Jumat, 27 Desember 2013

“Kritik terhadap Pengimplemntasian Globalisasi”



Dalam artikel yang ditulis Dr. Nayef R.F Al-Rodhan dengan judul “Definitions of Globalization: A Comperhenshive Overview a Proposed Definition” dipaparkan 114 definisi mengenai globalisasi dari berbagai perspektif.  Dengan mengambil sample, tulisan ini mencoba menglkasifikasikan beberapa definisi globalisasi tersebut ke dalam berbagai aspek, di antaranya ekonomi, politik, sosial/budaya, geografi dan teknologi serta menunjukan definisi pro dan kontra dari setiap aspek tersebut. Selain itu, tulisan ini juga memberikan perspektif penulis mengenai masing-masing definisi. Klasifikasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel I
Klasifikasi Definisi Pro dan Kontra Mengenai Globalisasi
No
Aspek
Definisi Pro
Definsi Kontra
1
Ekonomi
“…process in which the production and financial structures of countries are becoming interlinked by an increasing number of cross-border transactions to create an international division of labour in which national wealth creation comes, increasingly, to depend on economic agents in other countries, and the ultimate stage of economic integration where such dependence has reached its spatial limit.[1]
“…globalization as an ideological construct devised to satisfy capitalism’s need for new markets and labour sources and propelled by the uncritical ‘sycophancy’ of the international academic business community.”[2]
2
Politik
…globalization is not an output of the ‘real’ forces of markets and technologies, but is rather an input in the form of rhetorical and discursive constructs, practices and ideologies which some groups are imposing on others for political and economic gain.”[3]
Globalization is what we in the Third World have for several centuries called colonization.”[4]

Globalization - however the word is understood - implies the weakening of state sovereignty and state structures.”[5]
3
Sosial/Budaya
The process of globalization suggests simultaneously two images of culture. The first image entails the extension outwards of a particular culture to its limit, the globe. Heterogeneous cultures become incorporated and integrated into a dominant culture which eventually covers the whole world. The second image points to the compression of cultures. Things formerly held apart are now brought into contact and juxtaposition.[6]
Globalization is the direct consequence of the expansion of European culture across the planet via settlement, colonization and cultural replication. It is also bound up intrinsically with the pattern of capitalist development as it has ramified through political and cultural arenas. However, it does not imply that every corner of the planet must become Westernized and capitalist but rather that every set of social arrangements must establish its position in relation to the capitalist West - to use Robertson’s term, it must relativize itself.”[7]
4
Geografi
“…a world in which societies, cultures, politics and economics have, in some sense, come closer together.”[8]

A set of processes leading to the integration of economic, cultural, political, and social systems across geographical boundaries.[9]



5
Teknologi
Globalization is the latest stage in a long accumulation of technological advance which has given human beings the ability to conduct their affairs across the world without reference to nationality, government authority, time of day or physical environment.”[10]

Sumber: Dr. Nayef R.F Al-Rodhan. Definitions of Globalization: A Comperhenshive Overview an a Proposed Definition.  Geneva, June 19, 2006. P. 1-21.

            Berdasarkan aspek ekonomi definisi pro globalisasi merupakan suatu proses di mana produksi dan keuangan struktur negara menjadi saling terkait dengan peningkatan jumlah transaksi lintas batas yang menciptakan pembagian kerja internasional dan berkorelasi terhadap kekayaan nasional. Globalisasi memungkingkan peningkatan pendapatan negara karena aktivitas ekonomi yang dilakukan secara kerjasama internasioanl, dan saling menguntungkan. Namun apakah implementasianya demikian? Secara prosedural dan commonsense hal tersebut memanglah terjadi, akan tetapi ikatan kerjasama dengan pihak lain lebih jauh mengakibatkan suatu negara menjadi sangat bergantung kepada pihak lain. Hal ini terutama dirasakan oleh negara berkembang yang sangat terikat oleh modal asing. pandangan tersebut selaras dengan pendapat David Steingard dan Dale Fitzgibbons, yang mengungkapkan bahwa globalisasi tidak ubahnya hanya sebagai konstruksi ideologis yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan kapitalisme guna menemukan pasar baru dan sumber tenaga kerja  dengan upah rendah.  Dibandingkan upaya menciptakan peningkatan kekayaan negara sehingga masyarakatnya menjadi sejahtera, globalisasi hanya sebuah cover untuk melakukan eksploitasi terhadap sumber daya yang melimpah yang dimiliki negara-negara berkembang.
Konsekuiensi dari pendapat di atas adalah ketergantungan, Sehingga tidak mengherankan jika negara-negara dunia ketiga hanyalah sebagai negara komprador, yang didasarkan teori ketergantungan Robison di mana reintegraasi kapitalisme negara dunia ketiga termasuk Indonesia  ke dalam sistem global yang berarti adanya subordinasi struktur ekonomi Indonesia sebagai yang diperlukan untuk modal international, juga subordinasi tehadap borjuasi domsetik Indonesia, baik dengan hubungan mereka sebagai komprador atau eliminasi.[11]
Sedangkan pada aspek lain, seperti politik. Globalisasi dipahami sebagai jalan dalam penguatan struktur politik nasional melalui integrasi ekonomi international, di mana lebih dipahami sebagai kolonilaisasi melalui kapitalisme.  Kapitalisme di negara-negara dunia ketiga sebagaimana diungkapkan Yoshihara Kunio merupakan kapitalisme komprador, ditunjukkan negara sebagai agen industri manufaktur asing di negerinya sendiri.[12] Disamping itu, kapitalisme yang terjadipun terutama di Asia Tenggara dan Indonesia abad modern ini lebih sering disebut sebagai ersatz capitalism (kapitalisme semu/kapitalisme yang menjadi substitusi inferior dari kapitalis yang sebenarnya), di mana campur tangan pemerintah di satu sisi dan perkembangan teknologi yang tidak memadai di sisi lain menjadi faktor di balik ersatz tersebut.[13] Globalisasi yang didalamnya terdapat kapitalisme, mampu memfasilitasi pemilik modal memiliki kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dengan negara.  Pemilik modal memiliki bargaining position yang kuat dalam mempengaruhi kebijakan, dan secara tidak langsung telah melemahkan kedaulatan dan struktur negara, seperti apa yang dikatakan Beck, bahwa “Globalization - however the word is understood - implies the weakening of state sovereignty and state structures.”[14]
Kuatnya peran pemilik modal dalam globalisasi sehingga mampu melemahkan kedaulatan suatu negara dan mereduksi struktur negara, juga berimplikasi dalam aspek budaya negara tersebut. Dalam definisi pro globalisasi diungkapkan bahwa proses globalisasi memungkinkan integrasi budaya dari berbagai budaya yang heterogen di dunia ini.  Akan tetapi realisasinya tidak demikian, kenyataanya di lapangan menunjukan dibanding pengintegrasian budaya dunia yang heterogen, sebetulnya globalisasi justru mereduksi budaya-budaya lain dan memfasilitasi ekspansi budaya barat Eropa, kolonisasi dan replikasi budaya. Hal ini juga terikat secara intrinsik dengan pola pembangunan kapitalis seperti yang telah bercabang melalui arena politik dan budaya.
Oleh karena itu, meskipun globalisasi difasilitasi oleh kemajuan teknologi yang telah memberikan manusia kemampuan untuk melakukan urusan mereka di seluruh dunia tanpa mengacu pada kebangsaan, otoritas pemerintah, waktu, serta di mana masyarakat, budaya, politik dan ekonomi telah, dalam beberapa rasa, saling mendekat.  Pengimplementasian globalisasi masih banyak yang perlu dikritisi. Hal ini sebagai suatu upaya mereduksi sisi negatif dari globalisasi itu sendiri. 






Daftar Pustaka

Sumber utama:
R.F, Nayef Al-Rodhan, Dr. Definitions of Globalization: A Comperhenshive Overview and a Proposed Definition.  Geneva, June 19, 2006.

Referensi:
Robison, Richard. Negara dan kapital di bawah Orde Baru: Kajian Teoritis, dalam Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia. Depok: Komunitas Bambu, 2012.
Kunio, Yoshihara.  The Raise of Ersatz Capitalism in Southeast Asia.  Jakarta: LP3ES, 1990.



[1] Paul Bairoch and Richard Kozul-Wright, “Globalization Myths: Some Historical Reflections on Integration, Industrialization and Growth in the World Economy”, Discussion Paper 113 (Geneva: UNCTAD, March 1996), p. 3, see http://www.unctad.org/en/docs/dp_113.en.pdf dalam Dr. Nayef R.F Al-Rodhan. Definitions of Globalization: A Comperhenshive Overview and a Proposed Definition.  Geneva, June 19, 2006, p. 11.
[2] David Steingard and Dale Fitzgibbons, “Challenging the Juggernaut of Globalization: A Manifesto for Academic Praxis”, Journal of Organizational Change Management, Vol. 8, No. 4, 1995, pp. 30-54, as cited in P. Kelly, “The Geographies and Politics of Globalization”, Progress in Human Geography, Vol. 23, No. 3, 1999, pp. 379-400, p. 383 dalam Dr. Nayef R.F Al-Rodhan. Ibid., P. 10.
[3] C. Walck and D. Bilimoria, “Editorial: Challenging ‘Globalization’ Discourses”, Journal of Organizational Change Management, Vol. 8, No. 4, 1995, pp. 3-5, p. 3, as cited in P. Kelly, “The Geographies and Politics of Globalization”, Progress in Human Geography, Vol. 23, No. 3, 1999, pp. 379-400, p. 383. Dr. Nayef R.F. Ibid.,
[4] Martin Khor, 1995, as cited in J. A. Scholte, “The Globalization of World Politics”, in J. Baylis and S. Smith (eds.), The Globalization of World Politics, An Introduction to International Relations (New York: Oxford University Press, 1999), p. 15. dalam Dr. Nayef R.F. Ibid.,
[5] Ulrich Beck, “The Cosmopolitan Perspective: Sociology of the Second Age of Modernity”, British Journal of Sociology, Vol. 51, Issue No. 1, January/March 2000, pp. 79-105, p. 86 dalam Dr. Nayef R.F. Ibid., p. 14.
[6] Mike Featherstone, Undoing Culture, Globalization, Postmodernism and Identity (London: Sage, 1995), pp. 6-7, as cited in “Culture Communities: Some Other Viewpoints”, Issues in Global Education, Newsletter of the American Forum for Global Education, Issue No. 158, 2000 dalam Dr. Nayef R.F. Ibid., p. 10.
[7] Malcolm Waters, Globalization, 2nd ed. (London: Routledge, 2001), p. 6 dalam Dr. Nayef R.F. Ibid., p. 15.
[8] Ray Kiely and Phil Marfleet, Globalisation and the Third World (London: Routledge, 1998), p. 3 dalam Dr. Nayef R.F. Ibid., p. 13.
[9] HSE Web Depot,24 web resource accessed March 21, 2006, see http://www.hsewebdepot.org/imstool/GEMI.nsf/WEBDocs/Glossary dalam Dr. Nayef R.F. Ibid., p. 19
[10] Richard Langhorne, The Coming of Globalization: Its Evolution and Contemporary Consequences (Houndmills, Basingstoke: Palgrave, 2001), p. 2.
[11] Robison, Richard. Negara dan kapital di bawah Orde Baru: Kajian Teoritis, dalam Richard Robison, Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme Indonesia  (Depok: Komunitas Bambu, 2012) hlm. 89.
[12] Yoshihara Kunio, The Raise of Ersatz Capitalism in Southeast Asia (Jakarta: LP3ES, 1990), hlm. xv.
[13] Ibid.,
[14] Ulrich Beck. Op. Cit.,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar