Rabu, 05 Maret 2014

“Memahami Hubungan Bisnis dan Negara serta Refleksinya bagi Indonesia ”



 oleh Alpiadi Prawiraningrat
Tulisan ini didasarkan kepada artikel Haggard, Maxfield dan Schneider yang berjudul Theories of Bussiness-State Relations dalam Bussiness and The State in Depeloving Countries yang memberikan gambaran tentang 5 (lima) pendekatan yang digunakan untuk memahami ekonomi politik terutama dalam melihat hubungan bisnis dan negara. Adapun 5 (lima) pendekatan tersebut berkaitan dengan sektor swasta yatu modal, sektor, firma, asosiasi dan juga jaringan yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh pasar, investasi, serta  perkembangannya sangat dipengaruhi oleh hubungan yang terjalin diantara pemerintah dengan sektor swasta. Dan tulisan ini, akan mencoba menjelaskan mengenai setiap pendekatan dan relasinya dengan peristiwa bisnis dan politik di Indonesia.
            Dalam konteks pendekatan bisnis yang didasarkan pada modal, pendekatan ini berperan untuk membentuk struktur yang dibentuk melalui kontrol swasta secara fisik serta asset finansial dan juga pergerakan modal. Pendekatan bisnis yang didasakan pada modal memiliki peran penting dalam mempengaruhi beberapa hal seperti kebijakan publik, politik dan juga pembangunan bisnis. Hal terpenting dari efek keberadaan modal terutama dalam kelangsungan bisnis adalah modal dapat membentuk model dari suatu bisnis dan memebrikan gambaran terhadap investasi swasta yang tidak dikoordinasikan keputusan yang muncul dari pemerintah mengenai kebijakan. Dalam hal ini negara bisa saja dibatasi perannya, karena level investasi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, keputusan pemerintah selalu dibatasi dengan tindakan yang dilakukan oleh pemilik modal. 
Namun, di sisi lain pendekatan yang didasarkan pada modal ini, dapat menjadi suatu fasilitator dalam meningkatkan kerjasama antar negara di dunia, sebagai contoh adalah Forum Pasar Modal Indonesia-Korea yang diselenggarakan oleh KDB Daewoo Securities Indonesia bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Korea Capitel Market Institute di Jakarta pada Kamis sebagai penanda kerjasama dunia pasar modal Indonesia dan Korea.[1] Yang mana forum pasar modal ini menunjukan bagaimana modal dapat menjadi fasilitator dalam meningkatkan kerjasama antara Indonesia dan Korea Selatan terutama berkaitan dengan kondisi Indonesia dan Korea yang memiliki iklim bisnis finansial yang baik dan terus tumbuh seiring perkembangan pasar modal dunia. Kedua Negara berhasil bertahan dari Krisis Ekonomi yang melanda dunia baru-baru ini dan akan menghasilkan hal luar biasa bila saling bekerjasama dan modal adalah salah satu aspek yang memiliki peran penting dalam mengembangkan hal tersebut.
Sedangkan dalam hal pendekatan bisnis melalui sektor, yang berkaitan dengan karakteristik dari aktifitas ekonomi seperti spesifikasi asset dan konsentrasi pengembangan industri yang berimplikasi terhadap kemunculaan bentuk dari preferensi bisnis dan persaingan yang didasarkan pada kepentingan sektor industri yang berbed juga  dapat menimbulkan berbagai macam preferensi, koalisi dan konflik dari berbagai macam faktor produksi.  Oleh karena itu, upaya pengembangan bisnis melalui beberapa sektor diperlukan agar terjadi diferensiasi pengembangan sektor bisinis dan dapat menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan hubungan kerjasama industri. Sebagai contoh adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) sedang membahas serius kerja sama dengan South Africa Pulp Industries (SAFI) untuk mendukung perluasan jangkauan pasar tekstil dan garmen.[2] Langkah tersebut dinilai sebagai upaya positif untuk mendukung perdagangan antarnegara dalam berbagai sektor. Apalagi, selama ini hubungan niaga sudah berjalan baik mengingat Afrika Selatan menjadi pintu masuk distribusi produk Sritex ke negara benua Afrika, sebagaimana penialian Noel Noa Lehoko selaku duta besar Afsel untuk Indonesia mengapresiasi rencana kerja sama dengan industri pulp asal negerinya, sebagai diferensiasi sektor utama Sritex.[3]
Selanjutnya, pendekatan ketiga yaitu bisnis sebagai perusahaan, maksudnya adalah bahwa  karakteristik dari struktur korporasi yang berkaitan dengan ukuran, organisasi internal, kepemilikan, pola keuangan, adalah suatu upaya untuk memberikan efek pada preferensi bisnis dan membangkitkan perusahaan untuk berhadapan dengan pemerintah. Pendekatan ini juga menjelaskan mengenai pentingnya hubungan antara pemerintah dan bisnis dinegara berkembang dalam hal ukuran, keuangan, dan diversifikasi bisnis.  Karena pendakatan ini ingin melihat bahwa mengapa dan bagaimana sebuah perusahaan berkembang dan menjadi besar dengan melihat peran dari negara dalam kajian ekonomi politik.           
Pemaparan ketiga pendekatan diatas pada dasarnya mengambil pendekatan strukturalis dalam melihat pengaruh bisnis pada negara, akan tetapi tidak melupakan dan juga memberikan perhatian pada organisasi politik dalam bisnis atau institusi yang memediasi kepentingan bisnis. Berbeda halnya dengan pendekatan selanjutnya yaitu bisnis sebagai asosiasi, yang melihat bagaimana asosiasi memberikan dampak terhadap preferensi bisnis melalui lobbying selain itu juga bagaimana mereka mempengaruhi implementasi kebijakan.  Sebagai contoh adalah tindakan yang dilakukan Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (APEMINDO) yang akan melaksanakan rembuk nasional dengan seluruh pemangku kepentingan.[4] Kebijakan ini akan dilakukan seiring dengan upaya pembatasan ekspor bahan mentah mineral seiring tenggat waktu pembangunan smelter pada 12 Januari 2014 yang dinilai bahwa upaya pembatasan ekspor bahan mentah mineral jika didasarkan UU No 4 2009 tidak diperlukan.  Kebijakan pembatasan ekpor bahan mentah mineral tersebut, dinilai dapat merugikan pelaku industri yang mengembangkan bisnisnya pada sektor tersebut.
            Sedangkan pendekatan terakhir adalah berkaitan dengan bisnis sebagai jaringan, bahwa pendekatan ini melihat interaksi dengan pemerintah tidak datang melalui institusi formal tapi melalui jaringan hubungan personal dan adanya peran yang tidak jelas antara pemerintah dan sektor privat. Selain itu, dengan mengandalkan jaringan pribadi akan membentuk sebuah kepercayaan antara pemerintah dengan sektor privat.
            Namun demikan, dari berbagai pendekatan yang telah dijelaskan di atas adalah tidak hanya membahas mengenai relasi antara pelaku bisnis dan politik dalam suatu negara, akan tetapi juga nelihat bagimana proses penyeleksian aktor politik memiliki peranan penting dalam menentukan kelangsungan bisnis, terlebih tahun ini adalah tahun politik karena Indonesa akan menyelenggarakan pemilihan umum bulan april mendatang. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah harian surat kabar bahwa kebijakan politik pemimpin akan berpengaruh terhadap aktivitas dunia usaha.[5] Peraturan yang jelas dan mengikat akan memberikan kejelasan dan mengikat pula bagi dunia usaha. Regulasi yang probisnis akan menciptakan peluang positif dan memberikan kenyaman bagi dunia usaha.  Terlebih lagi tidak dapat ditampik bahwa birokrasi dan daya saing lokal membuktikan bahwa regulasi menjadi penghambat utama bagi aktivitas bisnis. Karena regulasi pula, penguasa/investor enggan masuk ke daerah. Tidak hanya regulasi yang menghambat, tetapi juga perlakuan pemerintah daerah (pemda) yang membuat penguasa/investor enggan datang. Oleh karena itu, pemilu harus menghasilkan pemimpin yang bisa memberikan rasanya nyaman pada dunia usaha dengan peraturan-peraturan yang jelas dan mengikat.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan artikel Haggard, Maxfield dan Schneider yang berjudul Theories of Bussiness-State Relations dalam Bussiness and The State in Depeloving Countries sudah mendeskripsikan unsur-unsur penting pendekatan negara dengan bisnis.  Nilai lebih dari buku ini adalah menjadi stimulan yang menarik bagi pembaca untuk lebih memahami lebih mendalam tentang relasi antara bisnis dan negara yang bertujuan untuk mengakomdir tidak hanya kepentingan pelaku bisnis tapi juga kepentingan-kepentingan umum sebagai kepentingan masyarakat dan rakyat banyak dapat tercapai.  Sedangkan di sisi lain, akan jauh lebih baik jika buku ini juga memuat analisis terhadap contoh kasus yang dipaparkan, dan memuat informasi rinci yang dapat dipergunakan bagi praktisi. Informasi-informasi tersebut berupa komparasi kelebihan dan kelemahan antara setiap pendekatan yang tentunya akan sangat berguna bagi pembaca untuk lebih memahami berbagai teori ataupun pendekatan dalam memahamai hubungan bisnis dan negara.

Daftar Pustaka
Sumber Utama:
Haggard, Stephan, et..al. Theories of Bussiness-State Relations dalam Business and The State in Developing Countries (New York: Cornell University, 1997), hlm. 36-60.

Sumber Tambahan:
Trinastiti, Pamuji. Sritex Jajaki Kerja Sama Pulp dengan Afsel dalam http://market.bisnis.com/read/20131011/192/168540/sritex-jajaki-kerja-sama-pulp-dengan-afsel diakses pada Kamis, 27 Februari 2014; Pukul 21.17 WIB.
Wicaksono, Arif. APEMINDO Bahas Pembatasan Ekspor Bahan Mentah Mineral dalam http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/12/23/apemindo-bahas-pembatasan-ekspor-bahan-mentah-mineral diakses pada Jumat, 28 Februari 2014; Pukul 22.08 WIB.
Zuhro, Siti. Prof. R., M.A.,Ph.D. Tantangan Bisnis pada Tahun Politik 2014 dalam http://www.antaranews.com/berita/409980/tantangan-bisnis-pada-tahun-politik-2014 diakses pada Jumat, 28 Februari 2014; Pukul 22.24 WIB.




[2] Pamuji Trinastiti. Sritex Jajaki Kerja Sama Pulp dengan Afsel dalam http://market.bisnis.com/read/20131011/192/168540/sritex-jajaki-kerja-sama-pulp-dengan-afsel diakses pada Kamis, 27 Februari 2014; Pukul 21.17 WIB.

[3] Pamuji Trinastiti. Ibid.,

[4] Arif Wicaksono. APEMINDO Bahas Pembatasan Ekspor Bahan Mentah Mineral dalam http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/12/23/apemindo-bahas-pembatasan-ekspor-bahan-mentah-mineral diakses pada Jumat, 28 Februari 2014; Pukul 22.08 WIB.

[5]Prof. R. Siti Zuhro, M.A.,Ph.D. Tantangan Bisnis pada Tahun Politik 2014

 dalam http://www.antaranews.com/berita/409980/tantangan-bisnis-pada-tahun-politik-2014 diakses pada Jumat, 28 Februari 2014; Pukul 22.24 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar