kontra
dari setiap aspek tersebut. Selain itu, tulisan ini juga memberikan perspektif
penulis mengenai masing-masing definisi. Klasifikasi dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel I
Klasifikasi Definisi Pro dan Kontra Mengenai Globalisasi
No
|
Aspek
|
Definisi Pro
|
Definsi Kontra
|
1
|
Ekonomi
|
“…process in
which the production and financial structures of countries are becoming
interlinked by an increasing number of cross-border transactions to create an
international division of labour in which national wealth creation comes,
increasingly, to depend on economic agents in other countries, and the
ultimate stage of economic integration where such dependence has reached its
spatial limit.”[1]
|
“…globalization as an ideological construct devised
to satisfy capitalism’s need for new markets and labour sources and propelled
by the uncritical ‘sycophancy’ of the international academic business
community.”[2]
|
2
|
Politik
|
“…globalization
is not an output of the ‘real’ forces of markets and technologies, but is
rather an input in the form of rhetorical and discursive constructs,
practices and ideologies which some groups are imposing on others for
political and economic gain.”[3]
|
“Globalization is what we in the Third
World have for several centuries called colonization.”[4]
“Globalization - however the word is
understood - implies the weakening of state sovereignty and state structures.”[5]
|
3
|
Sosial/Budaya
|
“The process of globalization suggests
simultaneously two images of culture. The first image entails the extension
outwards of a particular culture to its limit, the globe. Heterogeneous
cultures become incorporated and integrated into a dominant culture which
eventually covers the whole world. The second image points to the compression
of cultures. Things formerly held apart are now brought into contact and
juxtaposition.”[6]
|
“Globalization is the direct consequence of
the expansion of European culture across the planet via settlement,
colonization and cultural replication. It is also bound up intrinsically with
the pattern of capitalist development as it has ramified through political
and cultural arenas. However, it does not imply that every corner of the
planet must become Westernized and capitalist but rather that every set of
social arrangements must establish its position in relation to the capitalist
West - to use Robertson’s term, it must relativize itself.”[7]
|
4
|
Geografi
|
“…a world in which societies, cultures, politics
and economics have, in some sense, come closer together.”[8]
“A set of processes leading to the
integration of economic, cultural, political, and social systems across
geographical boundaries.”[9]
|
|
5
|
Teknologi
|
“Globalization is the
latest stage in a long accumulation of technological advance which has given
human beings the ability to conduct their affairs across the world without reference to
nationality, government authority, time of day or physical environment.”[10]
|
|
Sumber: Dr.
Nayef R.F Al-Rodhan. Definitions of
Globalization: A Comperhenshive Overview an a Proposed Definition. Geneva, June 19, 2006. P. 1-21.
Berdasarkan
aspek ekonomi definisi pro globalisasi merupakan suatu proses
di mana produksi dan keuangan struktur negara
menjadi saling terkait dengan peningkatan jumlah transaksi lintas batas yang menciptakan
pembagian kerja internasional dan
berkorelasi terhadap kekayaan nasional.
Globalisasi memungkingkan peningkatan pendapatan negara karena aktivitas
ekonomi yang dilakukan secara kerjasama internasioanl, dan saling
menguntungkan. Namun apakah implementasianya demikian? Secara prosedural dan commonsense hal tersebut memanglah
terjadi, akan tetapi ikatan kerjasama dengan pihak lain lebih jauh
mengakibatkan suatu negara menjadi sangat bergantung kepada pihak lain. Hal ini
terutama dirasakan oleh negara berkembang yang sangat terikat oleh modal asing.
pandangan tersebut selaras dengan pendapat David Steingard dan Dale Fitzgibbons,
yang mengungkapkan bahwa globalisasi tidak ubahnya hanya
sebagai konstruksi ideologis yang
dirancang untuk memenuhi kebutuhan
kapitalisme guna menemukan pasar baru dan sumber tenaga kerja dengan upah rendah. Dibandingkan upaya menciptakan peningkatan
kekayaan negara sehingga masyarakatnya menjadi sejahtera, globalisasi hanya
sebuah cover untuk melakukan
eksploitasi terhadap sumber daya yang melimpah yang dimiliki negara-negara
berkembang.
Konsekuiensi
dari pendapat di atas adalah ketergantungan, Sehingga tidak mengherankan jika negara-negara
dunia ketiga hanyalah sebagai negara komprador, yang didasarkan teori
ketergantungan Robison di mana reintegraasi kapitalisme negara dunia ketiga
termasuk Indonesia ke dalam sistem
global yang berarti adanya subordinasi struktur ekonomi Indonesia sebagai yang
diperlukan untuk modal international, juga subordinasi tehadap borjuasi
domsetik Indonesia, baik dengan hubungan mereka sebagai komprador atau
eliminasi.[11]
Sedangkan pada aspek lain, seperti politik. Globalisasi
dipahami sebagai jalan dalam penguatan struktur politik nasional melalui
integrasi ekonomi international, di mana lebih dipahami sebagai kolonilaisasi
melalui kapitalisme. Kapitalisme di
negara-negara dunia ketiga sebagaimana diungkapkan Yoshihara Kunio merupakan kapitalisme
komprador, ditunjukkan negara sebagai agen industri manufaktur asing di
negerinya sendiri.[12] Disamping itu, kapitalisme
yang terjadipun terutama di Asia Tenggara dan Indonesia abad modern ini lebih sering
disebut sebagai ersatz capitalism (kapitalisme semu/kapitalisme yang
menjadi substitusi inferior dari kapitalis yang sebenarnya), di mana campur
tangan pemerintah di satu sisi dan perkembangan teknologi yang tidak memadai di
sisi lain menjadi faktor di balik ersatz tersebut.[13] Globalisasi
yang didalamnya terdapat kapitalisme, mampu memfasilitasi pemilik modal
memiliki kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dengan negara. Pemilik modal memiliki bargaining position
yang kuat dalam mempengaruhi kebijakan, dan secara tidak langsung telah
melemahkan kedaulatan dan struktur negara, seperti apa yang dikatakan Beck, bahwa “Globalization - however the word is understood -
implies the weakening of state sovereignty and state structures.”[14]
Kuatnya peran pemilik
modal dalam globalisasi sehingga mampu melemahkan kedaulatan suatu negara dan
mereduksi struktur negara, juga berimplikasi dalam aspek budaya negara tersebut.
Dalam definisi pro globalisasi diungkapkan bahwa proses
globalisasi memungkinkan integrasi budaya dari berbagai budaya
yang heterogen di dunia ini. Akan tetapi
realisasinya tidak demikian, kenyataanya di lapangan menunjukan dibanding pengintegrasian
budaya dunia yang heterogen, sebetulnya globalisasi justru mereduksi
budaya-budaya lain dan memfasilitasi ekspansi budaya barat Eropa, kolonisasi dan replikasi
budaya. Hal ini juga terikat secara intrinsik dengan pola pembangunan kapitalis seperti yang telah bercabang melalui arena politik
dan budaya.
Oleh
karena itu, meskipun globalisasi difasilitasi oleh kemajuan
teknologi yang telah memberikan manusia
kemampuan untuk melakukan urusan mereka
di seluruh dunia tanpa
mengacu pada kebangsaan, otoritas
pemerintah, waktu, serta di mana masyarakat, budaya, politik
dan ekonomi telah, dalam beberapa rasa, saling mendekat.
Pengimplementasian globalisasi masih banyak yang perlu dikritisi. Hal
ini sebagai suatu upaya mereduksi sisi negatif dari globalisasi itu
sendiri.
Daftar Pustaka
Sumber utama:
R.F, Nayef Al-Rodhan, Dr. Definitions of Globalization: A
Comperhenshive Overview and a Proposed Definition. Geneva, June 19, 2006.
Referensi:
Robison, Richard. Negara dan kapital di bawah Orde Baru:
Kajian Teoritis, dalam Richard Robison, Soeharto
dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia. Depok: Komunitas Bambu, 2012.
Kunio, Yoshihara. The Raise of Ersatz Capitalism in
Southeast Asia. Jakarta: LP3ES, 1990.
[1] Paul Bairoch and Richard
Kozul-Wright, “Globalization Myths: Some
Historical Reflections on Integration, Industrialization and Growth in the
World Economy”, Discussion Paper 113 (Geneva: UNCTAD, March 1996), p. 3,
see http://www.unctad.org/en/docs/dp_113.en.pdf dalam Dr. Nayef R.F Al-Rodhan. Definitions of Globalization: A
Comperhenshive Overview and a Proposed Definition. Geneva, June 19, 2006, p. 11.
[2] David Steingard and Dale
Fitzgibbons, “Challenging the Juggernaut
of Globalization: A Manifesto for Academic Praxis”, Journal of
Organizational Change Management, Vol. 8, No. 4, 1995, pp. 30-54, as cited in
P. Kelly, “The Geographies and Politics
of Globalization”, Progress in Human Geography, Vol. 23, No. 3, 1999, pp.
379-400, p. 383 dalam Dr.
Nayef R.F Al-Rodhan. Ibid., P. 10.
[3] C. Walck and D. Bilimoria, “Editorial: Challenging ‘Globalization’
Discourses”, Journal of Organizational Change Management, Vol. 8, No. 4,
1995, pp. 3-5, p. 3, as cited in P. Kelly, “The Geographies and Politics of
Globalization”, Progress in Human Geography, Vol. 23, No. 3, 1999, pp. 379-400,
p. 383. Dr. Nayef R.F. Ibid.,
[4] Martin Khor, 1995, as cited in
J. A. Scholte, “The Globalization of
World Politics”, in J. Baylis and S. Smith (eds.), The Globalization of World
Politics, An Introduction to International Relations (New York: Oxford
University Press, 1999), p. 15. dalam Dr.
Nayef R.F. Ibid.,
[5] Ulrich Beck, “The Cosmopolitan Perspective: Sociology of
the Second Age of Modernity”, British Journal of Sociology, Vol. 51, Issue
No. 1, January/March 2000, pp. 79-105, p. 86 dalam Dr. Nayef R.F. Ibid., p. 14.
[6] Mike Featherstone, Undoing Culture, Globalization,
Postmodernism and Identity (London: Sage, 1995), pp. 6-7, as cited in “Culture Communities: Some Other Viewpoints”,
Issues in Global Education, Newsletter of the American Forum for Global
Education, Issue No. 158, 2000 dalam Dr.
Nayef R.F. Ibid., p. 10.
[7] Malcolm Waters, Globalization, 2nd ed. (London:
Routledge, 2001), p. 6 dalam Dr. Nayef R.F. Ibid.,
p. 15.
[8] Ray Kiely and Phil Marfleet, Globalisation and the Third World
(London: Routledge, 1998), p. 3 dalam Dr.
Nayef R.F. Ibid., p. 13.
[9] HSE Web Depot,24 web resource accessed
March 21, 2006, see http://www.hsewebdepot.org/imstool/GEMI.nsf/WEBDocs/Glossary dalam Dr. Nayef R.F. Ibid., p. 19
[10] Richard Langhorne, The Coming of Globalization: Its Evolution
and Contemporary Consequences (Houndmills, Basingstoke: Palgrave, 2001), p.
2.
[11] Robison, Richard. Negara dan kapital di bawah Orde Baru:
Kajian Teoritis, dalam Richard Robison, Soeharto
dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia
(Depok: Komunitas Bambu, 2012) hlm. 89.
[12] Yoshihara
Kunio, The Raise of Ersatz Capitalism in Southeast Asia (Jakarta: LP3ES, 1990), hlm. xv.
[13] Ibid.,
[14] Ulrich Beck. Op. Cit.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar